Ilustrasi (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)
Ilustrasi (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)

Market Outlook

Melihat Secercah Harapan Gerak Ekonomi Dunia di 2017

Angga Bratadharma • 03 Januari 2017 10:13
medcom.id, Jakarta: Perekonomian dunia masih dihantui ketidakpastian sekarang ini dan memberikan efek domino terhadap perekonomian negara maju dan negara berkembang, salah satunya adalah target pencapaian pertumbuhan ekonomi. Namun, ketidakpastian tersebut mulai mereda dan aktivitas ekonomi di 2017 dinilai akan menemukan secercah harapan.
 
Sebelumnya, salah satu yang membuat ketidakpastian semakin menjadi-jadi adalah rencana Federal Reserve atau the Fed yang terus menunda untuk menaikkan suku bunga acuan. Sejumlah bank sentral di dunia pun terus mencermati pergerakan dan langkah-langkah yang akan diambil oleh the Fed. Hal itu lantaran ada pengaruh terhadap gerak ekonomi dunia.
 
Keputusan menunda kenaikan suku bunga acuan sedikit banyak juga memengaruhi keputusan sejumlah bank sentral di dunia untuk menerapkan suku bunga negatif, dalam rangka mengakselerasi ekonomi agar lebih maksimal. Bank of Japan (BoJ) menjadi salah satu bank sentral yang menerapkan hal tersebut, utamanya untuk mengangkat tingkat inflasi di dua persen.

Baca: Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia 2016 Berpotensi Dipangkas
 
Untungnya, the Fed pada pertemuan dua hari di Desember memutuskan menaikkan suku bunga acuan. Hal itu memberikan harapan akan berhentinya ketidakpastian, meski terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) juga kembali membuat ketidakpastian semakin mengkhawatirkan bagi sejumlah negara di dunia.
 
Adapun the Fed menaikkan tingkat suku bunga acuan di kisaran antara 0,50 persen dan 0,75 persen dalam pertemuan di Desember. Dalam sebuah konferensi pers menyusul keputusan suku bunga acuan, Ketua the Fed Janet Yellen mengatakan, terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS telah menempatkan bank sentral di bawah 'awan ketidakpastian'.
 
Baca: Ekonomi Global Masih Dinaungi Ketidakpastian Kebijakan Trump
 
"Semua peserta (Federal Open Market Committee) mengakui bahwa ada ketidakpastian besar tentang bagaimana kebijakan ekonomi dapat berubah dan apa efek dari kebijakan tersebut pada perekonomian," kata Yellen.
 
Tentu masih diingat terpilihnya Donald Trump atas kemenangan yang mengejutkan pada 8 November silam telah memberikan tekanan terhadap sejumlah bursa saham di dunia. Hal itu lantaran Trump melontarkan sejumlah kebijakan kontraproduktif selama kampanyenya di Pemilihan Presiden (Pilpres) AS. Pelaku pasar cukup concern atas kebijakan dimaksud.
 
Baca: Investor Waspada Kenaikan Suku Bunga Acuan dan Pilpres AS
 
Beberapa kebijakan yang dilontarkan Trump tidak dipungkiri memang memunculkan sejumlah pro dan kontra, utamanya langkah Trump yang akan menarik AS dari perdagangan bebas seperti Trans Pacific Partnership (TPP). Selain itu, upaya proteksionisme semakin memperparah kegelisahan lantaran aktivitas perdagangan sedang lesu.
 
Di sisi lain, keputusan Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) untuk memangkas atau memotong produksi minyak dunia memberikan pengaruh tersendiri. Apalagi, sebelum kesepakatan dicapai, harga minyak dunia terus mengalami pelemahan. Hal itu diperparah dengan sejumlah negara bukan anggota OPEC yang mempertimbangkan pemangkasan.
 
Indonesia menjadi salah satu negara yang tidak setuju untuk adanya pemangkasan tersebut karena bertentangan dengan kebijakan yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tidak main-main, Indonesia memutuskan untuk menghentikan sementara keanggotannya di OPEC. Di titik ini, harga minyak dunia sedang diusahakan agar kembali menguat.
 
Sementara ekonomi Tiongkok secara perlahan mulai mengalami perbaikan dan menemukan titik keseimbangannya. Perbaikan ekonomi Tiongkok tentu memberikan keuntungan tersendiri, utamanya bagi Indonesia. Apalagi, Tiongkok menjadi salah satu mitra dagang utama Indonesia dalam hal perdagangan dibandingkan dengan negara lain.
 

 
Perbaikan ekonomi Tiongkok sedikit banyak akan memberikan efek positif bagi keseimbangan ekspor dan impor. Sejauh ini, Indonesia terus berupaya agar defisit neraca perdagangan bisa ditekan sedemikian rupa dan bertahan cukup lama. Perbaikan neraca perdagangan akan memberi stimulus positif bagi gerak nilai tukar rupiah dan tentunya memengaruhi aktivitas ekonomi.
 
Badan Pusat tatistik (BPS) mencatat kinerja neraca perdagangan Indonesia sepanjang November 2016 mengalami surplus sebesar USD840 juta. Adapun surplus yang terjadi itu karena ada selisih antara ekspor yang tercatat USD13,50 miliar dan impor yang tercatat USD12,66 miliar.
 
Berdasarkan negara, Indonesia mengalami surplus perdagangan terhadap Amerika Serikat sebesar USD7,7 miliar, India USD6,5 miliar, dan Belanda USD2,2 miliar. Namun sayangnya, perdagangan Indonesia masih defisit terhadap Tiongkok sebesar USD14,3 miliar, Thailand sebesar USD3,7 miliar, dan Australia sebesar USD1,5 miliar.
 
Sedangkan di sisi lain, tidak ditampik keputusan untuk Inggris keluar dari keanggotaan Uni Eropa atau Brexit juga memberikan 'bumbu-bumbu' di dalam perekonomian dunia, mengingat Inggris menjadi salah satu pusat industri jasa keuangan di wilayah Uni Eropa. Pembahasan Brexit pun terbilang keras lantaran parlemen dan beberapa pihak mengganjal keputusan itu.
 
Perdana Menteri Inggris Theresa May terus berupaya untuk keluar dari Uni Eropa dan mengupayakan berbagai macam diskusi dengan pihak terkait. Tidak hanya itu, May berkomitmen agar arus perdagangan berada di jalur yang positif dan kinerja dari industri keuangan di Inggris tetap di ruang lingkup luas meski ada ancaman akses ke pasar tunggal di Uni Eropa hilang.
 
The Office for Budget Responsibility (OBR), Britain's independent budget forecasters, menyatakan Produk Domestik Bruto (PDB) Inggris akan tumbuh sekitar 1,4 persen pada 2017 atau mengalami penurunan dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 2,2 persen yang dibuat pada Maret lalu, sebelum warga Inggris memutuskan untuk meninggalkan Uni Eropa.
 
Baca: Pertumbuhan PDB Negara OECD Naik 0,6%
 
Persoalan di Uni Eropa tidak hanya semata-mata soal Inggris dan Brexit. Pasalnya, Yunani masih berkutat dengan persoalan utang yang menimbulkan krisis sekarang ini. Yunani masih berjuang untuk keluar dari persoalan yang tengah dihadapi dan berharap dana bailout kedua bisa segera mengalir. Meski disayangkan pembahasan bailout justru tertunda saat ini.
 
Melihat Secercah Harapan Gerak Ekonomi Dunia di 2017
Ilustrasi (Foto: Business Insider)
 
Tidak hanya dari aspek perekonomian. Semakin memanasnya politik internasional juga memberikan pengaruh, mulai dari konflik di Suriah, perselisihan AS dengan Kuba, dan lain sebagainya. Persoalan politik ini merembet atas kesepakatan perdagangan antarnegara di dunia, termasuk melemahkan permintaan.
 
Namun demikian, Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) memperkirakan pertumbuhan global akan mencapai 3,4 persen pada 2017 atau mengalami sedikit kenaikan dari perkiraan kuartal ke empat di 2016, yakni 3,1 persen, seiring pulihnya ekonomi di negara-negara berkembang, termasuk Rusia dan Brasil.
 
Melihat Secercah Harapan Gerak Ekonomi Dunia di 2017
Logo IMF (REUTERS/Yuri Gripas)
 
Meski ekonomi dunia diperkirakan membaik di 2017, IMF memperingatkan perlambatan ekonomi khususnya di negara maju akan memicu proteksionisme terhadap perdagangan dan migrasi ke negara-negara tersebut. Proteksi semacam itu akan menghambat produktivitas, pertumbuhan, dan inovasi. Untuk itu IMF mendorong peningkatan integrasi perdagangan antarnegara
 
Berita positif lainnya tidak hanya datang dari IMF. Sebab, organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mengumumkan pada kuartal ketiga di 2016 ini pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di wilayah OECD telah meningkat dua kali lipat dari 0,3 persen di kuartal sebelumnya menjadi 0,6 persen.
 
Baca: Ketidakpastian Global Buat BoJ Mulai Khawatir
 
Menurut OECD pertumbuhan negara itu telah mengalami percepatan selama kuartal ketiga 2016 di tujuh ekonomi utama, termasuk Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, Italia, Prancis, Inggris, dan Jerman. Kondisi ini diperkirakan bisa berlanjut di tahun depan sejalan dengan sejumlah perbaikan yang ada di masing-masing negara.
 
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) menegaskan pentingnya otoritas negara-negara di dunia untuk mempererat kerja sama. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya menghadapi tantangan ekonomi dunia yang masih berlanjut. Kerja sama akan memperkuat sejumlah upaya untuk mengangkat pertumbuhan ekonomi dunia lebih maksimal di tahun depan.
 
Melihat Secercah Harapan Gerak Ekonomi Dunia di 2017
Logo Bank Indonesia di Komplek Kantor Bank Indonesia (MI/ROMMY PUJIANTO)
 
Meski terdapat tanda-tanda pemulihan dan peningkatan daya tahan perekonomian di sejumlah negara, namun pertumbuhan ekonomi dunia belum sesuai harapan. Motor perbaikan diperkirakan berada di negara emerging. Otoritas perlu melanjutkan penerapan semua kebijakan yang tersedia, yakni kebijakan fiskal, moneter, dan reformasi struktural.
 
Untungnya, pemimpin keuangan dunia mengecam reaksi pertumbuhan populis yang berkembang terhadap globalisasi dan berjanji untuk mengambil langkah-langkah guna memastikan perdagangan dan integrasi ekonomi bermanfaat bagi orang banyak, utamanya bagi mereka yang tertinggal.
 
Baca: IMF: Ekonomi Dunia Siap untuk Perubahan Kebijakan AS
 
Komentar mereka pada pertemuan IMF dan Bank Dunia mengisyaratkan level frustasi terhadap tingkat pertumbuhan suku bunga yang rendah dan kemarahan publik atas perdagangan bebas dan pilar lain dari sistem ekonomi dunia. Kondisi semacam ini tentu perlu diwaspadai oleh semua pihak.
 
Pekan lalu, Organisasi Perdagangan Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan volume perdagangan global terhadap laju paling lambat sejak 2007, menyatakan harapannya untuk kondisi itu mengalami kenaikan 1,7 persen di tahun ini, atau turun dari prediksi awal di angka 2,8 persen.
 
Sementara Menteri Keuangan Amerika Latin menyatakan keprihatinan tentang pertumbuhan sentimen proteksionis di negara maju yang mengancam tenggelamnya perjanjian perdagangan di 12 negara Trans Pacific Partnership, yang meliputi Meksiko, Chili, dan Peru.
 
Baca: Melihat 10 Tema Perekonomian Dunia di 2017
 
Sementara itu, BI menyebut setidaknya terdapat tiga tantangan yang harus dihadapi oleh ekonomi global saat ini. Ketiga tantangan ini berkaitan dengan upaya para bank sentral dunia guna mengelola stabilitas dan pertumbuhan di tengah divergensi kebijakan ekonomi dan moneter negara maju.
 
Tantangan pertama yang harus dihadapi adalah bagaimana strategi mengejar target pertumbuhan usai krisis keuangan global. Kedua, mengenai bagaimana kebijakan moneter yang optimal dapat ditempuh dalam perekonomian yang terbuka. Ketiga, bagaimana mencapai stabilitas keuangan di tengah keragaman (divergensi) kebijakan moneter dunia.
 
Baca: Ekonomi Global Masih Tumbuh tak Merata
 
Presiden Federal Reserve Bank of New York William C. Dudley menyampaikan, beragamnya kebijakan ekonomi dan moneter didominasi negara-negara ekonomi terbesar di dunia. Hal ini bisa saja berdampak pada risiko di negara-negara berkembang yang ada di dunia.
 
Melihat Secercah Harapan Gerak Ekonomi Dunia di 2017
Gedung The Fed (REUTERS/Joshua Roberts)
 
"Beragamnya kebijakan tersebut dapat menimbulkan risiko tersendiri, yang memberi tantangan bagi otoritas di negara-negara timur maupun barat. Para pembuat kebijakan dipacu untuk menyusun kebijakan yang bertujuan mendukung pertumbuhan dan memitigasi risiko, sekaligus mempertahankan stabilitas moneter dan keuangan," jelas Dudley.
 
Baca: ADB Pertahankan Prospek Stabil bagi Wilayah Asia
 
Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dalam waktu dekat, IMF merekomendasikan agar sejumlah bank sentral di negara-negara maju untuk bisa mempermudah kebijakan moneter mereka. Meksi hal itu tidak akan memberikan dampak secara langsung terhadap kelesuan ekonomi yang disebabkan perlambatan produktivitas dan peningkatan jumlah penduduk usia tua.
 
Di sisi lain, IMF mendorong negara-negara berkembang untuk terus melakukan reformasi struktural guna meningkatkan penyerapan tenaga kerja, kesesuaian spesialisasi pekerjaan, dan mengurangi hambatan perdagangan.
 
Baca: Menkeu Khawatir dengan Pelambatan Ekonomi dan Perdagangan Global
 
Secara umum, Ekonom Adam Slater di Oxford Economics telah menyusun daftar sebanyak 10 tema untuk melihat pereknomian di 2017. Pertama, renminbi akan bergerak stabil. Kedua, pertumbuhan upah akan kembali terjadi. Ketiga, kinerja saham akan lebih baik untuk tahun berikutnya.
 
Keempat, euro dan USD akan berada pada titik keseimbangan di akhir tahun depan. Kelima, zona euro akan tetap kuat. Keenam, pertumbuhan ekonomi Inggris akan lebih baik dari konsensus. Ketujuh, negara berkembang akan tetap sulit untuk bisa diprediksi.
 
Baca: Juru Selamat dari Irama Perlambatan Ekonomi Dunia
 
Kedelapan, pertumbuhan perdagangan global akan tetap 'melambat'. Kesembilan, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) akan sedikit mengalami peningkatan. Kesepuluh, tingkat inflasi di AS akan membentuk sebuah wacana global. Segala sesuatu yang terjadi dalam perekonomian dunia di tahun depan akan didorong oleh apa yang terjadi di AS.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan