"Pemilihan (Presiden AS) menandai pergeseran dalam rezim kebijakan AS dengan potensi dampak masa depan yang lebih besar pada harga dan aktivitas di luar negeri serta di Amerika Serikat," kata Kepala Ekonom IMF Maurice Obstfeld, seperti dikutip dari Antara, Rabu (21/12/2016).
Setelah pemilu AS, suku bunga jangka panjang AS, USD dan ukuran-ukuran ekspektasi inflasi jangka panjang berbasis pasar semua naik tajam, karena harapan bahwa pemerintahan baru akan memotong pajak secara substansial dan meningkatkan pengeluaran pemerintah.
Baca: Portugal Lakukan Pembayaran Awal USD2,12 Milar ke IMF
Para pejabat Federal Reserve AS juga mengantisipasi kenaikan suku bunga curam ke depan. Menurut proyeksi ekonomi mereka yang diperbarui pada Desember, para pejabat Fed memperkirakan tiga kenaikan suku bunga pada 2017, sementara dalam proyeksinya pada September, mereka memperkirakan hanya dua kenaikan suku bunga.
Meskipun masih dini untuk mengetahui bagaimana kebijakan fiskal AS akan berubah, satu hal tampak jelas bahwa itu akan berubah lebih ekspansif melalui beberapa kombinasi pengeluaran lebih besar dan tarif pajak yang lebih rendah, kata Obstfeld.
Baca: Pertumbuhan Ekonomi Global di 2017 Diprediksi 3,4%
Mengingat tingkat pengangguran AS rendah AS dan sedikit pengenduran dalam perekonomian, kebijakan ekspansif mungkin mendorong tekanan inflasi naik, yang pada gilirannya dapat mengakibatkan peningkatan lebih cepat dalam suku bunga AS, kata kepala ekonom itu.
Menurut Obstfeld, peningkatan suku bunga yang lebih cepat dan insentif pajak bagi perusahaan-perusahaan AS untuk memulangkan keuntungan mereka yang disimpan di luar negeri bisa mendongkrak dolar, sementara apresiasi dolar lebih lanjut dapat menyebabkan pelebaran defisit transaksi berjalan AS.
Baca: Kendati Lalai Bayar, Bos IMF Lolos dari Hukuman Hakim Prancis
Obstfeld juga memperingatkan tantangan internasional ke depan, mengatakan bahwa negara-negara berkembang dengan utang dalam mata uang dolar yang kuat bisa mengakibatkan berkurangnya likuiditas atau memburuknya neraca karena meningkatnya suku bunga dolar AS dan depresiasi mata uang domestik.
"Jika perubahan nilai tukar tajam dan ketidakseimbangan global meningkat menyusul perubahan rezim kebijakan AS, tekanan proteksionis akan menjadi risiko utama," kata Obstfeld.
Baca: Tersandung Masalah, IMF Tetap Pertahankan Kepercayaan ke Lagarde
Mengingat upaya negara-negara maju untuk menghidupkan kembali industri manufaktur mereka, "kemungkinan besar bahwa ekonomi-ekonomi negara berkembang adalah target utama untuk hambatan perdagangan ebih tinggi yang didirikan oleh negara-negara maju," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News