Saat itu 2 Maret 2020, pemerintah mengumumkan dua kasus pasien positif covid-19 di Indonesia. Dan sejak saat itu, hingga kini pandemi ini masih berlangsung.
Di saat yang sama banjir informasi baik yang valid maupun yang hoaks bertebaran. Celakanya jika hoaks terlanjur diikuti, maka ini tentu saja tak baik bagi masyarakat.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Dalam survei yang dilakukan oleh Klinik Misinformasi, sebanyak 9 dari 10 responden terpapar berita bohong dan menyesatkan.
Temuan ini merupakan hasil uji keterpaparan lebih dari 5.000 responden terhadap misinformasi yang beredar selama pandemi. Responden dari kuis edukatif ini secara umum menggambarkan para pengguna media sosial di Indonesia dari berbagai kategori usia, tingkat pendidikan dan dan geografis.
Klinik Misinformasi sendiri merupakan sebuah kampanye kolaboratif yang didukung oleh Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO), Ikatan Dokter Indonesia, Jaringan Gusdurian dan beberapa organisasi nirlaba lainnya.
Gerakan ini bertujuan untuk memberantas berita bohong terkait covid-19 dengan cara mengedukasi pengguna internet agar bijak dalam mengonsumsi berita di dunia digital dan menghubungkan mereka dengan sumber informasi yang akurat dan terpercaya.
Temuan tersebut dibahas dalam sebuah diskusi webinar bertajuk Refleksi Infodemi di Masa Pandemi yang diinisiasi sebuah koalisi organisasi masyarakat sipil yang bergerak bersama dalam menghadapi infodemi di Indonesia.
Infodemi adalah tumpah ruahnya beragam informasi yang kebanyakan diantaranya tidak benar atau tidak dapat diverifikasi.
.jpg)
(Survei dari responden Klinik Misinformasi kategori usia yang terpapar sangat tinggi lainnya adalah pengguna media sosial di rentang usia 0-17 tahun di mana tingkat keterpaparan mencapai 94 persen. Foto: Ilustrasi. Dok. Pexels.com)
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mensejajarkan bahaya infodemi dengan pandemi karena informasi yang salah dan tidak akurat akan berpengaruh besar pada kesehatan dan pengambilan keputusan masyarakat dalam menghadapi pandemi covid-19.
Dr. Jaka Pradipta, Dokter Spesialis Paru mengatakan, “Hoaks yang beredar di masyarakat menyasar pada isu pencegahan dan pengobatan covid-19,” katanya dalam acara yang sama.
“Membaca dan mendengar berita yang tidak terklasifikasi bisa menyebabkan seseorang keliru dalam mengambil tindakan pencegahan, sehingga membahayakan kesehatan dirinya dan orang lain, atau bahkan terlambat mendapatkan penanganan medis," katanya dalam acara yang sama.
"Jadi, masyarakat perlu sangat waspada dengan berita seperti klaim penemuan obat dan pencegahan covid-19 yang tidak didukung dengan bukti ilmiah,” pesannya.
Bentang Febrylian, Pemeriksa Fakta dari MAFINDO mengungkapkan, “Informasi yang menyesatkan telah menjadi bagian dari dinamika bermedia-sosial, dan temuan bahwa 90 persen responden Klinik Misinformasi telah terpapar infodemi mengonfirmasi tingkat keterpaparan masyarakat Indonesia yang sangat tinggi terhadap misinformasi.”
“Selama pandemi, Mafindo menemukan lebih dari 500 hoaks terkait covid-19 yang beredar di masyarakat. Maka dari itu dibutuhkan keseriusan dari pemerintah, elemen masyarakat, dan media massa untuk bersama meredam infodemi. Tentunya hal tersebut juga harus diikuti oleh kesadaran masyarakat akan pentingnya berpikir kritis.”
Temuan lain dari responden Klinik Misinformasi, dalam segi usia, tingkat keterpaparan paling tinggi terjadi pada kelompok usia di atas 54 tahun, dengan jumlah responden yang terpapar misinformasi mencapai 100 persen.
Kategori usia yang terpapar sangat tinggi lainnya adalah pengguna media sosial di rentang usia 0-17 tahun di mana tingkat keterpaparan mencapai 94 persen.
.jpg)
(Dalam survei yang dilakukan oleh Klinik Misinformasi, sebanyak 9 dari 10 responden terpapar berita bohong dan menyesatkan. Temuan ini merupakan hasil uji keterpaparan lebih dari 5.000 responden terhadap misinformasi yang beredar selama pandemi. Foto: Ilustrasi. Dok. Pexels.com)
Selain itu, Klinik Misinformasi juga menghadirkan sebuah seri stiker WhatsApp yang dapat diunduh secara gratis di tautan bit.ly/StickerAntiHoax. Produk kreatif ini merupakan kerja sama Klinik Misinformasi dengan illustrator muda @shirohyde.
Ini sebagai upaya untuk memberikan dukungan kepada generasi muda untuk berani bersuara dan mengajak keluarga terdekat, komunitas dan lingkungan mereka menghindarkan penyebaran berita bohong dan menyesatkan.
Untuk mengajak masyarakat waspada dan mengambil peran dalam mencegah penyebaran misinformasi covid-19 di media sosial dan aplikasi pesan instan, Klinik Misinformasi melakukan berbagai kampanye dan edukasi bersama mitra.
“Untuk mengurangi penyebaran hoaks di sosial media dan platform mainstream, dibutuhkan sikap kritis terdapat informasi apapun yang didapatkan. Kita perlu mempertanyakan validitas informasi tersebut sehingga dapat mencegah penyebarannya.
Mari kita sadari bahaya penyebaran infodemi dan berkontribusi dengan menjadi ‘polisi’ di grup WhatsApp atau bahkan bersuara di media sosial kita dengan turut menyebarkan konten positif," tutup Yosi Mokalu, artis dan penggiat Gerakan Siberkreasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(TIN)