Jakarta: Pernahkah Anda bersama orang yang merasa dirinya bisa dalam segala hal. Paling kuat, paling hebat, bahkan paling pintar? Pokoknya, dia merasa caranya yang paling tepat untuk diikuti seperti Thanos di Avengers.
Hati-hati, orang semacam ini bisa jadi mengidap penyakit mental megalomania. Di mana dia terobsesi untuk menguasai dan mendominasi orang lain.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Seperti penjelasan yang diutarakan Psikolog Klinis Dewasa, Yulius Steven, M.Psi., Psikolog, dalam bahasa Yunani, megalomania terdiri dari dua kata yaitu megalo yang artinya besar dan mania yang artinya kegilaan.
Psikolog Yulius juga menyatakan bahwa orang megalomania percaya bahwa dia memiliki kuasa dan kekuatan. Sehingga bisa mendominasi sekitarnya.
Akan tetapi, kepercayaan ini bukanlah berdasarkan realitas. Karena itu, sulit untuk memaparkannya dan mengubah pola pikir orang megalomania. Orang megalomania tidak bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang imajinasi.
“Ini kepercayaan yang salah. Ini adalah salah satu delusi dia merasa dirinya besar.
Delusi adalah kepercayaan yang salah. Karena keyakinan salah itu salah, jadi sulit dipaparkan. Dalam arti kita mau mematahkan apa yang diyakinkan tidak mempan. Mereka akan memegang pada kenyataan itu,” ujar Yulius kepada Medcom.id.
Delusi kebesaran adalah bentuk pertahanan seseorang untuk menutupi ketidakpercayaan diri. Setiap orang memiliki pertahanan berbeda-beda.
“Delusional kebesaran bentuk kompensasi dari ketika mereka merasa rendah diri dan minder dari kecil. Saat in terjadi, diri kita mengeluarkan mekanisme pertahanan diri. Di setiap orang bisa beda. Namun di kasus seperti ini, fantasi mereka mendominasi. Mereka jadi hidup di fantasi mereka,” katanya.
Karena terlalu seru hidup dalam fantasi yang dia ciptakan, mereka tak peduli lagi dengan sekitarnya. Mereka akan melakukan berbagai cara untuk meyakinkan diri, bahwa dirinya sesuai dengan imajinasinya.
“Delusional tidak melihat sekitar lingkungan. Tidak memedulikan pendapat orang lain tentang mereka, karena kontak realitanya sudah hilang. Orang percaya diri sehat tahu diri mereka seperti apa, kompetensi mereka seperti apa dan itu nyata ketika lingkungan menguji kenyataan dan kemampuan mereka bisa buktikan,” tutur Yulius.
Orang megalomania akan memantapkan imajinasinya dengan memanifestasikan imajinasi itu pada tindakan-tindakan. Ini dilakukan dengan tujuan mendominasi orang di sekitarnya.
“Misalnya memaksakan kehendak. Ini diikuti dengan perilaku delusional. Mereka cenderung mengeksploitasi orang lain untuk mendapatkan kekuasannya atau cenderung memaksa orang lain ikut. Dengan ini, dia bisa menunjukkan dominasi dia pada orang lain,” sambungnya.
Ini bisa terjadi karena kepribadian seseorang. Seperti diketahui, kepribadian itu sendiri terbentuk karena berbagai faktor. Seperti genetik, pola asuh, dan lingkungan.Baca juga: Manfaat Akupuntur untuk Kesehatan Anda
“Ketiga faktor itu berinteraksi sehingga menjadikan seseorang punya sifat tertentu,” ujarnya.
Psikolog Yulius menyatakan bahwa sulit untuk menyembuhkan orang megalomania secara total. Namun jangan khawatir karena dengan dukungan orang terdekat, gejala delusi tersebut bisa direduksi.
“Lebih mengurangi manifestasi dari gejala delusinya. Ingin diintervensi harus dari obat dan psikologis. Kalau psikologis lebih mengkonfrontasi pola pikirnya," ujar Yulius.
“Itu harus diimbangi dengan keluarga atau orang terdekat. Dia harus konsisten disadarkan bahwa imajinasinya itu tak nyata dalam jangka waktu lama,” sambungnya.
Dengan mengenal megalomania lebih dini, semoga gejala-gejala tersebut bisa teratasi.
Ketika Ekspektasi Tidak Sesuai Realita
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(FIR)