Sukarno, dikatakan dalam buku tersebut, terkejut karena Masjid Biru tersebut digunakan sebagai gudang peralatan medis. Sekembali ke Moskwa, Sukarno sempat ditanyai Khrushchev kesan-kesan di Leningrad. Sukarno terang-terangan merasa tidak terkesan. Apalagi, kondisi masjid yang tidak terawat (hlm 252). Sukarno pun meminta agar masjid tersebut untuk dibuka kembali.
Barulah pada kunjungan kedua Sukarno ke Soviet pada 1959, dia mampir ke Leningrad dan salat di Masjid Biru yang waktu itu dibuka kembali demi tujuan diplomasi Khrushchev. Pemimpin-pemimpin negara-negara bermayoritas muslim selalu mampir ke sana.
Dua topik perihal Sukarno “mensyaratkan” Khrushchev agar makam Imam Bukhari ditemukan dan Masjid Biru dibuka kembali memang menarik diteliti. Apalagi, kedua topik tersebut masih jadi perdebatan panas di antara kalangan akademisi. Kisah itu dinilai masih berupa
story(cerita) bukan
history(sejarah).
Untuk menemukan apakah itu sejarah yang luput dari sejarawan, maka perlu menjawab pertanyaan. Misalnya, kapan tepatnya Sukarno meminta hal itu kepada Khrushchev?; Melalui media apakah, telepon atau surat?; Apakah ada dokumen atau saksi yang menguatkan permintaan tersebut?
Jika tiga pertanyaan tersebut terjawab secara komprehensif dan termaktub dalam penelitian ilmiah, maka sangat penting bagi para sejarawan untuk mengkaji kembali. Apalagi, saat kunjungan Sukarno, Soviet sedang melegalkan ateis sebagai agama negara mereka.
Dua topik serupa tentang kisah Sukarno juga tercantum dalam buku
Sahabat Lama, Era Baru:
pasang surut hubungan Indonesia-Rusia, penulis Tomi Lebang (Grasindo, 2010). Namun, data-data Tomi bukan berdasarkan kajian
history, melainkan
storydari hasil kompilasi kliping-kliping berita media masa terbitan Jakarta.
Menanggapi topik itu, Ahmad Ilham Danial, seorang rekan mahasiswa S3 jurusan Ilmu Sejarah dan Arkeologi, Universitas Federal Kazan, menilai permintaan Sukarno kepada Khrushchev yang seringkali didengar masih berupa
story.
Menurutnya, jika hendak membicarakan sejarah, maka fondasinya ada pada sumber, baik tulisan maupun lisan. Tidak bisa memakai istilah umum, misalnya, “konon” atau “katanya” tanpa sumber yang terverifikasi. Apalagi, belum ada dalam catatan ilmiah perihal permintaan Sukarno.
“Keterangan-keterangan tentang permintaan Bung Karno agar Khrushchev menemukan kembali makam Imam Bukhari dan pembukaan kembali Masjid Biru, masih berupa perkataan lisan. Itu belum bisa diverifikasi atau dilakukan penelitian sejarah terhadapnya,” jelas Danial.
Sebagaimana buku biografi Sukarno yang ditulis oleh jurnalis Amerika Serikat, Cindy Adams, masih menjadi referensi sejarawan dalam meneliti tentang Sukarno. Cindy tidak menyinggung dua topik perihal permintaan Sukarno di Soviet.
“Saya kira keterangan-keterangan yang sah justru barangkali masih tersimpan rapi. Terutama, di lembaga-lembaga arsip pemerintah atau memoar dari orang-orang dekat Bung Karno yang belum dipublikasikan hingga saat ini,” nilai Danial.