Mendikbudristek, Nadiem Makarim. Foto: Zoom
Mendikbudristek, Nadiem Makarim. Foto: Zoom

Wawancara Khusus Mendikbudristek, Nadiem Makarim

Merdeka Belajar, Satu Lompatan yang Seharusnya Sejak Lama Dilakukan

Ilham Pratama Putra • 17 Agustus 2021 17:01
Jakarta:  Hari Ulang Tahun ke-76 Republik Indonesia lagi-lagi masih harus dirayakan di tengah pandemi covid-19.  Sebuah wabah yang telah memaksa peserta didik menjalankan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), sebuah disrupsi yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.  
 
Namun berkat pandemi pula, Indonesia telah membuktikan ketangguhannya sebagai sebuah bangsa.  Ditambah lagi melalui Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), perjuangan untuk melewati krisis ini pun semakin kuat. 
 
Sebuah konsep warisan dari pendiri sistem pendidikan nasional, Ki Hadjar Dewantara yang coba diletakkan kembali oleh Mendikbudristek, Nadiem Makarim untuk membuat generasi Indonesia semakin merdeka dalam berpikir, berkarya menuju bangsa yang kuat dan tangguh. 

Lalu bagaimana peran MBKM itu sendiri dalam memperkuat Indonesia dalam melewati krisis ini? Simak jawaban lengkapnya dari Mendikbudristek, Nadiem Makarim dalam wawancara khusus edisi HUT ke-76 RI yang dikutip dari Newsmaker Medcom.id berikut ini:
 
T:  Sudah 1,5 tahun pandemi ini berlangsung. Dalam konteks pendidikan, selama itu pula pelajar dan guru telah malalui pembelajaran jarak jauh (PJJ). Ini disrupsi yang tak pernah terbayangkan. Apa lesson learn yang bisa diambil?
 
J:  Mungkin lesson learn utama yang bisa diambil dari pengalaman ini adalah betapa tangguhnya bangsa ini dan bagaimana kita berdapatasi dengan suatu metode pembelajaran yang berbeda dengan berbagai tantangannya dalam waktu yang cepat.
 
Baca juga:  Dijajah Covid-19, Kemerdekaan Belajar Pantang Mundur
 
Walaupun tantangannya sangat besar, tapi saya melihat kemampuan bangsa kita bergotong royong, kemampuan guru-guru berdaptasi dan tetap melangsungkan pembelajaran itu luar biasa.  Saya melihat partisipasi orang tua membantu anak-anaknya itu satu hal baru dan luar biasa. Itu pembelajaran utama yang bisa diambil.
 
T:  Bagaimana Kemenristekdikti memanfaatkan dan memajukan agenda pendidikan nasional dalam pembangunan Sumber Daya Manusia?
 
J:  Di masa pandemi ini menjadi jelas berbagai isu atau permasalahan di dunia pendidikan. Contohnya kesenjangan digital yang terjadi di dalam dunia pendidikan. Permasalahan tidak mungkin terlihat kalau tidak ada pandemi ini.
 
Jadinya untuk kita mengubah tantangan ini menjadi kesempatan, effort pemerintah untuk memastikan internet, dan alat TIK digitalisasi itu terjadi.  Terakselerasi dengan cepat karena pandemi ini. Jadinya itu satu hal, digitalisasi untuk menutup kesenjangan digital itu sangat besar.
 
Kedua adalah kita belum pernah melihat adopsi teknologi sebesar ini dari guru-guru kita. Dan itu tidak bisa dilatih, tidak bisa mengerjakan secara organik, terpaksa mereka menggunakan teknologi. 
 
Jadi sekarang seluruh insan pendidikan sudah bisa menggunakan berbagai aplikasi dengan semua tantangannya.  Tetapi ini adalah satu hal kesempatan terbesar untuk melakukan lead, dengan banyak guru mengenal aplikasi, maka cara anak belajar saat Pembelajaran Tatap Muka (PTM) tak sama lagi, ini kesempatan besar.
 
 

 
Ketiga, ini membuat topik pendidikan menjadi prioritas. Karena sebelum itu pendidikan itu satu hal yang dikritik, apa yang dapat diperbaiki. Tapi pada masa Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini, topik pendidikan menjadi meningkat pesat kepentingannya.
 
Sehingga inisiatif perubahan dan transforsmasi jadi utama, bukan hanya untuk pemerintah, tapi juga untuk orang tua, guru dan murid yang mengalami tantangan. Jadi topik pendidikan bagaimana proses pembelajaran yang terbaik itu menjadi topik yang hot, topik yang mendorong perubahan yang mau kita lakukan.
 
Sekarang kita punya animo melakukannya lebih cepat, seperti kemerdekaan dalam ruang kelas, seperti digitalisasi platform digital yang bisa digunakan untuk menjadi sekolah, meningkatkan kemampuan kepemimpinan para guru dan lain-lain.
 
T:  Segala penyesuaian yang dilakukan setengah terpaksa ini menjadi akselerasi Merdeka Belajar. Jika dikaitkan dengan dunia digital, kenapa konsep seperti ini yang diyakini sebagai konsep terbaik?
 
J:  Ini bukan konsep terbaru, ini dari pendiri sistem pendidikan kita, Ki Hadjar Dewantara dan Presiden Soekarno pada saat itu. Di mana fokus daripada sistem pendidikan adalah kemerdekaan untuk berpikir, kemerdekaan untuk berkarya, untuk berdiri sendiri sebagai seorang individu dan dalam masyarakat.
 
Jadi sebenarnya kita kembali ke rencana awal dari pendiri bangsa kita. Jadi Merdeka Belajar itu adalah satu kebijakan transformasi pendidikan yang holistik.  Program-program kebijakan turunannya itu melengkapi. Tapi secara khusus seperti Kampus Merdeka, Merdeka Belajar ini merupakan satu lompatan yang seharusnya sudah lama kita lakukan.
 
Baca juga:  Jalan Gelap Disabilitas, Nyalakan Terang di Manchester
 
Artinya, kembali kepada memberikan kemerdekaan di setiap lini dan setiap sistem pendidikan. Saya ambil contoh otonomi di bidang pendidikan untuk menentukan apa priortias mereka, spesialis mereka dan proses pembelajaran yang mereka lakukan.
 
 Kedua kemerdekaan para guru dan pengajar untuk memilih aspek kurikulum dan memodifikasinya untuk kebutuhan berdasarkan kemampuan dan minat masing-masing anak-anaknya. Kemerdekaan guru untuk maju lebih cepat atau lebih pelan, tergantung kemampuan muridnya, kemerdekaan untuk menggunakan anggaran sesuai  kebutuhan.
 
Kemerdekaan untuk mahasiswa, dia mau belajar di dalam atau di luar kampus. Kebebasan dosen untuk bilang bahwa passion-nya melakukan penelitian atau kontribusi di industri dan kemerdekaan untuk tidak mengorbankan kariernya, tapi minat dan bakat masing-masing.
 
Ada banyak aspek dari kemerdekaan belajar yang satu per satu kita tingkatkan agar ekosistem satuan pendidikan kita menghasilkan anak-anak yang juga merdeka, anak-anak yang otonom, anak-anak yang mandiri punya kreativitas dan berkolaborasi dan kemampuan berinovasi. Mana mungkin kita menciptakan anak-anak seperti itu, kalau sekolahnya sendiri tidak punya nilai-nilai tersebut.
 
 

 
T:  Bagaimana penerjemahan, atau apakah kita siap menyambut kemerdekaan itu? Konsep Merdeka Belajar kan hadir sebelum pandemi, setelah ada pandemi seberapa jauh penyesuaian yang harus dilakukan dan apakah sudah sesuai output-nya?
 
J:  Jangan lupa, kita baru satu setengah tahun memulai proses Merdeka Belajar ini. Jadinya ini adalah hal baru. Tetapi pada situasi pandemi ini banyak episode-episode Merdeka Belajar yang sudah keluar, itu satu hal yang perlu diapresiasi. Dengan sejumlah tantangan, kita berhasil mengakselerasi beberapa perubahan yang mungkin belum terjadi 10 tahun ke belakang.
 
Contohnya, Ujian Nasional (UN) sudah 10 tahun diperdebatkan karena menjadi beban guru, orang tua dan lain-lain. Itu semua kita ubah menjadi Asesmen Nasional (AN) yang fokus pada standar literasi dan numerasi yang tidak bisa di-bimbel-kan, yang mengikuti standar internasional, dan juga tidak berdampak kepada murid dan guru tapi memotret sekolahnya.
 
Kembali pada esensi, jadi hasil AN membantu satuan pendidkan untuk mengetahui dia arahnya kemana. Bukan untuk menghukum siswa, siswanya enggak masuk sekolah ini sekolah itu, ataupun membuat stress orang tua harus mengeluarkan uang buat bimbel.
 
Jadi ini salah satu peluang kemerdekaan yang kita berikan kepada murid dan guru. Cara pengukuraannya, kita ubah menjadi standar konsep numereasi dan literasi yang universal, dan bukan berdasarkan penyerapan informasi.
 
Belum pernah terjadi 10 tahun terakhir, sekarang semua organisasi termasuk Medcom bisa menjadi mini universitas dalam program Kampus Merdeka. Semua perusahaan berkualitas, semua riset, semua ormas bisa menjadi universitas selama enam bulan melalui Kampus Merdeka, program magang bersertifikat atau project studi independen.
 
Jadi belum pernah kita membuka ruang yang definisi universitas sampai ke institutsi nonakademik dengan full pemberian 20 Satuan Kredit Semester (SKS) bagi murid-muridnya. Itu belum pernah terjadi 10 sampai 20 tahun, bahkan kapanpun belum pernah terjadi. Organisasi apapun bisa berpartisipasi sebagai mini universitas yang imersif.
 
 

 
T:  Program dengan pemberian 20 SKS akan disambut baik mahasiswa. Namun sejauh apa pemahaman rektor terkait pembobotan 20 SKS ini?
 
J:  Karena ini kebijakan nasional, berarti mau tidak mau ketika murid-murid itu diterima, di dalam satu program yang sudah diagregasi Kemendikbudristek, maka anak itu harus mendapatkan 20 SKS. Jadi itu bukan ditawar.
 
Kenyataannya banyak rektor-rektor, dosen-dosen yang kewalahan karena program studi (prodi)-nya mesti beradaptasi ya, agar masih muat gitu, jadi yang mandatori kuliah dalam prodi di kuliah harus berkurang karena harus ada ruang enam sampai 12 bulan keluar kampus.
 
Jadi walaupun merepotkan, tapi banyak dari mereka yang sangat mendukung, dan banyak yang menanti bahwa sebenernya murid-murid mereka ini bebas belajar di dalam lautan terbuka. Bukan hanya di kolam renang akademia, dua aspek ini luar biasa.
 
Dua tahun pertama ini, dalam pandemi kita hampir mencapai 400 ribu lamaran untuk magang bersertifikat di 160 perusahaan yang bergabung. Jadi total posisi yang masih available itu 20 ribu. Bayangkan di ronde pertama aja 20 ribu, tapi 400 ribu yang apply mahasiswa untuk program ini.
 
Bukan cuma itu, 35 ribu mahasisawa terpilih untuk Kampus Mengajar. Itu akan dikirimkan ke SD-SD, SMP-SMP di semua daerah tertinggal, terluar, terdepan (3T) untuk membantu mengejar ketertinggalan yang disebabkan di masa pandemi ini. Mereka akan banyak membantu guru-guru di daerah. Jadi kita mengirim banyak anak-anak.
 
Dan sekarang dengan bantuan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). untuk pertama kalinya kita akan kirimkan anak-anak ke luar negeri untuk satu semester.  Jadi ini membuka peluang untuk anak-anak yang enggak bisa diterima S2-S3 full program di luar negeri, tapi dia punya kesempatan satu semester, punya pengalaman yang akan mengubah perspektif dia mengenai dunia selama satu semester.
 
Bukan cuma itu, kita pun mengatur dan mengeluarkan posisi 20 sampai 30 ribu anak untuk pertukaran domestik. Jadi anak-anak di dalam negeri pun akan bisa melakukan satu semester di pulau yang lain, di universitas lain, untuk mengasah jiwa sosial, dan identitas dirinya sebagai orang Indonesia, mengasah kebinekaannya.
 
Jadi, kuncinya mobiltas anak-anak itu keluar dari kampus, anak itu keluar dari prodi untuk meredifinisikan apa yang dimaksud perguruan tinggi, dalam suatu cara yang  dramatis. Kita itu impiannya jangan terus mengejar ketertinggalan, tapi kita jadi inovator, pemimpin di dalam sektor pendidikan tinggi sehingga negara lain melihat kita melakukan hal yang jauh lebih berani mengambil lompatan yang lebih besar.
 
T:  Kapan hasil dari Merdeka Belajar ini dapat kita rasakan?
 
J:  Bedanya sektor pendidikan, dengan yang lain itu. dia membutuhkan kesabaran yang luar biasa karena hasil dan dampaknya akan dirasakan bertahun-tahun setelah kebijakannya keluar. Tapi semangatnya bisa dirasakan hari ini.
 
Tapi dampak kepada ekonomi, dampak sektor industri, dampak kepada kesejahteraan anak-anak muda kita saat keluar dari sistem pendidkan itu akan terasa lima sampai 10 tahun ke depan dari kebijakan ini.
 
 

 
T:  Salah satu produk pandemi adalah serial Merdeka Belajar, Kampus Merdeka. Evaluasinya sejauh ini seperti apa? Kaitanya dengan HUT RI ke 76 seperti apa harusnya merefeleksikan semangat kebijakan dalam implementasi kemerdekaan?
 
J:  Ada beberapa pilar dari Merdeka Belajar, AN salah satunya. Kampus Merdeka dan ada beberapa yang benar menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pertama kali dana BOS itu dikalkulasi per murid jadi berbeda, per area.
 
Jadi area-area yang mempunyai indeks kemahalan yang lebih tinggi seperti daerah kepualauan seperti Papua, Maluku dan 3T itu mereka dana BOS-nya meningkat signifikan, ada yang sampai 50 persen ada 100 persen.
 
Ini adalah hal-hal yang menjelaskan keseragaman itu belum tentu keadilan. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, itu adalah prinsip utama yang kita gunakan untuk dasar kebijakan ini. Dan itulah contoh-contoh yang mau kita lakukan untuk mengakselerasi, afirmasi, mengejar ketertinggakan daerah 3T agar mereka punya kesempatan meraih posisi.
 
Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) yang kita lakukan di sana itu cukup luar biasa. Karena KIP-K itu hanya Rp2,4 juta rupiah per semester, tapi implikasi bagi sekolah dan prodi mahal, yang anak lulusan di situ akan mendapat posisi terbaik.
 
Tapi itu tidak menjadi kesempatan bagi anak-anak yang kurang mampu penerima KIP-K, karena terlalu mahal jadi banyak universitas yang tidak mau menerima anak-anak KIP-K. Tapi sekarang kita ubah, untuk prodi (akreditasi) A bisa naik hingga Rp12 juta rupiah, prodi B Rp4 juta.
 
Ini memberikan insentif besar buat anak-anak yang dari keluarga kurang mampu, lompat dalam sosial mobilitas dengan masuk program-program terbaik, program termahal. Jadi benar-benar kayak beasiswa full. Jadinya biaya tidak menghalangi lagi. Jadi ini perubahan besar dalam kebijakan anggaran kita. Jadinya saya cukup bangga dengan berbagai inisiatif tim kita, yang memegang asas-asas nilai Pancasila itu menjunjung tinggi dalam kebijakan kita.
 
T:  Bidang Riset dan Teknologi, dua bidang yang dekat di hati, dekat dengan latar belakang Mas Menteri. Bagaimana visi Mas Menteri, memerdekakan ristek, dan membesarkan ristek dan bagaimana ristek akan memberikan daya dukung bagi kemajuan Indonesia di masa yang akan datang?
 
J:  Kita jangan lupa sudah dibentuk Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN). BRIN ini sebagai eksekutor utama dari strategi riset pemerintahan. Semua anggaran konsolidasi dari riset berbagai kementerian akan dipuasatkan di BRIN.
 
Priortias kami untuk menjalani kerja sama  dengan BRIN secara efektif. Memastikan bahwa kita bisa memberikan melayani BRIN dengan berbagai kebijakan, berbagai arahan dukungan dari  SDM perguruan tinggi untuk memastikn riset priortias yang dilaksanakan BRIN itu sukses, itu pertama.
 
Kedua yang kita lakukan mengikuti arahan Presiden, untuk fokus area-area jangan semua dikerjakan. Fokus pada area yang terpenting dan sering sekali di-mention Pak Presiden yaitu area green economy, bagaimana perubahan iklim pindah ke energi yang renewable, berkesinambungan.
 
 

 
Bagaimana blue economy yaitu aset maritim kita, dan juga fokus pada bidang kesehatan karena pandemi. Juga teknologi digital, bagaimana itu bisa mentransformasi, bukan hanya sektor swasta, tapi juga sektor pemerintahan. Riset ke arah Artificial Intelegent (AI ) dan lain-lain itu juga sama pentingnya. Itu fokus yang sebenarnya adalah hal yang paling urgent.
 
Yang dibutuhkan bukan hanya pemerintah, tapi juga menyelesaikan masalah paling kristis yang dihadapi orang Indonesia di dalam beberapa tahun dan puluhan tahun ke depan. Jadi itu fokusnya.
 
Untuk melaksanakan ini, tentu ada berbagai kebijakan yang harus mendukung proses dan SDM daripada ristek. Satu hal, dengan Kampus Merdeka sekarang semua proses proyek riset bisa menjadi full immersive proyek-proyek bagi mahasiswa dan dosen.
 
Jadi untuk dosen-dosen yang melakukan riset ful time dalam satu proyek itu sama saja dengan mengajar, karena mahasiswa yang mengikuti riset itu tidak harus mengambil subjek-subjek lain. Kalau dia mau melakaukan seperti itu, magang itu bisa dilakukan, bisa mendapatkan full SKS.
 
Jadi sekarang riset itu dinaikkan selevel 20 SKS seperti magang bersertifikat. Jadi Kampus Merdeka mengubah total, struktur pemberikan kredit, baik untuk mahasiswa maupun dosen untuk melakukan riset, karena riset termasuk dalam menu Kampus Merdeka. Dan itu akan mempermudah dengan cara yang besar.
 
Dan tentunya kita akan mendukung perguruan tinggi kita untuk menentukan spesialisasinya mau apa. Inovasi-inovasi yang dilakukan selama pandemi ini cukup luar biasa, hampir semua inovasi itu keluar dari BRIN dan perguruan tinggi kita, dan menurut saya itu perlu ditingkatkan dan memastikan bahwa hilirisasi itu terjadi.
 
Jadi proses hilirisasi adalah gap terbesar. Jadi dari pertama harus melibatkan industri, langsung sudah ada jalur untuk hilirisasi.
 
T:  Green dan blue economy dan teknologi digital adalah area potensial yang dapat dikerjakan perguruan tinggi?
 
J:  Itu area fokus terpenting buat Indonesia. Sudah banyak hal inovasi di bidang kesehatan, perubahan iklim, banyak universitas kita yang sudah fokus riset di situ. Kita melaksanakan suatu kebijakan yang cukup berbeda, yaitu konsep yang namanya matching fund. 
 
Jadi kita membuat platform namanya Kedaireka, lalu kita melihat-nah kita menawarkan kalau ada industri dalam platform ini ada perjodohan, antara permasalahan-permasalahan industri dan kapabilitas universitas menyelesaikan masalah tersebut.
 
Dalam matching fund ronde pertama itu ada 1.200 project proposal keluar, berdasarkan kerja sama industri dan universitas. Jadi insentifnya kalau industri memberikan 1 rupiah, kita memberikan 1 rupiah terhadap program-program ini, itu luar biasa semangat industri terlibat dalam proses ini. 
 
 

 
Menurut saya ini program insentif tersukses yang pernah terjadi dalam partisipasi industri ke dalam pendidikan di sejarah Indonesia. Matching fund ini insentif yang ageresif yang benar-benar simple dan jelas bagi industri. Anda masukan 1 rupiah tentu dia tidak akan memasukan 1 rupiah itu tanpa ada benefit untuk dia di risetnya. Jadi relevensinya sudah terjamin, jadi ini contoh-contoh bukan what-nya saja tapi how-nya pun kita uubah, bagimana cara penganggaran yang meningkatkan relevensi dengan dunia usaha dan dunia industri (dudi).
 
T:  Kalau bicara melanjutkan subsidi kuota, bantuan Uang Kuliah Tunggal (UKT), lalu digitalisasi pendidikan juga kini tengah dikebut.  Sebenarnya seperti apa digitalisiasi ala Mas Menteri?
 
J:  Pertama saya harus memisahkan. Banyak orang mengira digitalisasi pendidikan ini berkaitan dengan PJJ. Ini tidak ada kaitannya dengan PJJ. Digitalisasi pendidikan itu, PJJ atau tidak, itu harus dilakukan.
 
Tidak ada sekolah masa depan yang bisa berfungsi tanpa akses kepada konten digital dan internet itu jadi keharusan. Walaupun misal tak ada pandemi pun, kita harus mengerjakan digitalisasi sekolah ini. Cuma sekarang terakselerasi, karena kebutuhannya, ternyata menjadi kelihatan lebih besar. Jadi makanya kita akselerasi.
 
Apa itu digitalisasi pendidikan? Yang mau kita lakukan sebenarnya secara konsep sangat simple. Kita mau memberikan tool kit-tool kit kepada guru, kepada kepala sekolah dan murid-murid kita untuk bisa mengakses sebanyak mungkin materi.
 
Materi untuk siswa belajar, materi untuk guru belajar, bagaimana menjadi guru. Platform untuk guru bisa berkolaborasi dengan guru lain, untuk bisa belajar menjadi guru yang lebih baik. Platform-platform yang membantu kepala sekolah untuk bisa melakukan pelaksanaan anggaran sekolah yang lebih efisien juga lebih merdeka menurut kebutuhan masing-masing.
 
Itu platform digital yang akan kita buat di Kemendikbudristek, juga bermitra dengan pemain platfom lainnya. Tapi utamanya kita buat platfom sendiri, platform gratis, situs untuk manajemen sekolah. Contoh misalnya asesmen agar guru bisa mengetahui level murid-muridnya. Sehingga dia bisa mengetahui di level mana ini kelas saya. Platform guru untuk belajar mandiri meningkatkan kemampuannya.
 
Semua ini tidak akan bisa terjadi kalau, sekolah-sekolah atau murid tidak punya alat TIK dan internet yang baik. Makanya paket TIK ini menjadi suatu requirement dasar untuk strategi apapun di digitalisasi. Kalau mereka tidak punya laptop ya sama saja bohong kita menciptakan berbagai macam platfom ini.
 
Laptop, proyektor, router dan berbagai macam peralatan TIK untuk mengakses informasi, untuk akses materi kurikulum yang jauh lebih variatif, yang menyenangkan dan untuk meningkatakan kompetensi guru dan kepala sekolah, meningkatkan kolaborasi juga di sekolah ke kota besar.
 
Jadi ini adalah tujuan dan salah satu prakondisinya. Jadi ini level nol daripada digitalsiasi sekolah adalah mereka harus bisa mengakses teknologi digital itu. Kenapa ini menjadi priortias bagi Presiden? Agar kita melakukan lompatan besar. Nanti digunakan untuk apa saja itu laptop, bisa juga platfom dari pemerintah atau platfom yang kita belum tahu.
 
Tapi kita akan memberikan sekolah kemerdekaan kepada sekolah untuk bereksperimentasi dengan berbagai macam platfom yang mereka inginkan, dan itu adalah keindahan kemerdekaan.
 
 

 
T:  Indonesaia tangguh, Indonesia tumbuh. Agenda khusus apa yang diberlakukan untuk mendukung tema kemerdekaan tahun ini?
 
J:  Peringatan kemerdekaan tahun ini punya makna yang cukup spesial bagi saya, karena saat ini kita dalam upaya untuk pulih daripada pandemi ini. Negeri kita lagi sakit dari berbagai aspek bukan hanya kesehatan tapi juga dalam aspek ekonomi juga pendidikan. Jadi semangat dan optimisme itu adalah bekal kita, benar-benar jadi bekal kita untuk bangkit dan lompat dari situasi ini. 
 
Makanya Kemendikburistek punya berbagai program rangkaian perlombaan bagi pelajar, pendidik, pelaku seni yang kami berikan nama temanya, Rayakan Merdekamu. Dan ini dilakukan untuk mengisi ruang-ruang kemerdekaan yang kosong karena pandemi, masih melanda dan tidak bisa dilakukan secara fisik.
 
Sekaligus untuk menguatkan karakter bangsa kita ya, untuk juga memberikan cermin kepada kita, walaupun kita di berbagai kesulitan, kesengsaraan tapi kita ini negara yang sudah melalui berbagai macam bencana.  Kita ini negara yang tangguh, apalagi generasi muda kita yang telah melalui ini. Kita akan keluar menjadi generasi yang lebih kuat lagi.
 
T:  Terakhir, yang ingin disampaikan khusus kepada stakeholders dunia pendidikan?
 
J:  Saya cuma mau mengingatkan lagi di hari kemerdekaan yang ke-76 ini, saya ingin mengajak semua masyarakat kembali memaknai, apa sih esensi, apa makna gotong royong, sebagai salah satu nilai terpenting, pada saat Indonesia terbentuk menjadi negara yang merdeka.
 
Nah nilai itulah yang mesti kita gali kembali di masa yang sulit ini, untuk mengeluarkan kita dari masa krisis ini. Tapi juga untuk memperkuat kita ke depannya sehingga kita menjadi salah satu negara yang paling tangguh untuk generasi ke depannya.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan