Ada alasan kenapa anak yang sekolah online sering uring-uringan. Lalu, bagaimana sikap orang tua? Simak jawaban psikolog. (Foto: Ilustrasi. Dok. Pexels.com)
Ada alasan kenapa anak yang sekolah online sering uring-uringan. Lalu, bagaimana sikap orang tua? Simak jawaban psikolog. (Foto: Ilustrasi. Dok. Pexels.com)

Mengapa Anak Uring-uringan Ketika Harus Sekolah Online?

Rona psikologi anak perkembangan anak
Raka Lestari • 13 Agustus 2020 12:00
Jakarta: Selama periode School From Home (SFH) atau sekolah daring, tidak banyak orang tua yang mengeluhkan sang anak menjadi uring-uringan dan rewel. Terutama ketika anak harus belajar. Dan terkadang anak-anak juga terlihat kurang bersemangat ketika harus mengikuti kelas daring di sekolahnya tersebut.
 
Psikolog anak, remaja, dan keluarga, Efnie Indrianie, M.Psi. dari Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Bandung menjelaskan bahwa pada tahapan usia balita, anak sedang berada pada fase sensorik motorik. 
 
“Artinya, mereka melihat dan menyentuh baru menganggap itu ada. Kalau (kelas) secara virtual, artinya mereka melihat itu tidak nyata, sehingga membuat mereka menjadi tidak nyaman,” ujarnya. 

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Ia juga menambahkan bahwa balita hanya bisa fokus sekitar lima menit. Sehingga jika dipaksa mengikuti kelas online berlama-lama menjadi lebih rewel. 
 
Anak pun menganggap rumah sebagai comfort zone alias zona nyamannya. Itulah mengapa ia akan berperilaku semaunya dan terkadang sulit terkendali. 
 
 

Tetap butuh stimulasi fisik

Dan di masa ini, stimulasi sentuhan fisik yang nyata juga dibutuhkan. Jadi ketika tidak bisa merasakan suasana kelas, duduk di kursi, melihat gurunya, serta berinteraksi dengan teman-teman sebayanya secara langsung, anak jadi sulit beradaptasi. 
 
Efnie menyarankan agar orang tua bisa menciptakan memori yang positif dalam benak anak saat mengajaknya mengikuti kelas daring atau mengerjakan tugas sekolah. 
 
“Kalaupun mereka hanya bisa fokus hanya sekian menit, sebaiknya harus memaklumi. Jangan langsung dibentak, dimarahi, atau membuatnya kapok. Tetaplah dampingi dan berikan imbauan kepada anak dengan lembut, sehingga terbentuk kenyamanan serta memori belajar daring menjadi positif dan tidak horror,” saran Efnie. 
 
“Pemberian hadiah sebenarnya boleh saja, tetapi tidak semua anak cocok,” ujar Efnie. Ia pun menambahkan agar jangan langsung memberikan reward, melainkan menggunakan sistem poin jika anak berbuat baik selama seharian penuh, tidak hanya ketika mau bersekolah saja.
 
Di akhir pekan, poin bisa ditukar dengan hadiah, tetapi pilihan hadiah sudah ditentukan oleh orang tua. Hindari memberikan hadiah yang bersifat mahal atau spektakuler. Cukup berikan mainan yang bersifat edukatif atau makanan favoritnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(TIN)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif