Ketika informasi dan data beredar terpampang setiap detik di depan mata kita, maka kemampuan untuk menyerap dan memilah informasi yang benar, serta tantangan membuat data yang tepat menjadi sebuah kebutuhan dasar.
Prinsip dasar Budaya Data (Data Culture) tidak hanya bicara soal kemampuan masyarakat atau sekelompok orang dalam mengumpulkan dan menggunakan data dan fakta yang ada untuk membuat keputusan (data-driven decision making), tetapi juga bagaimana mengidentifikasi data yang tepat tersebut untuk diolah secara tepat. Sehingga mampu berkontribusi dalam pengambilan setiap langkah kebijakan oleh individu atau komunitas.
Di era disrupsi ini, budaya data sangat penting bagi masyarakat, organisasi, serta pemerintah agar bisa mengambil keputusan secara tepat dan cepat.
Literasi Data
Literasi data (data literacy) adalah kemampuan setiap individu, organisasi, atau lembaga dalam mengintepretasikan dan menganalisis data secara akurat. Dalam merespons sebuah fenomena, masyarakat atau organisasi dengan budaya data akan mampu mengonfirmasi rumor yang beredar dengan menggali berbagai data, dan menganalisis apakah fenomena tersebut benar terjadi, mengapa bisa terjadi, dan apakah dapat diperkirakan kejadian berikutnya. Masyarakat serta organisasi, baik swasta ataupun pemerintahan dengan budaya data yang baik akan mampu menceritakan setiap kebijakan yang diambil berdasarkan data dan informasi dengan runtun dan terukur. Setiap individu akan kritis terhadap setiap data dan informasi yang disajikan. Para jurnalis di media massa juga akan mampu memberikan berita serta reportase berdasarkan data yang akurat dan relevan.
Budaya data dimulai dengan literasi data di tingkat pimpinan sebuah komunitas, organisasi, maupun lembaga pemerintahan.
Keamanan Data
Budaya data juga sangat terkait erat dengan keamanan dan tata kelola dari data yang dimulai dari pemilik data itu sendiri, individu, organisasi, maupun perusahaan. Bagaimana kita dapat menentukan data mana yang boleh dibagi (share), data yang hanya untuk kalangan tertentu (limited access), atau data yang sifatnya sangat rahasia (confidential).Kebutuhan fotocopy atau scan KTP untuk berbagai urusan administrasi yang kadang diminta oleh lembaga resmi menujukkan belum sadarnya akan keamanan data. Bocornya berbagai data pribadi baik di lembaga resmi maupun di platform e-commerce memperlihatkan bagaimana perlindungan data pribadi masih belum sepenuhnya terjaga.
Membentuk Masyarakat Sadar Data
Pembentukan sebuah komunitas, yang kemudian meningkat menjadi masyarakat dengan budaya data bukan hanya terkait dengan teknologi informasi, tapi diperlukannya perubahan mindset, perilaku (attitude) dari setiap anggota masyarakat. Beberapa kegiatan telah dilakukan oleh Badan Pusat Statistik untuk mendekatkan data kepadamasyarakat, seperti Gerakan cinta statistik, pembentukan 1000 desa cinta statistik (Desa Cantik) diseluruh penjuru Indonesia, serta didirikannya pojok statistik (statistics corner) di berbagai universitas.
Proses selanjutnya adalah bagaimana berbagai data dapat diakses dengan mudah oleh seluruh lini masyarakat. Berbagai website mengenai data telah tersedia, seperti situs BPS, informasi covid-19, kata data, data boks, satu data Indonesia, serta aplikasi AllstatBPS telah diluncurkan untuk mendekatkan seluruh informasi yang ada kepada masyarakat sehingga dapat digunakan dengan baik dan cepat.
Tidak hanya masyarakat, budaya data ini sangat penting baik bagi pemerintah pusat maupun daerah. Kebutuhan data untuk kebijakan dimulai dari pimpinan daerah yang kemudian diimplementasikan menjadi sebuah budaya bagi seluruh pimpinan di bawahnya serta staf.
Analisis dan kegiatan statistik diintegrasikan dalam setiap proses pengambilan kebijakan.
Tantangan lainnya adalah belum meratanya teknologi digital dan akses terhadap informasi di Indonesia (digital gap). Belum lagi beragam karakteristik geografis serta budaya masyarakat Indonesia.
Pengembangan budaya data dapat dimulai dengan berbagai kegiatan berbasis kemasyarakatan dan kearifan lokal sehingga nilai-nilai budaya data dapat diterima dengan baik dan mampu digunakan dalam setiap kegiatan masyarakat.
Kesiapan memasuki Era Society 5.0
Terminologi Society 5.0 yang dicetuskan oleh pemerintah Jepang merupakan era di mana semua teknologi tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari diri manusia. Teknologi komunikasi, Kecerdasan artifisial, big data, menjadi bagian dari kehidupan yang komponen utamanya adalah manusia dituntut untuk mampu memecahkan masalah kompleks, berpikir kritis, kreatif, mampu beradaptasi, dan menciptakan nilai-nilai baru dengan berbagai teknologi tersebut.
Pada Society 5.0 atau yang sering disebut juga dengan "masyarakat super cerdas" (super-smart society), budaya data menjadi kemampuan yang sangat diperlukan pada abad ke-21 ini. Budaya data akan mencakup berbagai keahlian (skills) yang diperlukan dalam society 5.0 seperti keahlian, creativity, critical thinking, information literacy, media literacy, dan technology literacy.
Siapkah kita memasuki era ini? Kemampuan berpikir secarastatistik menjadi literasi fundamental di abad 21 ini.
Seperti ungkapan yang disebutkan ahli statistik Samuel Wilks pada tahun 1951 yang merupakan ringkasan dari buku HG Wells:
"Statistical thinking will one day be as necessary for efficient citizenship as the ability to read and write."