Berdasarkan gender, survei memperlihatkan yang cukup atau sangat khawatir tertular ialah perempuan, yakni mencapai 72%. Berdasarkan etnis, mayoritas yang takut tertular Omicron ialah Minang sebesar 88,2%. Kemudian diikuti etnis Melayu 83,7%, Sunda 72%, dan Jawa 67%. Mayoritas masyarakat juga setuju untuk diberikan vaksin
booster. Jumlahnya 50,7%. Adapun yang sangat setuju 10,8%.
Covid-19 sudah dua tahun menginvasi planet bumi, termasuk Indonesia tentu saja. Virusnya terus bermutasi kendati ada kabar baik bahwa ia diperkirakan semakin melemah. Omicron, misalnya, meski dari sisi penularan jauh lebih cepat ketimbang pendahulunya, delta, tingkat keparahan lebih ringan. Pun dengan tingkat fatalitasnya.
Namun, bukan berarti Omicron tak perlu dikhawatirkan lagi. Boleh-boleh saja sejumlah negara telah berdamai dengan covid-19. Sebut saja Inggris, Denmark, Swedia, Prancis, dan Italia. Swedia bahkan mendeklarasikan bahwa pandemi covid-19 sudah berakhir.
Mereka memangkas atau mencabut pembatasan, juga melonggarkan atau meniadakan protokol kesehatan. Padahal, kasus positif masih tinggi. Rumah sakit juga masih dibikin repot. Mereka begitu percaya diri karena cakupan vaksinasi sudah sangat tinggi.
Sementara itu, kita? Data Kementerian Kesehatan menunjukkan untuk vaksinasi pertama memang kian mendekati target sasaran 208.265.720 orang. Menurut data per 23 Februari 2022, mereka yang sudah mendapatkan vaksin dosis pertama 190.228.123 atau 91,34%. Namun, dosis kedua masih terbilang rendah, yakni 142.270.154 penduduk atau 68,31% dari target. Apalagi vaksin ketiga alias
booster yang baru 9.166.808 orang atau 4,40%.
Atas realitas tersebut, hasil survei terbaru bahwa mayoritas masyarakat khawatir tertular Omicron tak perlu dikhawatirkan. Ia justru bagus. Kendati enggak sampai 70%, ia cukup melegakan.
Dengan kekhawatiran, orang akan termotivasi menghindari penyebab paparan. Yang belum vaksin segera divaksin, yang selama ini mengabaikan prokes, segera mematuhi. Lebih baik khawatir ketimbang sok berani, sok yakin.