Kelima, naskah akademik BPHN mencoba untuk membedakan status antara warga negara dengan presiden ataupun instansi negara tertinggi lainnya. Ini adalah salah kaprah konstitusional filosfis. Indonesia sejak awal sudah memilih bentuk negara republik (bukan monarki), yang berarti seluruh warga negara tidak dapat dibedakan satu pun statusnya.
Dalam sejarah, waktu orang atau bangsa modern bermaksud mendirikan negara, tidak pernah dikatakan bahwa mereka pertama kali hendak membangun demokrasi. Yang pertama diungkapkan adalah bahwa mereka hendak membangun sebuah republik. Mulai dari Republik Athena, Republik Romawi Kuno hingga pendiran Republik Perancis awal abad ke-18 yang merupakan penanda pertama berdirinya sebuah negara modern di muka bumi.
Dikatakan bahwa yang hendak dibangun adalah republik. Artinya, republik menjadi prasyarat yang lebih dahulu dan paling fundamental dari pendirian komunitas bersama bernama negara.
Pada poin ini sebenarnya lembaga negara dan presiden sekalipun tidak berarti lebih dalam kehidupan repubik. Mereka adalah manusia dan warga negara. Bahkan secara radikal Daniel S Lev menjelaskan bahwa fondasi yang melandasi republik adalah sebagai berikut:
1. Pemisahan antara pemerintahan dan masyarakat, dalam arti bahwa masyarakatlah yang utama dan pemerintah didirikan untuk melayani keperluan masyarakat.
2. Lembaga-lembaga pemerintah yang mempunyai fungsi terbatas dan ditetapkan hukum.
3. Lembaga pemilihan dan kepartaian politik untuk menyalurkan pendapat umum.
4. Pers yang berfungsi baik sebagai sumber penerangan dan pengawas lembaga negara.
Pada titik ini, sebenarnya Lev lebih memutarbalikkan logika kita bahwa pemerintah adalah pelayan dan budak yang dapat diperintah oleh kita selaku raja, bahkan jika dihina sekalipun tidak menjadi sebuah permasalahan.
Oleh sebab itu, maka tidak ada satu dalil pun yang dapat membenarkan pasal penghinaan terhadap presiden ataupun lembaga negara tertinggi untuk bisa masuk pada RKUHP. Apalagi harus membuat kita sebagai warga negara terkena imbasnya dan menjadi seorang kriminal akibat melakukan sebuah kritik.
Dan untuk tulisan ini, penulis tidak banyak menyinggung soal yang berkaitan dengan hak asasi manusia ataupun demokrasi, karena ditinjau dari sudut mana pun pasal penghinaan terhadap presiden dan lembaga negara adalah bentuk pemberangusan dan kejahatan negara melalui skema hukum.[]
*Muhammad Rizaldi Minahaqi, Ketua Bidang Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Hima Persis