A man leaves the headquarters of Uber in San Francisco. (AP Photo/Eric Risberg).
A man leaves the headquarters of Uber in San Francisco. (AP Photo/Eric Risberg).

Regulasi untuk Grab dan Uber

Medcom Files polemik taksi online
Ellavie Ichlasa Amalia • 21 Maret 2016 17:22
medcom.id, Jakarta: Layanan transportasi berbasis aplikasi seperti Uber dan Grab merupakan bagian dari sharing economy; sebuah sistem ekonomi mikro tentang pendayagunaan aset yang dimiliki oleh seseorang saat ia tidak digunakan.
 
Berbeda dengan sistem ekonomi tradisional - yang fokus pada pembelian dan penjualan kembali sebuah barang atau layanan - sistem economy sharing memungkinkan seseorang untuk menggunakan aset yang telah dia miliki. Dalam kasus Uber dan Grab, seseorang dapat mencari penghasilan tambahan dengan memanfaatkan mobilnya saat dia sedang tidak menggunakan mobil tersebut.
 
Pada dasarnya, sistem economy sharing telah ada sejak lama. Namun, keberadaan internet membuat model economy sharing dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang industri. Keberadaan internet memudahkan untuk saling berkomunikasi dengan satu sama lain dan saling bertukar informasi, saling "meminjamkan" aset yang mereka miliki untuk mendapatkan penghasilan ekstra..

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


 
Salah satu kelebihan yang ditawarkan oleh model economy sharing adalah harga yang lebih terjangkau.
Di satu sisi, hal ini menguntungkan konsumen, yang saat ini memang membutuhkan layanan transportasi yang nyaman dengan harga yang lebih terjangkau. Di sisi lain, layanan seperti Uber dan GrabCar mengubah industri transportasi umum, membuat perusahaan taksi merugi. Di kuartal 3 tahun 2015, laba salah satu perusahaan taksi di Indonesia turun drastis, yaitu sekitar 90 persen. Hal inilah yang mendorong ribuan sopir taksi melakukan demo pada hari Senin minggu lalu, menuntut pemerintah untuk memblokir Uber dan GrabCar karena dianggap sebagai penyedia layanan transportasi ilegal.
Kementerian Perhubungan bahkan sempat meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokir aplikasi Uber dan GrabCar. Namun, Menter Komunikasi dan Informatika Rudiantara merasa bahwa teknologi adalah sesuatu yang netral.
 
Selain itu, tak bisa dipungkiri, masyarakat saat ini memerlukan adanya moda transportasi yang nyaman dengan harga yang lebih terjangkau. Dan layanan seperti Uber dan GrabCar dianggap dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
 
Layanan transportasi berbasis online seperti Uber memang menuai kontroversi di banyak negara. Hingga saat ini, banyak sopir taksi di berbagai negara yang menolak keberadaan Uber. Hal ini juga sempat terjadi di AS, tempat Uber berasal.
 
Dalam esai yang berjudul "Aplikasi untuk Itu: Pemerintah Lokal dan Meningkatnya Popularitas Sharing Economy", Andrew T. Bond membahas bahwa kemunculan Uber di AS juga menimbulkan gejolak pada perusahaan taksi. Uber membuat penggunaan taksi menurun. Dalam waktu 18 bulan sejak kemunculan Uber di San Fransisco, penggunaan taksi menurun sebanyak 65 persen.
 
Keberadaan layanan yang menggunakan sistem economy sharing mungkin akan menguntungkan konsumen, tapi, ia memunculkan tantangan baru pada pemerintah. Keberadaan perusahaan seperti Uber akan mengubah industri dan memaksa pemerintah untuk membuat aturan baru atau melarang adanya perusahaan berbasis sharing economy.
 
Namun, pemerintah tidak bisa serta merta melarang keberadaan perusahaan berbasis sharing economy seperti Uber dan GrabCar. Menurut Pew Research, di tahun 2015, lebih dari 30 persen pekerja di AS merupakan generasi milenial - yaitu mereka yang terlahir di tahun 1980-an hingga awal tahun 2000-an.
 
Dan generasi milenial memiliki pola pikir yang berbeda tentang cara mereka memilih penyedia layanan atau barang yang mereka konsumsi. Generasi Baby Boomer - mereka yang terlahir di tahun 1946 - 1964 - lebih percaya dengan perusahaan besar. Sementara itu, generasi milenial lebih percaya pada individu daripada perusahaan besar.
 
Dan hal ini berarti, dengan semakin dominannya generasi milenial - yang memiliki prioritas yang berbeda dengan generasi sebelumnya - maka akan semakin banyak perusahaan yang muncul untuk memberikan layanan jasa dan barang sesuai dengan yang mereka butuhkan, akan semakin banyak perusahaan seperti Uber yang akan muncul. Hal inilah yang akan menjadi tantangan bagi perusahaan tradisional.
 
Di Indonesia sendiri, telah terlihat bagaimana perusahaan taksi kesulitan untuk melawan perusahaan seperti Uber dan Grab.
 
Dan polemik antara perusahaan transportasi berbasis online dan perusahaan taksi konvensional memaksa pemerintah untuk memilih: melarang keberadaan perusahaan berbasis sharing economy seperti Uber atau menerima inovasi dengan tangan terbuka.
 
Satu hal yang pasti, layanan seperti Uber membuka kesempatan pada masyarakat untuk menggunakan aset mereka yang tidak digunakan. Perusahaan-perusahaan taksi besar mungkin memiliki pengaruh pada keputusan yang pemerintah ambil, tapi, popularitas perusahaan berbasis sharing economy di mata masyarakat juga terus meningkat.
 
Jika Anda masih ingat, pada bulan Desember tahun 2015, Kementerian Perhubungan pernah mencoba untuk melarang Go-Jek dan GrabBike untuk beroperasi. Dalam waktu singkat, masyarakat protes melalui media sosial. Akhirnya, hal ini memaksa pemerintah untuk kembali melegalkan ojek berbasis aplikasi.
 
Selain itu, dengan menerima keberadaan perusahaan seperti Uber dan GrabCar, hal ini dapat mendorong perusahaan untuk saling berkompetisi untuk memberikan layanan terbaik untuk konsumen, yang pada akhirnya, akan menguntungkan mayarakat.
 
Karena, berbeda dengan perusahaan taksi tradisional, perusahaan transportasi berbasis aplikasi mendorong konsumen untuk terus memberikan masukan - baik berupa kritik maupun pujian. Hal ini dapat mendorong perusahaan untuk terus memperbaiki diri. Jika perusahaan dapat mengolah data yang mereka dapatkan, mereka bahkan memiliki kesempatan untuk mengetahui apa yang masyarakat harapkan dari mereka.
 
Pemerintah diharapkan memberikan dukungan pada perusahaan berbasis sharing economy. Daripada melarang keberadaan perusahaan seperti Uber karena dianggap membuat persaingan di ranah transportasi menjadi tidak adil bagi pemain tradisional, sebaiknya pemerintah mendorong perusahaan konvensional untuk mulai berubah dan beradaptasi pada keadaan yang ada saat ini.
 
Namun, Hanya karena pemerintah seharusnya mendukung inovasi, bukan berarti perusahaan berbasis sharing economy bisa dibiarkan beroperasi tanpa aturan. Tidak adanya regulasi yang jelas juga dapat menimbulkan efek yang sama buruknya jika pemerintah mengeluarkan regulasi yang terlalu ketat yang akan mengekang inovasi.
 
Sayangnya, membuat regulasi untuk pemanfaatan inovasi bukanlah sesuatu yang mudah karena inovasi layaknya sebuah target yang terus bergerak. Pemerintah harus dapat mengikuti perubahan zaman jika tak mau tertinggal.
 
Menurut Sofia Ranchordas dalam esainya yang berjudul "Apakah Berbagi Berarti Peduli? Mengatur Inovasi dalam Sharing Economy", dia menjelaskan bahwa ada tiga cara regulasi dapat mempengaruhi inovasi di masyarakat. Regulasi dapat menghalangi terjadinya inovasi. Regulasi dapat memfasilitasi inovasi. Dan yang terakhir, regulasi dapat tidak memberikan pengaruh apapun.
 
Sementara di Indonesia, mengenai inovasi di bidang teknologi, tampaknya Kominfo memilih untuk mengambil pendekatan light touch, dengan harapan untuk memberikan ruang pada para pengusaha untuk mengembangkan inovasi.
 
Saat ini, sopir dari perusahaan seperrti Uber dan Grab diminta untuk diwadahi oleh sebuah badan hukum, yaitu koperasi. Sementara sebagai perusahaan OTT (Over-The-Top), Rudiantara meminta agar Uber dan Grab membuat Badan Usaha Tetap di Indonesia.
 
Dia memiliki tiga alasan yaitu pelayanan konsumen, perlindungan konsumen dan untuk menyeimbangkan persaingan antara OTT nasional dan OTT global.
 
"Idealnya, ada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, tapi itu perlu waktu," ujar Rudiantara pada hari Selasa minggu lalu saat ditemui di Gedung Kominfo untuk membahas mengenai nasib Uber dan GrabCar.
 


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(ADM)
LEAVE A COMMENT
LOADING
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan