Berlatar kisah masa Agresi Militer II, seniman Lala Bohang menceritakan kembali kejadian tragis yang dialami oleh Adriana van der Have, istri dari tokoh nasional Masdoelhak Nasoetion.
21 Desember 1948, Masdoelhak Nasoetion yang merupakan penasihat, sekretaris pemerintah dan teman dekat wakil presiden M. Hatta, diculik dari rumahnya oleh tentara Belanda. Penculikan itu dilakukan di depan tiga orang anaknya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Di bawah todongan senjata, Masdoelhak Nasoetion dengan cepat menghilang dari pandangan mata anak-anaknya, diiringi tetesan air mata kesedihan. Juru masak keluarga menyelamatkan dan mencoba meredakan tangis ketiga anak lewat pelukan melindungi.
Saat penculikan terjadi, Adriana masih dirawat di rumah sakit pascapersalinan anak keempatnya. 29 Desember 1948, Adriana pulang dan tak menemui keberadaan suami tercinta. Kabar berhembus, suaminya dibawa ke hutan bambu dan dieksekusi tanpa penghakiman.
.jpg)
(Benda pajangan yang kemungkinan milik Adriana van der Have berupa asesoris porselin juga disertakan dalam pameran Lala Bohang. Foto: Dok. Arthurio Oktavianus)
Dari rumah yang menjadi saksi bisu kejadian penculikan, Adriana menguatkan diri dan menghimpun tenaga guna mencari keadilan.
Tahun 1950, ia mengajukan gugatan dan memenangkan gugatan itu pada 13 Januari 1953, sekaligus mencatat kekalahan hukum pertama Negara Belanda atas korban perang di Indonesia.
Di mana letak rumah Adriana? Pertanyaan itu seperti teka-teki yang masih belum terpecahkan dan harus menelusuri semua sketsa.
Sketsa villa
Berjudul “Berbagai Wajah Kisahnya”, seniman Lala Bohang menampilkan sketsa-sketsa arsitektur bangunan rumah villa di kawasan Kaliurang, guna menjawab teka-teki letak rumah Adriana.Pada satu kamar kecil bercat putih di Villa Bella Plaza, Jalan Naga, Kaliurang, sketsa itu tertempel di dinding pojok kamar dan di atas meja kayu yang dihiasi lampu duduk. Satu kursi kayu sandar menjadi pelengkap meja. Sketsa lain juga tertempel di dinding dekat jendela.
Di atas dua tempat tidur yang disusun berjejer dengan alas berwarna senada dengan cat dinding, juga ditemukan sketsa yang dibiarkan tergeletak, berserak.
Namun, sketsa itu bukan tentang villa dan keterangan pelengkapnya. Tetapi, sketsa dengan catatan kecil yang menyentil rasa. Catatan tentang kehilangan dan ingatan akan satu kisah, dalam hal ini dialami oleh sosok Adriana.
.jpg)
(Beberapa sketsa berserak di atas tempat tidur dalam kamar di Villa Bella Plaza, Kaliurang. Foto: Dok. Arthurio Oktavianus)
Rumah sebagai pengingat
Dalam pameran 900 mdpl di situs kelima ini, seniman yang pernah melakukan pameran tunggal “The Museum of Forbidden Feelings” – Qubicle Centre Jakarta (2016), “Gendis” – Lir Space Yogyakarta (2013), mengajak pengunjung menyelami rumah sebagai pengingat suatu kisah.Seperti rumah Wisma Widya Mandala, yang ditahun 1940-an pernah digunakan sebagai Zending Club Huis, yaitu perkumpulan misionaris katolik Belanda. Atau, Wisma Gadjah Mada yang pernah digunakan sebagai markas tentara Indonesia saat agresi militer II.
Mengenai Villa Bella Plaza, tempat karya Lala Bohang dipamerkan, tercatat tahun 1942 pernah dibakar dengan sengaja oleh orang Indonesia, agar tidak menjadi markas tentara Jepang. Keterangan kecil disematkan seniman itu: “ada kemungkinan Adriana pernah tinggal di sini”.
Mungkin villa itu adalah rumah Adriana saat suaminya diculik. “Rumah pincang” di mana dia pulang dari rumah sakit dan anggota keluarganya tak utuh lagi. Rumah yang menyimpan kisah dan ingatan. Karena, mengingat adalah pekerjaan seumur hidup bagi yang pernah berbagi hari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(TIN)