Lalu, bagaimana cara mengatasinya?
Psikolog Nina mengatakan ada yang bisa hilang dengan sendirinya, misalnya karena belakangan anak tahu bahwa hal itu hanya berlangsung sementara dan setelahnya wajar saja. Adapula yang perlu bantuan orang tua.Ini ada beberapa cara untuk membantu anak menurut Psikolog Nina:
- Perhatikan indikator ketakutan yang ditunjukkan anak: nangis, lari mendekat ke orang tua, wajah tegang, ada anak yang jadi gemetar atau justru kaku- Usahakan peluk anak untuk tenangkan
- Tunjukkan bahwa setelah suara keras terjadi (misalnya suara geledek atau petir) kita tetap bisa melakukan hal-hal yang sedang kita lakukan sebelumnya
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
- Jelaskan sumber suara keras dengan bahasa anak. Contoh penjelasan tentang petir, kita bisa cerita bahwa ada awan yang saling bertabrakan karena mereka ramai-ramai berjalan-jalan tapi tertiup angin.
Kita bisa simulasi juga misalnya ibu, bapak dan anak menjadi awan, lalu pura-pura tertiup angin jadi bertabrakan. Jelaskan bahwa saat tabrakan itulah suara petir timbul. Itu hanya penjelasan sederhana sesuai tingkat pemahaman anak
- Bernyanyi lagu-lagu riang, agar suasananya jadi lebih menyenangkan
- Kita bisa ‘labeling’ emosinya sebagai takut, misalnya kita peluk anak dan kemudian bilang, kamu takut ya. Tapi setelah menenangkan anak, kita mesti menetralkan lagi, “Setelah mama peluk, kamu pasti jadi lebih berani”
- Ketika anak sudah mulai menunjukkan keberanian, misalnya setelah dia tutup kuping karena suara keras lalu dia sudah bisa senyum sambil lihat kita, kita bisa berikan pujian, “Tuh, lihat, kamu sudah lebih berani kan.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(TIN)