Padahal, kebanyakan makanan olahan yang dijajakan itu berkontribusi pada peningkatan konsumsi gula, garam, dan lemak.
Hal itu ditegaskan oleh Kasubdit Standardisasi Pangan Khusus Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Yusra Egayanti. Ia pun meminta masyarakat selaku konsumen untuk cerdas memilih jenis produk kemasan yang baik bagi dirinya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Penting untuk diketahui konsumen komposisi gizi dari produk yang akan dibeli,“ ujar perempuan yang akrab disebut Ega itu di Jakarta Food Editor's Club Gathering di Jakarta, awal Desember lalu.
Badan POM sebagai lembaga yang bertanggung jawab mengawasi peredaran makanan berupaya melindungi konsumen dari produsen pangan olahan nakal. Salah satunya dengan mengatur dan mengawasi pencantuman label makanan yang benar berdasarkan peraturan yang berlaku, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
Dalam aturan tersebut, bagian utama label kemasan setidaknya harus mencantumkan nama produk, berat bersih dan nama, serta alamat pihak yang memproduksi atau memasukkannya ke Indonesia. Selain itu, produsen dan distributor wajib mencantumkan bahan baku yang digunakan, bahan tambahan pangan dan keterangan tentang kandungan gizi produk.
“Produk olahan yang baik, kita lihat apakah produk ini sudah terdaftar atau belum. Kita tidak hanya harus memperhatikan gizinya, tetapi juga keamanannya,“ cetus Ega.
Bukti sebuah produk sudah terdaftar atau belum bisa diketahui dari pencantuman nomor BPOM yang diawali kode MD atau ML yang diikuti dengan 12 digit angka. MD ialah kode untuk produk lokal, sedangkan ML ialah kode untuk produk impor.
Jika produk yang dijual merupakan produksi industri rumahan, produk yang terdaftar akan mencantumkan kode P-IRT yang dikeluarkan oleh dinas kesehatan setempat dan diikuti 15 digit angka. “Kalau kurang, artinya palsu,“ sahutnya.
Hal berikut yang harus diperhatikan adalah tanggal produksi dan tanggal kedaluwarsa. Terhadap hal ini, konsumen juga harus jeli membaca petunjuk penyimpanan.
Sering kali salah cara penyimpanan mengurangi ketahanan produk kemasan. Contohnya produk nuget yang jika disimpan di luar freezer, hanya akan tahan beberapa jam sebelum menjadi basi.
“Jangan lupa juga dilihat kebutuhan dan peruntukannya,“ imbuhnya. Harus dibatasi Makanan dan minuman kemasan sering kali dituding menjadi penyebab obesitas. Padahal, semua makanan pada dasarnya sehat kecuali memang mengandung bahan bahan berbahaya.
Direktur Pengendalian Penyakit tidak Menular (PPTM) Kementerian Kesehatan Ekowati Rahajeng menyebut bahwa penyebab masalah itu terletak pada pola konsumsi yang salah. Hal itu bisa terjadi karena konsumen tidak memiliki pengetahuan tentang pemenuhan gizi yang baik.
“Usia 20 tahun saja sudah ada yang kena stroke. Temuan Kemenkes menyatakan 7% anak usia 15 tahun terkena hipertensi. Penyakit tersebut bukan karena keturunan tapi ulah kita sendiri,“ sahut Eko dalam kesempatan yang sama.
Salah satu faktor masalah terletak pada toleransi lidah orang Indonesia terhadap rasa. Studi yang dilakukan Kemenkes menemukan bahwa 50% responden suka mengonsumsi makanan manis, sedangkan 70,7% responden suka dengan rasa gurih. Padahal, konsumsi garam dan gula ini harus dibatasi.
“Mulai 2016 mendatang, kami akan mulai menggencarkan edukasi mengenai hal ini, khususnya terkait pengurangan konsumsi garam dan gula berlebih,“ kata Eko.
Nutrisionis Emilia E Achmadi menerangkan batas konsumsi garam yang dianjurkan sebanyak 2.400 mg per hari atau sekitar satu sendok teh.
Sementara itu, batas konsumsi gula yang dianjurkan adalah sebanyak 50 g per hari atau setara 5 sendok makan setiap hari. Kandungan garam dalam produk dalam kemasan diketahui dari natrium atau sodium. Kandungan gula dalam produk olahan bisa tertera dalam kemasan atau tidak.
“Itu bukan suka-sukanya industri, tetapi ketentuannya. Kalau dalam jumlah berarti atau lebih dari 1 gram, gula harus dicantumkan,“ terang Ega.“Namun, ingat di mana-mana ada gula dan garam, gula harus dicantumkan,“ sahut Emilia. (Media Indonesia/S-5)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(FIT)
