Jakarta: Dalam wawancara dengan CBSNews tempo hari, Rapper Amerika Pharrell Williams mengaku memiliki kemampuan indra yang unik. Dia bisa melihat warna-warna tertentu pada musik yang sedang dia garap maupun ia dengarkan.
Bahkan Pharrell melihat warna kuning ketika menciptakan lagu song of the Year ‘Happy’. Sehingga kuning menjadi warna favorit pria kelahiran Virginia Beach, Amerika Serikat tersebut.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Saya kira semua pemusik memiliki kemampuan itu. Ini kami sebut sebagai 'karunia'. Karena itulah yang membantu kami untuk mengidentifikasikan diri dengan apa yang kami rasakan," kata Pharrell dikutip CBSNews.
Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa RS Pondok Indah, Leonardi A. Goenawan, mengatakan hal ini karib disebut Synesthesia. Synesthesia berasal dari bahasa Yunani kuno syn yang berarti ‘bersama’, dan aesthesis yang berarti ‘sensasi’.
“Synesthesia adalah suatu fenomena persepsi panca indra, saat stimulasi pada sensorik tertentu, secara otomatis dan tanpa sadar akan memicu sensasi lainnya,” kata Leonardi, kepada Medcom.id.
Leonardi mengatakan, bentuk synesthesia yang paling umum dikenal sebagai grapheme-color. Ini merupakan keadaan ketika seseorang melihat huruf-huruf tertentu yang ditafsirkan menjadi warna.
“Bentuk lainnya misalnya, nada-nada tertentu dalam musik dirasakan memiliki kaitan dengan aroma atau warna tertentu,” sambung dia.
Menurut Leonardi, hingga saat ini belum diketahui dengan pasti mekanisme yang menjelaskan terjadinya synesthesia. Dia menduga kemungkinan paling umum terjadi karena adanya peningkatan komunikasi silang antara area yang memiliki fungsi-fungsi berbeda pada beberapa tipe synesthesia.
“Sebagai contoh, pada sensasi melihat warna ketika melihat huruf atau angka, kemungkinan sebagai akibat aktivasi-silang di area pengenalan huruf atau angka dengan area warna di bagian otak yang dikenal dengan korteks visual V4,” beber dia.
Selain itu, Leonardi menduga synesthesia terjadi akibat ketidakseimbangan antara dua mekanisme utama susunan saraf pusat, yaitu inhibisi (penghambatan) dan eksitasi (perangsangan). Dalam keadaan normal, eksitasi dan inhibisi dalam keadaan selalu seimbang.
“Apabila terjadi keadaan yang menyebabkan eksitasi berlebihan, seperti pada epilepsi lobus temporalis, trauma kepala, stroke, tumor otak, deprivasi sensorik, pada penggunaan zat-zat psychedelics (LSD, mescaline, dan halusinogenik lainnya), maka fenomena synesthesia juga bisa terjadi. Synesthesia yang terjadi dengan mekanisme demikian dinamakan oleh Cytowic dan Eagleman sebagai acquired-synesthesia (synesthesia yang didapat),” ujarnya,
Meskipun dianggap sebagai kondisi neurologis, synesthesia tidak dikategorikan sebagai penyakit ataupun gangguan, baik dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, maupun International Classification of Diseases. Sebab kelainan indra ini umumnya tidak mengganggu kinerja sehari-hari.
“Synesthetes bahkan menganggap pengalaman mereka cukup menyenangkan dan dapat dianggap sebagai suatu perbedaan atau keunikan dalam pengalaman sensorik mereka,” katanya.
Meski demikian, orang yang menderita acquired-synesthesia bisa mengurangi atau menghilangkan kemampuan tersebut. Kata Leonardi, caranya dengan mengendalikan gangguan yang mengakibatkan synesthesia tersebut.
Akan tetapi ini tidak berlaku bagi yang memiliki synesthesia sejak lahir. Sebab seringkali mereka tidak sadar memiliki kemampuan synesthesia serta tidak merasa hal tersebut sebagai suatu kelainan ataupun gangguan.
“Pernyataan yang sama diungkapkan oleh dua neuroscientists Hupe dan Dojat, yang berdasarkan studinya menyatakan bahwa “otak seorang synesthetes tidak memiliki perbedaan bermakna baik dari segi struktur maupun fungsi bila dibandingkan dengan non-synesthetes” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(FIR)
