"Pandemi covid-19 menurunkan aktivitas IMD (Inisiasi Menyusu Dini). Di mana kunjungan ibu hamil dibatasi sehingga layanan konseling laktasi sebelum melahirkan yang merupakan salah satu kunci keberhasilan menyusui juga terhambat," ujar dr. Fenny Yunita, M.Si., Ph.D selaku Konselor Laktasi, Dosen dan Peneliti Bahan Alam.
"Belum lagi ibu melahirkan yang positif covid-19, yang membuat IMD tidak berjalan karena menghindari kontak erat dengan ibu sehingga menyusui sesering mungkin sesuai kebutuhan bayi juga tak terlaksana, demikian pula pemberian ASI perah yang sulit terlaksana," tambahnya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Untuk itu perlu didorong upaya persiapan masa menyusui untuk keberhasilan IMD, khususnya di masa pandemi saat ini untuk generasi sehat di masa datang, salah satunya melalui pemanfaatan bahan alam Indonesia sebagai laktagogue.
Menurut dr. Fenny, dengan menyusui berarti para keluarga mengambil peran untuk mendukung kesehatan bumi beserta masyarakat.
Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia (PDHMI) dan Perkumpulan Profesi Kesehatan Tradisional Komplementer Indonesia (PPKESTRAKI) itu pun mengatakan, ASI adalah makanan alami yang diproduksi dan diberikan pada konsumennya tanpa mengakibatkan polusi, tanpa kemasan dan limbah.
"Jika kita mendukung ibu menyusui maka kita juga mengurangi polusi udara, air, dan tanah kita, melindungi generasi muda di masa depan. Menyusui juga menjamin ketahanan pangan bagi generasi muda kita pada kondisi gawat darurat maupun kondisi bencana alam," paparnya.
Maka dari itu, masyarakat diajak untuk memberikan dukungan menyusui khususnya di masa pandemi covid-19. Menurut laman Guesehat, memberikan ASI segera setelah bayi dilahirkan, yaitu sekitar 30 menit sampai 1 jam pasca-persalinan.
Dalam proses itu, bayi yang baru saja dilahirkan akan dibiarkan untuk mencari puting susu ibunya tanpa bantuan siapapun. dr. Fenny menambahkan, masalah lainnya yang juga muncul terkait menyusui adalah kurangnya kepercayaan diri terhadap produksi ASI yang mencukupi bagi buah hati. Para ibu pun diharapkan tidak terjebak dengan memberikan makanan selain ASI.
"Biasanya, para ibu memilih untuk menggunakan laktagogue untuk meningkatkan produksi ASI, baik berupa bahan alami maupun dari bahan kimia," tutur dr. Fenny.
"Ada beberapa bahan alam yang lazim digunakan, misalnya daun katuk, daun torbangun (bangun-bangun), daun kelor, klabet, kacang-kacangan, dan berbagai jenis bahan lainnya. Beberapa di antaranya telah diteliti dan terbukti meningkatkan kadar prolaktin, oksitosin, maupun volume ASI, dan peningkatan berat badan bayi," jelasnya.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Emi Nurjasmi mengatakan, supaya sukses menyusui bisa mengonsumsi makanan penuh nutrisi seimbang termasuk yang berasal dari bahan-bahan yang dapat meningkatkan produksi ASI. Di antaranya, sayuran daun katuk, bayam, wortel, dan sebagainya.
"Penting juga memberikan dukungan psikologis bagi ibu agar tidak stres dan tetap bahagia utamanya dukungan dari suami dan keluarga, karena langkah-langkah ini dapat merangsang produksi prolaktin dan oksitoksin yang sangat berguna untuk meningkatkan produksi ASI. Jika itu dirasa belum cukup, dapat dilakukan langkah komplementer pemberian ASI booster berbahan herbal yang aman bagi ibu menyusui," terang Ibu Emi.
Di sisi lain, terdapat bahan herbal yang diproses dengan teknologi AFT (Advanced Fractionation Technology), yang memiliki aktivitas biologis dan memiliki kemurnian tinggi, untuk menghasilkan fraksi bioaktif Galatanol. Adalah fraksi bioaktif kombinasi dari daun katuk dan daun torbangun, memiliki efek untuk merangsang produksi ASI.
Hal itu disampaikan Executive Director Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) PT Dexa Medica Dr. Raymond Tjandrawinata.
"Herba Asimor terdiri dari daun katuk yang memberikan peningkatan signifikan dalam ekspresi gen prolaktin dan oksitosin, yaitu hormon yang berperan penting dalam proses menyusui sehingga dapat meningkatkan produksi ASI. Sementara daun torbangun dapat meningkatkan kadar prolaktin, serta meningkatkan aktivitas sel epitel dan metabolisme kelenjar susu sehingga produksi ASI meningkat 65 persen tanpa mengubah kualitas gizi susu," ucap Dr. Raymond.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(YDH)