Hal ini cukup bisa dirasakan ketika berada di area publik, di mana banyak orang yang tidak memakai masker atau menerapkan physical distancing. Padahal sebenarnya, hal itu bisa sangat membahayakan.
“Jadi kalau menurut saya, persoalan pakai masker atau protokol kesehatan seperti mencuci tangan dan lain sebagainya itu belum dirasakan sebagai suatu masalah yang real untuk seluruh kalangan,” ujar Daisy Indira Yasmine, S.Sos., M.Soc.Sci. Pendidikan, Sosiolog dari Universitas Indonesia.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Menurut Daisy, masalah tersebut mungkin menjadi real bagi kalangan elite dan menengah ke atas tetapi tidak demikian untuk warga biasa yang mungkin kesehariannya tidak berkaitan dengan membaca update covid-19 dan data-data mengenai pasien covid-19. Atau mereka yang mungkin dimensi ruang hidupnya juga terbatas.
“Misalnya dalam satu hari yang dipikirkan oleh mereka ya hidup di kampungnya, hidup di wilayah tempat tinggalnya, dan lain sebagainya. Sedangkan maslah covid-19 mungkin bukan persoalan real mereka yang dihadapi sehari-hari,” tambah Daisy.
Sehingga menurut Daisy, informasi mengenai covid-19 dan untuk berdisuksi mengenai data-data covid-19 juga tidak menjadi hal yang real bagi mereka.
“Jadi gimana caranya, informasi itu memang menjadi masalah bersama. Nah buat mereka, mungkin yang bisa membantu untuk memberikan informasi ini sebagai suatu problem real yang dihadapi, itu adalah tokoh-tokoh masyarakat setempat,” ujar Daisy.
“Mereka kan baru bisa merasakan kalau tetangganya sudah ada yang kena, baru takut. Kalau belum ada yang kena, berarti tokoh-tokoh masyarakat setempat yang dipercaya dan dekat. Itu yang bisa menjadi aktor pemberdaya atau penggerak yang bisa dipercaya oleh masyarakat untuk mensosialisasikan nilai-nilai kebersihan dan kesehatan ini,”tutur Daisy.
Selain kesadaran, menurut Daisy yang perlu diperhatikan adalah aksesibilitas terhadap praktik-praktik yang dianjurkan.
“Misalnya untuk jaga jarak. Di wilayah pemukiman padat it's not real banget buat mereka. Itu kan sulit dilaksanakan. Bagaimana untuk menjaga jarak atau melakukan physical distancing, mereka saja tidur harus bergantian,” tutur daisy.
“Kemudian masker, tidak semua masyarakat Indonesia mampu untuk membeli masker. Apakah pemerintah punya program untuk ada masker dari pemerintah gratis yang bisa diakses seluruh warga, terutama warga biasa yang desainnya juga pas dan nyaman? Aksesibilitas inilah yang juga perlu diperhatikan,” pungkas Daisy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(TIN)