Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo. Foto: Zoom
Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo. Foto: Zoom

Wawancara Khusus Kepala BSKAP, Kemendikbudristek, Anindito Aditomo

Mengurai Wajah Kurikulum Merdeka: Saatnya Kembali ke Jantung Pendidikan

Citra Larasati, Ilham Pratama Putra • 16 Februari 2022 16:04

Dengan sistem yang sefleksibel itu, saya penasaran dengan bentuk rapor siswa akan seperti apa, dan apakah skema dan bentuk rapor sudah disiapkan?
 
Panduan penilaian untuk semester yang lalu sudah ada. Cuma komunikasi dan sosialisasinya harus kita tingkatkan lagi dan sekarang kita berusaha supaya itu terintegrasi di Dapodik. Semoga by sistem guru itu tidak lagi bingung kalau sekolah saya pakai Kurikulum Merdeka, pelaporannya seperti apa.
 
Tapi prinsipnya, penilaian di rapor sebisa mungkin kita sederhanakan. Jadi untuk satu mata pelajaran, cukup melaporkan satu angka saja, angka nilai akhirnya saja.

Jadi lebih sederhana dibandingkan kurikulum sebelumnya. Harapannya mengurangi beban administrasi guru. Sekarang kita percayakan pada guru proses penilaian itu, kita beri panduan tapi penerapannya di kelas tidak perlu dilaporkan ke ke kita.
 
Seperti ulangan harian satu, ulangan harian dua, ujian semester itu enggak perlu dilaporkan ke kita. Kita percaya guru punya otonomi dan kemampuan profesional melakukan penilaian, cukup laporkan ke Kemendikbudristek hasil akhirnya.
 
Jadi kita sederhanakan, dan insyaAllah semester ini sudah terintegarasi by sistem di Dapodiknya. Panduan penilaiannnya sudah ada di website, ini kita integrasikan ke sistem supaya tidak membingungkan lagi.
 
Kurikulum Merdeka akan diterapkan lebih masif lagi di tahun ajaran baru 2022/2023. Apa yang harus dilakukan sekolah jika ingin menerapkan Kurikulum Merdeka?
 
Konsepnya sama kayak kita mengajari anak-anak. Kita sendiri belajar bertahap. Kalau kita belajar berenang kan enggak langsung lompat ke laut. Belajar di kolam dulu, pakai pelampung dulu, belajar gerakan sederhana dulu.
 
Menerapkan kurikulum baru, mentransformasi pembelajaran di sekolah itu juga bertahap. Yang mahir melakukannya bisa nyebur duluan di kolam yang dalam, itulah kira-kira.
 
Yang masih belum siap, belum punya pengalaman dalam menyusun kurikulum operasionalnya sendiri itu kita sarankan untuk tidak tergesa-gesa mengganti kurikulum sekolahnya.  Tapi bisa menggunakan beberapa aspek dulu dari Kurikulum Merdeka.
 
Mereka boleh mendaftar, ada asesmennya.  Mereka akan diminta untuk bercermin terkait pengelaman terkait mengembangkan Kurikulum. Kalau pengalamannya minim, kita sarankan coba dulu terapkan beberapa aspek dari Kurikulum Merdeka.
 
Struktur kurikulumnya pakai Kurikulum 2013, bukunya pakai Kurikulum 2013, tapi coba untuk kelas tertentu bikin project based learning, tanpa mengubah keseluruhan kurikulum.
 
Atau coba terapkan asesmen diagnostic, untuk melakukan pembelajaran yang sesuai level siswanya, untuk asesmen tools yang ada di aplikasi Merdeka Mengajar itu kan ada alat asesmen literasi dan numerasinya. Jadi ada aspek-aspek kunci dari Kurikulum Merdeka yang bisa diterapkan oleh sekolah yang ingin mencoba.
 
Sambil selama setahun ke depan mempelajari konsepnya, ikut pelatihan yang ada di aplikasi Merdeka Mengajar.  Tapi sekolah yang sudah advance langsung saja ganti seluruh kurikulumnya.
 
Karena mereka sudah punya pengalaman untuk mengadaptasi kurikulum.  Sekarang perbedaan kunci dari Kurikulum 2013 dengan Kurikulum Merdeka ini menuntut sekolah untuk  menerjemahkan kerangka kurikulum nasionalnya.
 
Jadi yang kita tetapkan di pusat adalah fleksibilitas. Sisi lain dari fleksibilitas itu adalah tanggung jawab sekolah untuk menerjamahkan, menjadi kurikulum yang operasional. Semakin fleksibel iya, tapi artinya ada tuntutan juga kepada sekolah untuk menerjemahkan dalam konteks mereka. Itu tahapan-tahapan yang kita sarankan.
 
Kualitas sekolah beragam, ada disparitas yang begitu besar. Seberapa optimistis Kemendikbudristek akan bisa mengantarkan Kurikulum Merdeka ini menjadi kurikulum nasional di 2024? 
 
Ada dua hal. Pertama seperti yang saya sampaikan. Untuk menerapkan kurikulum itu tidak harus langsung secara keseluruhan, ada tahapan.
 
Jadi sekolah yang belum memiliki pengalaman dalam inovasi pengembangan kurikulum secara mandiri, mereka bisa bertahap. Kita sediakan alatnya untuk belajar, pelatihan-pelatihan kita sediakan gratis di aplikasi Merdeka Mengajar. Modulnya kita distribusi lewat aplikasi itu, lewat flash disk bagi yang kesulitan internet dan ada buku teksnya bisa dipelajari.
 
 
Halaman Selanjutnya
Dengan adanya waktu dua tahun…




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan