Jakarta: Tensi antara Rusia dengan Ukraina masih belum juga turun. Keadaan diperparah dengan banyaknya pihak luar yang turut campur.
Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva memaparkan apa yang terjadi dalam konflik negara bertetangga ini. Kepada Medcom.id, pada Senin 14 Februari 2022, Dubes Vorobieva menjelaskan apa yang sebenarnya diinginkan oleh Negeri Beruang Merah terhadap negara bekas pecahan Uni Soviet itu.
Selain isu mengenai Rusia-Ukraina, Dubes Vorobieva juga membahas mengenai hubungan Indonesia-Rusia yang justru meningkat di saat pandemi ini. Berikut selengkapnya wawancara khusus Medcom.id bersama Dubes Lyudmila Vorobieva:
1. Apa yang terjadi antara Rusia dan Ukraina?
Saya akan berikan jawaban singkat. Tidak ada terjadi apapun. Semua histeria invasi Rusia ke Ukraina, sepenuhnya palsu dan digunakan untuk mengalihkan isu keamanan lainnya di Eropa dan dunia.Jika Anda bertanya apakah ada masalah antara Rusia dan Ukraina, yang jelas kami di Rusia menganggap rakyat Ukraina sebagai saudara. Saya sendiri lahir di Kiev (Ibu Kota Ukraina), saya bukan warga Ukraina tetapi (warga negara) Rusia, namun memperlihatkan bagaimana hubungan kedua negara seperti apa.
Ayah saya berasal dari Ukraina, sekitar 40 persen warga Ukraina berbahasa Rusia sebagai bahasa utama dan kami memiliki sekitar 3 juta warga Ukraina di Rusia. Kami sangat dekat sekali terkait dan selama berabad-abad ukraina menjadi bagian dari Rusia serta Uni Soviet.
Baca: Dubes Rusia: Barat dan NATO Telah Menipu Kami.
Sekali lagi, kami melihat (Ukraina) sebagai saudara, mengapa kami harus melawan mereka. Ini adalah sebuah tuduhan absurd.
Tentunya ada masalah pada 2014, ketika ada kudeta di Kiev. Dilakukan mereka yang ingin menekan wilayah Ukraina yang berbahasa Rusia atau mereka yang berasal dari Rusia. Beberapa dari wilayah itu menolak pemerintahan yang ilegal itu berkuasa.
Ada dua isu pada dasarnya. Pertama Krimea yang kembali ke pangkuan Rusia setelah dilakukan referendum. Lebih dari 90 persen warga Krimea memilih untuk independen dan bergabung dengan Rusia. Jika (referendum) ini bukan peristiwa demokrasi, apalagi? Banyak tuduhan rakyat Krimea dipaksa untuk memilih bergabung bersama Rusia. Bagaimana mungkin Anda memaksa 2 juta orang untuk memilih semacam itu?
Jadi jelas kami menganggap (referendum) itu sebagai demokratis dan melalui proses legitimasi serta menjadi keinginan semua warga hingga sekitar 90 persen warga Krimea memilih kembali ke Rusia. Kami menganggap isu ini sudah selesai, Krimea tidak akan pernah kembali ke Ukraina.