Korban tewas baru pada Kamis tersebut meningkatkan jumlah korban meninggal sepanjang lima minggu protes jalanan menjadi 73. Di saat bersamaan pemerintah junta militer mengumumkan penyelidikan korupsi pemimpin Aung San Suu Kyi dan pejabat tinggi lainnya dari pemerintah sipil yang digulingkan.
Tuduhan oleh rezim militer bahwa Aung San Suu Kyi telah menerima USD 600.000 atau sekitar Rp8 miliar dan lebih dari 11 kilogram emas. Tuduhan itu langsung dibantah oleh anggota parlemen dari Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi.
Baca: Militer Myanmar Tuduh Aung San Suu Kyi Terima Uang Rp8 Miliar dan Emas.
Tuduhan terbaru itu menambah daftar dakwaan yang dikenakan pada pemimpin berusia 75 tahun itu sejak dia digulingkan dalam kudeta dan ditahan pada 1 Februari.
Sementara militer mendesak kasusnya terhadap Aung San Suu Kyi dan tokoh NLD lainnya pada konferensi pers di Naypyidaw, tindakan keras oleh polisi dan tentara menewaskan sedikitnya 15 pengunjuk rasa di kota Yangon, Myaing, Mandalay, Myingyan, dan Bago. “Korban tewas yang dikonfirmasi sekarang 73,” menurut penghitungan Radio Free Asia (RFA), yang dikutip Jumat 12 Maret 2021.
Menurut keterangan saksi mata, di Kota Dagon, Chit Min Thu yang berusia 25 tahun tewas seketika ketika polisi menembak kepalanya. Saat itumembela sesama pengunjuk rasa dengan perisai buatan sendiri. Dua orang lainnya terkena tembakan, salah satunya dalam kondisi kritis.
"Kami harus lari karena mereka menggunakan peluru tajam, dan dia melindungi kami dari depan untuk melindungi pengunjuk rasa lain di belakang," kata seorang demonstran di tempat kejadian.
Para pendukung menggelar acara dadakan untuk Chit Min Thu, yang meninggalkan seorang istri yang sedang hamil dua bulan.
Di Myaing, sebuah kota di wilayah Magway, enam pengunjuk rasa tewas dan 10 lainnya luka-luka ketika pasukan keamanan menembak ke arah massa, kata penduduk setempat.
"Saya melihat enam orang tewas dan sekitar selusin terluka," kata seorang pria di tempat kejadian yang tidak menyebutkan namanya. Salah satu korban luka dalam kondisi kritis dan dikirim ke Rumah Sakit Umum Monywa.
Pasukan keamanan dengan sengaja menggunakan kekerasan yang berlebihan untuk melukai para pengunjuk rasa yang damai. Mereka menggunakan gas air mata dan tembakan, kata seorang mahasiswa di Myaing.
Tidak hanya kata-kata dukungan
Polisi dan tentara di kota terbesar kedua di Myanmar, Mandalay, menewaskan satu orang dan melukai 30 lainnya ketika mereka menindak pengunjuk rasa di dekat Pagoda Koe Lone Dagar, kata saksi mata. Sedikitnya 20 pengunjuk rasa ditangkap dalam insiden tersebut.Di Myingyan, di wilayah Mandalay, penduduk mengatakan, seorang pria yang ditembak selama protes Rabu meninggal karena luka-lukanya pada Kamis.
“Di wilayah Bago, seorang pria tewas oleh tembakan polisi dan satu lagi dipukul di kaki. Meskipun lukanya tidak mengancam nyawa,” kata seorang saksi mata.
Warga di Kalaymyo, wilayah Sagaing, melanjutkan aksi protes meskipun ada tindakan keras polisi pada Rabu. Penduduk setempat mengatakan, lima orang di sana telah ditangkap, termasuk satu yang diambil dari rumahnya pada malam hari.
Tanggapan junta Myanmar terhadap protes damai kemungkinan besar memenuhi ambang batas hukum untuk kejahatan terhadap kemanusiaan, kata pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar kepada Dewan Hak Asasi Manusia pada Kamis.
Baca: DK PBB Desak Myanmar Batalkan Kudeta Militer.
“Rakyat Myanmar tidak hanya membutuhkan kata-kata dukungan tetapi juga tindakan suportif,” kata Thomas Andrews dalam sebuah pernyataan.
"Mereka membutuhkan bantuan komunitas internasional, sekarang,” tegasnya.
Banding tersebut dilakukan sehari setelah Dewan Keamanan PBB mengeluarkan pernyataan terkuatnya sejak kudeta 1 Februari.
"Dewan Keamanan PBB mengutuk keras kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai, termasuk terhadap wanita, pemuda dan anak-anak," isi pernyataan itu.
DK PBB juga menyerukan "pembebasan segera semua orang yang ditahan secara sewenang-wenang”. Pernyataan ini disetujui setelah menerima keberatan dari Tiongkok, Rusia, dan Vietnam atas bahasa yang menyebut pengambilalihan itu sebagai "kudeta."
Pada Rabu, Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri (OFAC) Kementerian Keuangan AS memberi sanksi kepada dua anak dewasa dari pemimpin kudeta dan panglima tertinggi pasukan militer, Min Aung Hlaing. Sanksi juga diarahkan ke enam perusahaan dari dua anaknya yang sudah dewasa. Min Aung Hlaing dimasukkan dalam daftar hitam AS pada 11 Februari.
Baca: AS Jatuhkan Sanksi kepada Anak Pemimpin Militer Myanmar.
"Kekerasan tanpa pandang bulu oleh pasukan keamanan Burma terhadap pengunjuk rasa damai tidak dapat diterima," kata Andrea Gacki, Direktur Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri, Kementerian Keuangan AS dalam sebuah pernyataan.
"Amerika Serikat akan terus bekerja dengan mitra internasional kami untuk menekan militer dan polisi Myanmar agar menghentikan semua kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai dan memulihkan demokrasi dan supremasi hukum di Burma," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News