FITNESS & HEALTH

Sakit Jantung Tak Melulu Orang Tua, Butuh Edukasi, Pencegahan, Serta Deteksi Dini

Yatin Suleha
Rabu 28 Mei 2025 / 20:09
Jakarta: Penyakit kardiovaskular menjadi tantangan besar bagi sistem kesehatan di Indonesia. Sekitar 650.000 orang didiagnosis setiap tahunnya, dan penyakit ini menjadi penyebab kematian utama di tanah air.

Penyakit jantung sendiri menyebabkan beban biaya kesehatan sebesar Rp10,3 triliun, atau lebih dari USD700 juta setiap tahun. 

Kondisi ini diperparah oleh keterbatasan jumlah dokter spesialis jantung dan fasilitas kesehatan yang tidak merata di seluruh wilayah Indonesia, yang terdiri atas lebih dari 17.000 pulau. 

Saat ini hanya terdapat sekitar 1.500 dokter spesialis jantung di seluruh Indonesia. Selain itu, rumah sakit yang memiliki layanan jantung lanjutan hanya terpusat di kota-kota besar, sehingga masyarakat di daerah terpencil sulit mendapatkan akses kesehatan yang memadai. 

Baca juga: Philips FHI 2023: Harapan Besar untuk Model Pemberian Perawatan Kesehatan Baru

Dr. BRM. Ario Soeryo Kuncoro, Sp.JP(K), FIHA, FAsCC, Ketua Bidang Medis Yayasan Jantung Indonesia (YJI) sekaligus kardiologis di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita menyatakan, “Belum adanya dokter jantung di daerah tertentu di Indonesia serta belum lengkapnya fasilitas diagnostik penyakit jantung yang baik menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan. Akibatnya, pasien datang dalam kondisi yang sudah lebih parah dan sulit ditangani.”

Dan Royal Philips (NYSE: PHG, AEX: PHIA), pemimpin global di bidang teknologi kesehatan, bersama Yayasan Jantung Indonesia (YJI) dan Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), menyoroti pentingnya percepatan inovasi layanan kesehatan dan adopsi teknologi canggih seperti pencitraan, pengobatan, dan pemantauan berbasis kecerdasan buatan (AI) sebagai prioritas yang mendesak untuk mengatasi meningkatnya beban penyakit kardiovaskular di Indonesia.


(Royal Philips, pemimpin global di bidang teknologi kesehatan, bersama YJI dan ARSSI, menyoroti pentingnya inovasi layanan kesehatan dan adopsi teknologi canggih untuk mengatasi penyakit kardiovaskular. Foto: Dok. Medcom.id/Yatin Suleha)

Dalam dialog multipemangku kepentingan bertajuk “Transformasi digital dalam perawatan kardiovaskular: kemajuan, tantangan, dan langkah ke depan”, para pihak memaparkan rencana pemanfaatan inovasi dan teknologi untuk menghadirkan layanan kardiovaskular yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih mudah diakses di tengah keterbatasan tenaga kesehatan.
 
Melanjutkan pernyataan dr. Ario, selain keterbatasan tenaga medis di atas, fasilitas kesehatan di wilayah yang belum berkembang juga sering kali kekurangan sarana untuk menangani penyakit jantung secara efektif. 

Tantangan sistemik ini menciptakan kesenjangan layanan yang signifikan dan berkontribusi pada meningkatnya beban penyakit secara nasional.
 

Saat ini, penyakit jantung bukan cuma penyakit orang tua


Dalam paparan Data.goodstats.id, ironisnya, penyakit jantung kini tidak hanya menyerang usia lanjut. Semakin banyak anak muda Indonesia, bahkan yang berusia 20–30 tahun, terdiagnosis menderita penyakit ini. 

“Penyakit jantung kini menyerang kelompok usia muda yang sedang berada di masa produktif. Ini sangat memengaruhi kehidupan mereka dan keluarga, karena mereka harus menyesuaikan diri untuk mengelola penyakit ini seumur hidup,” ujar dr. Ario. 

“Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mempercepat upaya edukasi, pencegahan, serta deteksi dan pengobatan dini. Semakin cepat dikenali, semakin besar peluang untuk menghindari komplikasi dan meringankan beban layanan kesehatan nasional,” tambahnya.

Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), drg. Iing Ichsan Hanafi, MARS., MH, juga menekankan hal ini. 

“Meningkatnya jumlah pasien muda penderita penyakit jantung menjadi peringatan bagi seluruh rumah sakit. Kita harus meningkatkan kesiapan, tidak hanya dalam pengobatan, tetapi juga dalam deteksi dini dan pencegahan. Fokus pelayanan harus bergeser ke arah yang lebih proaktif, cepat, dan berpusat pada pasien, untuk semua kelompok usia,” ujarnya. 

Semua pemangku kepentingan sepakat bahwa pencitraan, pengobatan, dan pemantauan berbasis AI, serta integrasi data pasien lintas fasilitas kesehatan merupakan solusi penting untuk menjembatani kesenjangan layanan. 

Baca juga: Philips Healthcare dan RSPON Berkomitmen Tingkatkan Pelayanan Stroke di Indonesia

Teknologi virtual berbasis AI juga memungkinkan penyedia layanan kesehatan di daerah terpencil memberikan layanan yang lebih cepat dan efektif. 



(Philips' new image guided therapy system, dirancang untuk meningkatkan produktivitas dan membantu tim perawatan mengambil keputusan yang tepat dengan lebih cepat. Video: Dok. Instagram Philips Healthcare/@philips.healthcare)

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)

MOST SEARCH