FITNESS & HEALTH
Jangan Sepelekan Mata Kering! Bisa Jadi Alarm Autoimun, Ini Penjelasan Dokter
Muhammad Syahrul Ramadhan
Rabu 16 Juli 2025 / 15:23
Jakarta: Kamu pasti pernah merasakan mata terasa kering, panas hingga seperti ada yang mengganjal. Kondisi tersebut merupakan gejala mata kering, tapi apakah kamu tahu kondisi yang dalam bahasa medis disebut sindrom dry eye ini bisa menjadi alarm autoimun dari tubuh?
Dr. dr. Laurentius Aswin Pramono, M.Epid, SpPD-KEMD, Dokter Penyakit Dalam, JEC Eye Hospitals and Clinics mengungkapkan bahwa mata kering bisa menjadi pintu masuk dari penyakit lain, termasuk autoimun.
“Seringkali mata kering itu merupakan pintu masuk bagi penyakit lain. Misalnya penyakit hipertiroid, atau penyakit diabetes, atau sakit-sakit yang bidang hormonal Itu bisa juga jadi ketahuan, tapi yang lagi banyak banget, dan lebih banyak lagi itu mata kering itu dekat dengan penyakit autoimun. Jadi bukan hanya autoimun ya, penyakit yang punya gejala mata kering,” kata Aswin dalam Media Brief Dry Eye Awareness Month di RS Mata JEC Kedoya, Jakarta Rabu, 16 Juli 2025.
Autoimun merupakan penyakit yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat di dalam tubuh. Nah, autoimun dengan sindrom mata kering merupakan autoimun yang sifatnya sistemik alias sistem imun tubuh yang menyerang jaringannya sendiri, sehingga menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan.
“Kelenjar air matanya bisa terganggu atau rusak, produksi air mata berkurang. Mata menjadi kering dan radang merah. Ini bisa sampai keratitis, peradangan pada kornea mata,” bebernya.
Aswin menyebut ada tiga penyakit autoimun yang berkaitan dengan sindrom mata kering. Ketiga autoimun itu, yakni Lupus, Rheumatoid arthritis dan Sjogren.
Lupus adalah penyakit autoimun kronis yang menyerang jaringan tubuh sehat secara tidak sengaja, sehingga menyebabkan peradangan dan kerusakan organ. Sedangkan Rheumatoid arthritis merupakan peradangan jangka panjang pada sendi akibat sistem kekebalan tubuh yang secara keliru menyerang tubuh.
Meski begitu sindrom Sjogren masih sering diabaikan. Padahal, penderita autoimun Sjogren makin banyak.
“Banyak cuma tidak kedeteksi saking diabaikannya, padahal banyak. Kalau di Dry Eye Center kami nih, banyak yang positif Sjogren. Cek aja tuh autoimunnya, 5 pasien, cekin autoimunnya, ya positif Sjogren. Tapi itu bisa diobati. Dan memang obatannya yang paling lengkap di JEC,” ucapnya.
Sindrom Sjogren merupakan kondisi di mana sistem imun menyerang kelenjar penghasil air mata dan air liur, sehingga penderitanya bisa mengalami mata kering sekaligus mulut kering secara bersamaan.
Sebuah studi menemukan 10 hingga 95% pasien dengan gangguan sistem imun mengalami mata kering. Sementara itu, American Academy of Ophthalmology menyebut 10% pasien dengan penyakit mata kering mengalami Sindrom Sjogren. Tanpa penanganan dini dan tepat, kondisi ini dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti luka pada kornea, infeksi, bahkan gangguan penglihatan permanen.
Di Indonesia, prevalensi mata kering sendiri mencapai 27,5% hingga 30,6%, menjadikannya salah satu kondisi mata yang paling umum namun seringkali luput dari deteksi medis. Terkait Sindrom Sjorgen, sayangnya Indonesia belum memiliki data spesifik mengenai mata kering akibat jenis autoimun ini. Kurangnya kesadaran dan minimnya edukasi membuat banyak pasien tidak menyadari bahwa gejala yang mereka alami bisa jadi merupakan sinyal dari kondisi sistemik yang lebih kompleks.
“Dry eye biasa itu karena lingkungan, penggunaan dan lain sebagainya. Kalau dry eye autoimun itu nggak mudah sembuh meski dengan obat tetes atau disertai gejala lain. Gejala lain bisa muncul,” jelasnya.
Terkait mata kering ini dr. Niluh Archi, SpM, Dokter Mata Kering dan Lensa Kontak, JEC Eye Hospitals and Clinics mengingatkan agar masyarakat tidak meremehkan mata kering. Karena itu penting untuk melakukan deteksi dini.
“Dry eye itu bisa juga dikaitkan dengan kondisi-kondisi penyakit yang lain. Jadi jangan ragu untuk diperiksa ada dulu kondisi yang mungkin bukan dianggap sepele tapi ternyata tidak sesederhana itu,” kata sosok yang akrab disapa Manda itu.
“Supaya penangannya itu tepat, bukan hanya matanya tapi juga secara holistik terpadu seluruh organ diperiksa, seluruh kesehatan di dunia periksa agar kualitas hidup, bukan hanya kualitas dari kesehatan bisa ikut menjadi lebih baik,” imbuhnya.
Sebagai bagian dari komitmen untuk mengoptimalisasi penglihatan dan kualitas hidup masyarakat, JEC Eye Hospitals and Clinics telah menghadirkan JEC Dry Eye Service sejak 2017 dan menjadi pionir layanan terpadu pertama di Indonesia yang menangani mata kering secara komprehensif.
Layanan ini menawarkan beragam pemeriksaan berteknologi mutakhir untuk mendiagnosis dry eye pasien; meliputi: Dry Eye Questionnaire, Schirmer Test (menilai volume air mata), Tear Break Up Time/TBUT (menilai stabilitas air mata), Ocular Surface Staining (menilai derajat peradangan), Meibography (menilai kondisi kelenjar Meibom di kelopak mata), dan TearLab® Osmometer (menilai kadar osmolaritas air mata).
Berdasarkan pemeriksaan tersebut, tim ahli JEC Dry Service akan memberikan penanganan yang sesuai. Mulai dari artificial tears substitute/lubricants, punctal plug, pemberian anti-inflamasi dan antibiotik tetes mata, pemberian autologous serum tetes mata, terapi E-eye Intense Pulse Light (IPL) dan Dry Eye Spa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(RUL)
Dr. dr. Laurentius Aswin Pramono, M.Epid, SpPD-KEMD, Dokter Penyakit Dalam, JEC Eye Hospitals and Clinics mengungkapkan bahwa mata kering bisa menjadi pintu masuk dari penyakit lain, termasuk autoimun.
“Seringkali mata kering itu merupakan pintu masuk bagi penyakit lain. Misalnya penyakit hipertiroid, atau penyakit diabetes, atau sakit-sakit yang bidang hormonal Itu bisa juga jadi ketahuan, tapi yang lagi banyak banget, dan lebih banyak lagi itu mata kering itu dekat dengan penyakit autoimun. Jadi bukan hanya autoimun ya, penyakit yang punya gejala mata kering,” kata Aswin dalam Media Brief Dry Eye Awareness Month di RS Mata JEC Kedoya, Jakarta Rabu, 16 Juli 2025.
Autoimun merupakan penyakit yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat di dalam tubuh. Nah, autoimun dengan sindrom mata kering merupakan autoimun yang sifatnya sistemik alias sistem imun tubuh yang menyerang jaringannya sendiri, sehingga menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan.
Kenapa Autoimun Menyebabkan Mata Kering
Lebih lanjut Aswin membeberkan kenapa autoimun bisa menyebabkan mata kering atau dry eye. Sistem imun yang baik menyerang sel tubuh sendiri, menyerang kelenjar air mata.“Kelenjar air matanya bisa terganggu atau rusak, produksi air mata berkurang. Mata menjadi kering dan radang merah. Ini bisa sampai keratitis, peradangan pada kornea mata,” bebernya.
Mata Kering dan Penyakit Autoimun
Aswin menyebut ada tiga penyakit autoimun yang berkaitan dengan sindrom mata kering. Ketiga autoimun itu, yakni Lupus, Rheumatoid arthritis dan Sjogren.
Baca juga: 90% Menyerang Perempuan, Kenali Gejala Penyakit Lupus Sejak Dini |
Lupus adalah penyakit autoimun kronis yang menyerang jaringan tubuh sehat secara tidak sengaja, sehingga menyebabkan peradangan dan kerusakan organ. Sedangkan Rheumatoid arthritis merupakan peradangan jangka panjang pada sendi akibat sistem kekebalan tubuh yang secara keliru menyerang tubuh.
Sindrom Sjogren
Dari ketiga autoimun tersebut, Aswin menyebut pasien Sjogren 100 persen gejalanya adalah mata kering. “Pasien Sjogren itu 100 persen gejalanya mata kering, untuk lupus 70 persen,” ungkapnya.Meski begitu sindrom Sjogren masih sering diabaikan. Padahal, penderita autoimun Sjogren makin banyak.
“Banyak cuma tidak kedeteksi saking diabaikannya, padahal banyak. Kalau di Dry Eye Center kami nih, banyak yang positif Sjogren. Cek aja tuh autoimunnya, 5 pasien, cekin autoimunnya, ya positif Sjogren. Tapi itu bisa diobati. Dan memang obatannya yang paling lengkap di JEC,” ucapnya.
Sindrom Sjogren merupakan kondisi di mana sistem imun menyerang kelenjar penghasil air mata dan air liur, sehingga penderitanya bisa mengalami mata kering sekaligus mulut kering secara bersamaan.
Sebuah studi menemukan 10 hingga 95% pasien dengan gangguan sistem imun mengalami mata kering. Sementara itu, American Academy of Ophthalmology menyebut 10% pasien dengan penyakit mata kering mengalami Sindrom Sjogren. Tanpa penanganan dini dan tepat, kondisi ini dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti luka pada kornea, infeksi, bahkan gangguan penglihatan permanen.
Di Indonesia, prevalensi mata kering sendiri mencapai 27,5% hingga 30,6%, menjadikannya salah satu kondisi mata yang paling umum namun seringkali luput dari deteksi medis. Terkait Sindrom Sjorgen, sayangnya Indonesia belum memiliki data spesifik mengenai mata kering akibat jenis autoimun ini. Kurangnya kesadaran dan minimnya edukasi membuat banyak pasien tidak menyadari bahwa gejala yang mereka alami bisa jadi merupakan sinyal dari kondisi sistemik yang lebih kompleks.
Perbedaan Mata Kering Biasa dan Autoimun
Ia menjelaskan perbedaan mata kering biasa dan mata kering autoimun. Mata kering atau sindrom dry eye biasa itu disebabkan oleh lingkungan dan juga faktor usia dan bisa sembuh dengan obat sederhana seperti obat tetes mata.“Dry eye biasa itu karena lingkungan, penggunaan dan lain sebagainya. Kalau dry eye autoimun itu nggak mudah sembuh meski dengan obat tetes atau disertai gejala lain. Gejala lain bisa muncul,” jelasnya.
Terkait mata kering ini dr. Niluh Archi, SpM, Dokter Mata Kering dan Lensa Kontak, JEC Eye Hospitals and Clinics mengingatkan agar masyarakat tidak meremehkan mata kering. Karena itu penting untuk melakukan deteksi dini.
“Dry eye itu bisa juga dikaitkan dengan kondisi-kondisi penyakit yang lain. Jadi jangan ragu untuk diperiksa ada dulu kondisi yang mungkin bukan dianggap sepele tapi ternyata tidak sesederhana itu,” kata sosok yang akrab disapa Manda itu.
“Supaya penangannya itu tepat, bukan hanya matanya tapi juga secara holistik terpadu seluruh organ diperiksa, seluruh kesehatan di dunia periksa agar kualitas hidup, bukan hanya kualitas dari kesehatan bisa ikut menjadi lebih baik,” imbuhnya.
Sebagai bagian dari komitmen untuk mengoptimalisasi penglihatan dan kualitas hidup masyarakat, JEC Eye Hospitals and Clinics telah menghadirkan JEC Dry Eye Service sejak 2017 dan menjadi pionir layanan terpadu pertama di Indonesia yang menangani mata kering secara komprehensif.
Layanan ini menawarkan beragam pemeriksaan berteknologi mutakhir untuk mendiagnosis dry eye pasien; meliputi: Dry Eye Questionnaire, Schirmer Test (menilai volume air mata), Tear Break Up Time/TBUT (menilai stabilitas air mata), Ocular Surface Staining (menilai derajat peradangan), Meibography (menilai kondisi kelenjar Meibom di kelopak mata), dan TearLab® Osmometer (menilai kadar osmolaritas air mata).
Berdasarkan pemeriksaan tersebut, tim ahli JEC Dry Service akan memberikan penanganan yang sesuai. Mulai dari artificial tears substitute/lubricants, punctal plug, pemberian anti-inflamasi dan antibiotik tetes mata, pemberian autologous serum tetes mata, terapi E-eye Intense Pulse Light (IPL) dan Dry Eye Spa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(RUL)