FITNESS & HEALTH
Jangan Anggap Sepele Masalah Perundungan pada Remaja
Yatin Suleha
Minggu 07 Desember 2025 / 10:12
Jakarta: Perundungan bukanlah masalah baru dan kemungkinan besar prevalensinya tidak berubah sepanjang tahun. Sekarang, remaja bisa diganggu kapan saja bahkan saat tidur karena pesan bisa datang lewat WhatsApp, Instagram, atau TikTok yang membuat perundungan lebih sulit dihindari dan lebih menyakitkan.
Menurut Australian Institute of Health and Welfare, 70% anak berusia 12–13 tahun pada tahun 2016 mengalami setidaknya satu perilaku yang mirip perundungan.
Hal itu terjadi sebelum lockdown covid-19 dan kemunculan aplikasi seperti TikTok, yang kini memiliki 8,5 juta pengguna bulanan di Australia. Angka ini menunjukkan bahwa perundungan sudah umum di kalangan anak muda, dan dengan teknologi yang semakin maju, masalahnya bisa lebih parah.
Dilansir dari Maggie Dent, menurut penelitian e-safety Australia 2021, 50% remaja berusia 14–17 tahun melaporkan mengalami perilaku negatif online, sementara 30% yang mengkhawatirkan melaporkan pernah dihubungi oleh orang asing yang tidak mereka kenal.
Artinya, banyak remaja merasa tidak aman di dunia maya. Orang asing ini bisa saja penipu yang ingin memanfaatkan anak-anak, atau teman yang pura-pura ramah tapi sebenarnya jahat.
Salah satu contohnya adalah seorang remaja berusia 14 tahun yang hidupnya terbalik setelah mengirimkan foto selfie yang tidak pantas kepada temannya. Dalam hitungan menit, foto tersebut tersebar di antara teman-temannya dan mencapai komunitas sekolah.
.jpg)
(Pada kasus yang parah, bullying dapat berujung pada percobaan bunuh diri. Dampak ini juga bisa memperburuk prestasi akademik dan menurunkan minat terhadap aktivitas. Foto: Ilustrasi/Pexels.com)
Satu gambar tersebut menyebabkan suspensi, malu, dan gangguan kesehatan mental yang membuat dia mulai menyakiti diri sendiri dan berada dalam keadaan depresi. Kasus seperti ini sering terjadi karena remaja belum paham risiko berbagi foto pribadi.
Contoh lainnya adalah seorang anak berusia 11 tahun yang menerima pesan Facebook online yang mengatakan mereka ‘gemuk’ dan ‘jelek’. Seperti halnya anak berusia 11 tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai perasaan negatif dan membuatnya berhenti makan selama beberapa hari.
Aplikasi lain, seperti Instagram atau TikTok membuat anak-anak ingin mendapat "like" sebanyak mungkin yang bisa membuat mereka melakukan hal-hal berisiko.
Otak remaja masih berkembang, jadi mereka sering impulsif dan kurang memikirkan dampak jangka panjang. Selain itu, perundungan adalah salah satu faktor kontributor terbesar bagi anak-anak dan remaja yang menyakiti diri sendiri menjadi sangat cemas atau depresi.
Banyak remaja yang korban perundungan online akhirnya mengalami masalah seperti insomnia, kehilangan nafsu makan, atau bahkan pikiran untuk bunuh diri. Untuk mengatasi ini, sekolah dan orang tua perlu bekerja sama.
Secillia Nur Hafifah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)
Menurut Australian Institute of Health and Welfare, 70% anak berusia 12–13 tahun pada tahun 2016 mengalami setidaknya satu perilaku yang mirip perundungan.
Hal itu terjadi sebelum lockdown covid-19 dan kemunculan aplikasi seperti TikTok, yang kini memiliki 8,5 juta pengguna bulanan di Australia. Angka ini menunjukkan bahwa perundungan sudah umum di kalangan anak muda, dan dengan teknologi yang semakin maju, masalahnya bisa lebih parah.
Dilansir dari Maggie Dent, menurut penelitian e-safety Australia 2021, 50% remaja berusia 14–17 tahun melaporkan mengalami perilaku negatif online, sementara 30% yang mengkhawatirkan melaporkan pernah dihubungi oleh orang asing yang tidak mereka kenal.
Artinya, banyak remaja merasa tidak aman di dunia maya. Orang asing ini bisa saja penipu yang ingin memanfaatkan anak-anak, atau teman yang pura-pura ramah tapi sebenarnya jahat.
Salah satu contohnya adalah seorang remaja berusia 14 tahun yang hidupnya terbalik setelah mengirimkan foto selfie yang tidak pantas kepada temannya. Dalam hitungan menit, foto tersebut tersebar di antara teman-temannya dan mencapai komunitas sekolah.
.jpg)
(Pada kasus yang parah, bullying dapat berujung pada percobaan bunuh diri. Dampak ini juga bisa memperburuk prestasi akademik dan menurunkan minat terhadap aktivitas. Foto: Ilustrasi/Pexels.com)
Satu gambar tersebut menyebabkan suspensi, malu, dan gangguan kesehatan mental yang membuat dia mulai menyakiti diri sendiri dan berada dalam keadaan depresi. Kasus seperti ini sering terjadi karena remaja belum paham risiko berbagi foto pribadi.
Contoh lainnya adalah seorang anak berusia 11 tahun yang menerima pesan Facebook online yang mengatakan mereka ‘gemuk’ dan ‘jelek’. Seperti halnya anak berusia 11 tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai perasaan negatif dan membuatnya berhenti makan selama beberapa hari.
Aplikasi lain, seperti Instagram atau TikTok membuat anak-anak ingin mendapat "like" sebanyak mungkin yang bisa membuat mereka melakukan hal-hal berisiko.
Otak remaja masih berkembang, jadi mereka sering impulsif dan kurang memikirkan dampak jangka panjang. Selain itu, perundungan adalah salah satu faktor kontributor terbesar bagi anak-anak dan remaja yang menyakiti diri sendiri menjadi sangat cemas atau depresi.
Banyak remaja yang korban perundungan online akhirnya mengalami masalah seperti insomnia, kehilangan nafsu makan, atau bahkan pikiran untuk bunuh diri. Untuk mengatasi ini, sekolah dan orang tua perlu bekerja sama.
Secillia Nur Hafifah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)