FITNESS & HEALTH
Ibu Hamil Punya Peran Penting Tekan Prevalensi Stunting
A. Firdaus
Selasa 01 Juli 2025 / 19:12
Jakarta: Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengajak Badan Gizi Nasional (BGN) untuk membantu menekan prevalensi stunting melalui pemberian makanan dan nutrisi tambahan pada ibu hamil. Sebab ada dua upaya intervensi terhadap kelompok itu yang masih perlu ditingkatkan.
Dalam rapat bersama DPR di Jakarta, Selasa, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebutkan kedua langkah tersebut yakni pemberian tablet tambah darah untuk dikonsumsi selama kehamilan serta tambahan asupan gizi pada ibu hamil yang kurang energi kronik.
Adapun dari target sebesar 65 persen pada konsumsi tablet tambah darah selama kehamilan, baru tercapai sebesar 15,5 persen, sementara tambahan asupan gizi pada ibu hamil yang kurang energi kronik baru sebesar 40,7 persen dari target 84 persen.
Baca juga: Cegah Stunting Sejak Dini, Ini Buku Panduan Nutrisi yang Dibutuhkan Bumil
Menurut Menkes Budi, intervensi pada ibu hamil penting, karena 11 persen kejadian stunting ditemukan pada bayi yang baru lahir, yakni yang berusia hingga 1 tahun.
"Dan kalau Bapak Ibu lihat, yang kritikal itu sudah usia 6 bulan sampai 24 bulan. Itu adalah masa-masa dimana ASI eksklusif itu berhenti," ucap Menkes Budi melansir Antara.
Menkes Budi menyebutkan begitu ASI eksklusif dihentikan, perlu diberikan makanan tambahan agar nutrisi anak tetap terjaga. Jika tidak diberikan, katanya, seperti ditunjukkan data, prevalensi stuntingnya naik menjadi sekitar 19 hingga 20 persen.
Dalam 1.000 hari pertama kehidupan, katanya, keduanya adalah waktu-waktu yang sensitif, sehingga intervensi perlu dikuatkan pada dua momen krusial itu.
Menurutnya, kolaborasi penting karena Kementerian Kesehatan hanya berkontribusi sebesar 30 persen dari penyelesaian masalah stunting. Sisanya, katanya, adalah intervensi dari institusi lain seperti Kementerian Sosial, Kementerian Agama, dan Kementerian Pendidikan.
Dalam kesempatan itu, dia mengapresiasi bantuan serta dukungan berbagai pihak yang telah berkontribusi hingga akhirnya prevalensi stunting nasional mencapai angka di bawah 20 persen.
"Kita punya 11 program yang kita jalankan di sisi Kemenkes dan pengukurannya juga sudah konsisten kita lakukan tiap bulan di level provinsi dan kabupaten-kota," katanya.
Ke depannya, katanya, program-program itu bakal dilanjutkan dan difokuskan ke enam provinsi yang perlu perhatian khusus dalam penanganan stunting, antara lain Jawa Barat, Sumatra Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Banten.
Menkes Budi menilai, dengan menekan prevalensi stunting di keenam daerah itu, prevalensi stunting secara nasional bisa diturunkan.
"Kemudian yang ketiga kita juga akan konsentrasi ke ibu hamil dan juga anak usia 0-24 bulan, karena itu adalah masa-masa yang paling kritikal dalam perjalanan hidup mereka," kata Menkes Budi.
Pihaknya juga akan mengkoordinasikan semua dinas kesehatan di daerah agar dapat membantu BGN dalam perihal gizi dan keamanan makanan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Dalam rapat bersama DPR di Jakarta, Selasa, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebutkan kedua langkah tersebut yakni pemberian tablet tambah darah untuk dikonsumsi selama kehamilan serta tambahan asupan gizi pada ibu hamil yang kurang energi kronik.
Adapun dari target sebesar 65 persen pada konsumsi tablet tambah darah selama kehamilan, baru tercapai sebesar 15,5 persen, sementara tambahan asupan gizi pada ibu hamil yang kurang energi kronik baru sebesar 40,7 persen dari target 84 persen.
Baca juga: Cegah Stunting Sejak Dini, Ini Buku Panduan Nutrisi yang Dibutuhkan Bumil
Menurut Menkes Budi, intervensi pada ibu hamil penting, karena 11 persen kejadian stunting ditemukan pada bayi yang baru lahir, yakni yang berusia hingga 1 tahun.
"Dan kalau Bapak Ibu lihat, yang kritikal itu sudah usia 6 bulan sampai 24 bulan. Itu adalah masa-masa dimana ASI eksklusif itu berhenti," ucap Menkes Budi melansir Antara.
Menkes Budi menyebutkan begitu ASI eksklusif dihentikan, perlu diberikan makanan tambahan agar nutrisi anak tetap terjaga. Jika tidak diberikan, katanya, seperti ditunjukkan data, prevalensi stuntingnya naik menjadi sekitar 19 hingga 20 persen.
Dalam 1.000 hari pertama kehidupan, katanya, keduanya adalah waktu-waktu yang sensitif, sehingga intervensi perlu dikuatkan pada dua momen krusial itu.
Menurutnya, kolaborasi penting karena Kementerian Kesehatan hanya berkontribusi sebesar 30 persen dari penyelesaian masalah stunting. Sisanya, katanya, adalah intervensi dari institusi lain seperti Kementerian Sosial, Kementerian Agama, dan Kementerian Pendidikan.
Dalam kesempatan itu, dia mengapresiasi bantuan serta dukungan berbagai pihak yang telah berkontribusi hingga akhirnya prevalensi stunting nasional mencapai angka di bawah 20 persen.
"Kita punya 11 program yang kita jalankan di sisi Kemenkes dan pengukurannya juga sudah konsisten kita lakukan tiap bulan di level provinsi dan kabupaten-kota," katanya.
Ke depannya, katanya, program-program itu bakal dilanjutkan dan difokuskan ke enam provinsi yang perlu perhatian khusus dalam penanganan stunting, antara lain Jawa Barat, Sumatra Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Banten.
Menkes Budi menilai, dengan menekan prevalensi stunting di keenam daerah itu, prevalensi stunting secara nasional bisa diturunkan.
"Kemudian yang ketiga kita juga akan konsentrasi ke ibu hamil dan juga anak usia 0-24 bulan, karena itu adalah masa-masa yang paling kritikal dalam perjalanan hidup mereka," kata Menkes Budi.
Pihaknya juga akan mengkoordinasikan semua dinas kesehatan di daerah agar dapat membantu BGN dalam perihal gizi dan keamanan makanan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)