FITNESS & HEALTH
Waspada! Dokter Ungkap Mata Kering Bisa Jadi Pintu Masuk Penyakit Autoimun
Muhammad Syahrul Ramadhan
Rabu 16 Juli 2025 / 16:05
Jakarta: Gejala mata kering yang sering dianggap sepele ternyata bisa menjadi indikasi awal dari penyakit autoimun. Penyakit ini menyerang sistem kekebalan tubuh yang bisa mengganggu aktivitas sehari-hari.
Di Indonesia, prevalensi mata kering sendiri mencapai 27,5% hingga 30,6%, menjadikannya salah satu kondisi mata yang paling umum namun seringkali luput dari deteksi medis. Padahal American Academy of Ophthalmology menyebut 10% pasien dengan penyakit mata kering mengalami penyakit autoimun, yakni Sindrom Sjogren (SS).
Sindrom Sjogren jenis autoimun kronis yang menyerang kelenjar air mata dan menyebabkan peradangan pada permukaan mata. Terkait Sindrom Sjogren, sayangnya Indonesia belum memiliki data spesifik mengenai mata kering akibat jenis autoimun ini.
Kurangnya kesadaran dan minimnya edukasi membuat banyak pasien tidak menyadari bahwa gejala yang mereka alami bisa jadi merupakan sinyal dari kondisi sistemik yang lebih kompleks.
Melalui peringatan Bulan Kesadaran Mata Kering 2025, JEC mendorong pentingnya deteksi dini gejala mata kering sebagai bagian dari upaya menjaga kesehatan secara menyeluruh.
“Mata kering bukanlah sebuah kondisi ringan. Bagi sebagian pasien, mata kering justru bisa menjadi indikasi proses autoimun yang berlangsung diam-diam di dalam tubuh. Lewat Bulan Kesadaran Mata Kering yang konsisten JEC gaungkan, kami ingin masyarakat tidak mengabaikan keluhan mata kering. Sebab, bisa jadi keluhan tersebut mencerminkan masalah kesehatan sistemik yang perlu ditangani seawal mungkin,” ujar dr. Niluh Archi, SpM (dr. Manda), Dokter Spesialis Mata Kering dan Lensa Kontak, JEC Eye Hospitals and Clinics di Jakarta, Rabu, 16 Juli 2025.
Autoimun adalah kondisi ketika sistem kekebalan tubuh, yang seharusnya melindungi, justru menyerang jaringan sehat tubuh sendiri. Ketika ini terjadi pada kelenjar eksokrin, seperti kelenjar air mata, bisa menimbulkan peradangan kronis dan penurunan produksi air mata sehingga menyebabkan mata kering.
Sindrom Sjögren menjadi salah satu contoh paling umum, yakni ketika sistem imun menyerang kelenjar penghasil air mata dan air liur, sehingga penderitanya bisa mengalami mata kering sekaligus mulut kering secara bersamaan. Selain Sindrom Sjögren, penyakit autoimun lain juga dapat memicu mata kering, antara lain lupus, rheumatoid arthritis (RA), dan scleroderma.
Keempatnya dapat menyebabkan inflamasi sistemik yang turut berdampak pada permukaan mata.
DR. Dr. Laurentius Aswin Pramono, M.Epid, SpPD-KEMD, selaku Dokter Penyakit Dalam, JEC Eye Hospitals and Clinics menjelaskan “Dalam banyak kasus, gejala awal penyakit autoimun sering kali muncul dalam bentuk yang tidak spesifik. Salah satunya, timbulnya mata kering. Karena itu, kolaborasi multidisiplin antara dokter mata dan dokter penyakit dalam menjadi sangat penting untuk mengenali pola-pola peradangan sistemik sejak dini. Melalui pemeriksaan mata yang teliti, pasien bisa diarahkan untuk evaluasi lebih lanjut yang mungkin menyelamatkan organ lain dari kerusakan permanen.”
Melihat kompleksitas penyebab dan dampak mata kering, terutama yang terkait dengan gangguan sistemik seperti autoimun, penanganannya jelas memerlukan lebih dari sekadar solusi pereda sementara. Dibutuhkan pendekatan menyeluruh yang tidak hanya mengatasi gejala, tetapi juga menggali dan memahami kondisi mendasar yang menyebabkannya.
Di sinilah pentingnya layanan dengan teknologi diagnostik yang akurat, tim medis berpengalaman, serta kolaborasi multidisiplin antara dokter mata, penyakit dalam, dan reumatologi untuk memastikan pasien dengan dry eye akibat autoimun mendapatkan penanganan yang tepat, menyeluruh, dan berkelanjutan.
Sebagai bagian dari komitmen untuk mengoptimalisasi penglihatan dan kualitas hidup masyarakat, JEC Eye Hospitals and Clinics telah menghadirkan JEC Dry Eye Service sejak 2017; menjadi pionir layanan terpadu pertama di Indonesia yang menangani mata kering secara komprehensif.
Layanan ini menawarkan beragam pemeriksaan berteknologi mutakhir untuk mendiagnosis dry eye pasien; meliputi: Dry Eye Questionnaire, Schirmer Test (menilai volume air mata), Tear Break Up Time/TBUT (menilai stabilitas air mata), Ocular Surface Staining (menilai derajat peradangan), Meibography (menilai kondisi kelenjar Meibom di kelopak mata), dan TearLab® Osmometer (menilai kadar osmolaritas air mata).
Berdasarkan pemeriksaan tersebut, tim ahli JEC Dry Service akan memberikan penanganan yang sesuai. Mulai dari artificial tears substitute/lubricants, punctal plug, pemberian anti-inflamasi dan antibiotik tetes mata, pemberian autologous serum tetes mata, terapi E-eye® Intense Pulse Light (IPL) dan Dry Eye Spa. Saat ini, Dry Eye Service tersedia di lima rumah sakit dan klinik mata JEC di berbagai kota besar Rumah Sakit Mata JEC @ Kedoya, Rumah Sakit Mata JEC CANDI @ Semarang, RS Mata JEC ORBITA @ Makassar, Klinik Utama Mata JEC BALI @ Denpasar, Klinik Utama Mata JEC JAVA @ Surabaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(RUL)
Di Indonesia, prevalensi mata kering sendiri mencapai 27,5% hingga 30,6%, menjadikannya salah satu kondisi mata yang paling umum namun seringkali luput dari deteksi medis. Padahal American Academy of Ophthalmology menyebut 10% pasien dengan penyakit mata kering mengalami penyakit autoimun, yakni Sindrom Sjogren (SS).
Sindrom Sjogren jenis autoimun kronis yang menyerang kelenjar air mata dan menyebabkan peradangan pada permukaan mata. Terkait Sindrom Sjogren, sayangnya Indonesia belum memiliki data spesifik mengenai mata kering akibat jenis autoimun ini.
Kurangnya kesadaran dan minimnya edukasi membuat banyak pasien tidak menyadari bahwa gejala yang mereka alami bisa jadi merupakan sinyal dari kondisi sistemik yang lebih kompleks.
Melalui peringatan Bulan Kesadaran Mata Kering 2025, JEC mendorong pentingnya deteksi dini gejala mata kering sebagai bagian dari upaya menjaga kesehatan secara menyeluruh.
“Mata kering bukanlah sebuah kondisi ringan. Bagi sebagian pasien, mata kering justru bisa menjadi indikasi proses autoimun yang berlangsung diam-diam di dalam tubuh. Lewat Bulan Kesadaran Mata Kering yang konsisten JEC gaungkan, kami ingin masyarakat tidak mengabaikan keluhan mata kering. Sebab, bisa jadi keluhan tersebut mencerminkan masalah kesehatan sistemik yang perlu ditangani seawal mungkin,” ujar dr. Niluh Archi, SpM (dr. Manda), Dokter Spesialis Mata Kering dan Lensa Kontak, JEC Eye Hospitals and Clinics di Jakarta, Rabu, 16 Juli 2025.
?Baca juga: Jangan Sepelekan Mata Kering! Bisa Jadi Alarm Autoimun, Ini Penjelasan Dokter |
Autoimun adalah kondisi ketika sistem kekebalan tubuh, yang seharusnya melindungi, justru menyerang jaringan sehat tubuh sendiri. Ketika ini terjadi pada kelenjar eksokrin, seperti kelenjar air mata, bisa menimbulkan peradangan kronis dan penurunan produksi air mata sehingga menyebabkan mata kering.
Sindrom Sjögren menjadi salah satu contoh paling umum, yakni ketika sistem imun menyerang kelenjar penghasil air mata dan air liur, sehingga penderitanya bisa mengalami mata kering sekaligus mulut kering secara bersamaan. Selain Sindrom Sjögren, penyakit autoimun lain juga dapat memicu mata kering, antara lain lupus, rheumatoid arthritis (RA), dan scleroderma.
Keempatnya dapat menyebabkan inflamasi sistemik yang turut berdampak pada permukaan mata.
DR. Dr. Laurentius Aswin Pramono, M.Epid, SpPD-KEMD, selaku Dokter Penyakit Dalam, JEC Eye Hospitals and Clinics menjelaskan “Dalam banyak kasus, gejala awal penyakit autoimun sering kali muncul dalam bentuk yang tidak spesifik. Salah satunya, timbulnya mata kering. Karena itu, kolaborasi multidisiplin antara dokter mata dan dokter penyakit dalam menjadi sangat penting untuk mengenali pola-pola peradangan sistemik sejak dini. Melalui pemeriksaan mata yang teliti, pasien bisa diarahkan untuk evaluasi lebih lanjut yang mungkin menyelamatkan organ lain dari kerusakan permanen.”
Melihat kompleksitas penyebab dan dampak mata kering, terutama yang terkait dengan gangguan sistemik seperti autoimun, penanganannya jelas memerlukan lebih dari sekadar solusi pereda sementara. Dibutuhkan pendekatan menyeluruh yang tidak hanya mengatasi gejala, tetapi juga menggali dan memahami kondisi mendasar yang menyebabkannya.
Di sinilah pentingnya layanan dengan teknologi diagnostik yang akurat, tim medis berpengalaman, serta kolaborasi multidisiplin antara dokter mata, penyakit dalam, dan reumatologi untuk memastikan pasien dengan dry eye akibat autoimun mendapatkan penanganan yang tepat, menyeluruh, dan berkelanjutan.
Sebagai bagian dari komitmen untuk mengoptimalisasi penglihatan dan kualitas hidup masyarakat, JEC Eye Hospitals and Clinics telah menghadirkan JEC Dry Eye Service sejak 2017; menjadi pionir layanan terpadu pertama di Indonesia yang menangani mata kering secara komprehensif.
Layanan ini menawarkan beragam pemeriksaan berteknologi mutakhir untuk mendiagnosis dry eye pasien; meliputi: Dry Eye Questionnaire, Schirmer Test (menilai volume air mata), Tear Break Up Time/TBUT (menilai stabilitas air mata), Ocular Surface Staining (menilai derajat peradangan), Meibography (menilai kondisi kelenjar Meibom di kelopak mata), dan TearLab® Osmometer (menilai kadar osmolaritas air mata).
Berdasarkan pemeriksaan tersebut, tim ahli JEC Dry Service akan memberikan penanganan yang sesuai. Mulai dari artificial tears substitute/lubricants, punctal plug, pemberian anti-inflamasi dan antibiotik tetes mata, pemberian autologous serum tetes mata, terapi E-eye® Intense Pulse Light (IPL) dan Dry Eye Spa. Saat ini, Dry Eye Service tersedia di lima rumah sakit dan klinik mata JEC di berbagai kota besar Rumah Sakit Mata JEC @ Kedoya, Rumah Sakit Mata JEC CANDI @ Semarang, RS Mata JEC ORBITA @ Makassar, Klinik Utama Mata JEC BALI @ Denpasar, Klinik Utama Mata JEC JAVA @ Surabaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(RUL)