Jakarta: Screen time adalah waktu yang dihabiskan untuk menatap layar gadget, seperti smartphone, tablet, laptop, televisi, dan perangkat lainnya. Ini termasuk berbagai aktivitas yang melibatkan layar, seperti menonton video, bermain game, browsing internet, dan menggunakan aplikasi media sosial.
Ironinya, balita, terutama yang di bawah dua tahun menjadi kelompok yang paling berisiko terhadap dampak dari screen time. Hal itu diungkapkan oleh Dokter spesialis anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia dr. Farid Agung Rahmadi Msi., Med., Sp.A SubsTKPS(K).
Dokter Farid menjelaskan pada saat itu otak seorang anak sedang tumbuh dan berkembang hebat karena ada plastisitas otak yang paling hebat di umur itu, ada sinaptogenesis.
Dokter yang tergabung dengan Unit Kerja Koordinasi (UKK) Tumbuh Kembang dan Pediatrik Sosial IDAI itu mengatakan, bahwa paparan screen time mengurangi kuantitas dan kualitas interaksi anak dengan orang tua sehingga memengaruhi perilaku bermain bayi.
Baca juga: Yuk Ajak Anak Berkebun! Ini 5 Manfaatnya
Pada perilaku bermain bayi, terdapat karakteristik kuantitas dan kualitas. Ketika paparan waktu layar mendominasi, maka durasi episode bermain menjadi lebih pendek.
"Kompleksitas bermain dan fokus perhatiannya menjadi kurang, karena tersita sekali dengan adanya screen time. Jadi, pengalaman-pengalaman berinteraksi dengan orang lain menjadi sangat kurang," ucap dr. Farid.
Kemudian, dr. Farid menyampaikan bahwa jenis dan durasi media yang dikonsumsi anak-anak mengalami perubahan signifikan. Pada zaman dulu, televisi menjadi media layar utama dengan durasi rata-rata screen time 1 jam 20 menit.
Namun, kata Farid, gawai pribadi menggantikan televisi sebagai media dominan dalam kehidupan anak mulai tahun 2011.
Dia mencontohkan tren screen time di Kanada pada 2011, yang berjumlah 39 persen, naik menjadi 80 persen dalam kurun waktu dua tahun ketika anak terpapar gawai pribadi. Durasi paparan layar pun menjadi lebih panjang, dari 1 jam 20 menit menjadi total 4 jam untuk paparan layar dari gawai dan televisi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(FIR)
Ironinya, balita, terutama yang di bawah dua tahun menjadi kelompok yang paling berisiko terhadap dampak dari screen time. Hal itu diungkapkan oleh Dokter spesialis anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia dr. Farid Agung Rahmadi Msi., Med., Sp.A SubsTKPS(K).
Dokter Farid menjelaskan pada saat itu otak seorang anak sedang tumbuh dan berkembang hebat karena ada plastisitas otak yang paling hebat di umur itu, ada sinaptogenesis.
Dokter yang tergabung dengan Unit Kerja Koordinasi (UKK) Tumbuh Kembang dan Pediatrik Sosial IDAI itu mengatakan, bahwa paparan screen time mengurangi kuantitas dan kualitas interaksi anak dengan orang tua sehingga memengaruhi perilaku bermain bayi.
Baca juga: Yuk Ajak Anak Berkebun! Ini 5 Manfaatnya
Pada perilaku bermain bayi, terdapat karakteristik kuantitas dan kualitas. Ketika paparan waktu layar mendominasi, maka durasi episode bermain menjadi lebih pendek.
"Kompleksitas bermain dan fokus perhatiannya menjadi kurang, karena tersita sekali dengan adanya screen time. Jadi, pengalaman-pengalaman berinteraksi dengan orang lain menjadi sangat kurang," ucap dr. Farid.
Kemudian, dr. Farid menyampaikan bahwa jenis dan durasi media yang dikonsumsi anak-anak mengalami perubahan signifikan. Pada zaman dulu, televisi menjadi media layar utama dengan durasi rata-rata screen time 1 jam 20 menit.
Namun, kata Farid, gawai pribadi menggantikan televisi sebagai media dominan dalam kehidupan anak mulai tahun 2011.
Dia mencontohkan tren screen time di Kanada pada 2011, yang berjumlah 39 persen, naik menjadi 80 persen dalam kurun waktu dua tahun ketika anak terpapar gawai pribadi. Durasi paparan layar pun menjadi lebih panjang, dari 1 jam 20 menit menjadi total 4 jam untuk paparan layar dari gawai dan televisi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIR)