Gedung OJK. FOTO: OJK
Gedung OJK. FOTO: OJK

Mesakke OJK

Angga Bratadharma • 01 November 2021 12:19
MUNGKIN sebagian besar orang masih asing mendengar kata mesakke. Kata tersebut sebenarnya pernah dipopulerkan oleh Pandji Pragiwaksono saat membawakan stand-up comedy bertajuk 'Mesakke Bangsaku'. Menurut pemahaman Pandji, mesakke artinya kasihan dan selama 1,5 jam itu dirinya membahas hal-hal yang membuat ia kasihan kepada Indonesia.
 
Berdasarkan penelusuran Medcom.id, mesakke merupakan bahasa Jawa yang artinya rasa iba yang bergejolak dalam hati atau bisa juga diartikan sebagai kata kasihan.
 
Lantas apa hubungannya dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)? Tentu tidak ada hubungan langsung antara tema dari stand-up comedy yang dibawakannya karena Pandji tidak menyebut atau menyentil OJK. Namun, jika menyentuh ranah kata mesakke maka ada kaitannya. Kenapa? Karena memang silih berganti tantangan besar terus dihadapi OJK. Mesakke.

Kasus Bank Bukopin
 
Contohnya kasus PT KB Bank Bukopin Tbk. Kala itu, kisruh penambahan modal KB Bukopin ditandai aksi saling gugat antara PT Bosowa Corporindo dan regulator OJK. Konflik Bank Bukopin ini berawal dari 2018 saat OJK menetapkannya sebagai bank dalam pengawasan intensif karena kesulitan likuiditas setelah laporan keuangan 2017 menunjukkan kinerja perusahaan anjlok.
 
Persoalan Bank Bukopin saat itu pun menyita banyak perhatian dan memunculkan desas-desus yang tidak enak didengar termasuk dari investor di pasar modal. Bahkan parahnya, sempat beredar konflik di Bukopin itu bisa menjadi persoalan sistematis jika tidak diselesaikan secara tuntas oleh regulator jasa keuangan.
 
Singkat cerita, OJK mampu menyelesaikan persoalan itu. Persoalan yang punya potensi merusak sistem keuangan berhasil dituntaskan dengan mengeluarkan persetujuan masuknya KB Kookmin Bank sebagai Pemegang Saham Pengendali (PSP) di Bank Bukopin yang merupakan hasil dari Penawaran Umum Terbatas V dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD).
 
"Dengan keputusan OJK ini, Bank Bukopin memiliki dua PSP yaitu KB Kookmin Bank dengan jumlah saham 33,90 persen dan Bosowa Corporindo sebesar 23,40 persen. Saham lainnya dimiliki oleh Indonesia 6,37 persen, dan pemegang saham publik dengan kepemilikan di bawah lima persen mencapai 36,33 persen," kata Deputi Komisioner Humas dan Logistik Anto Prabowo.
 
Masalah Bank Muamalat
 
Masalah lain yakni yang menyeret Bank Muamalat. Dalam catatan, Bank Muamalat mengalami masalah permodalan yang tak kunjung usai. Jika struktur permodalan tidak diperkuat dikhawatirkan Bank Muamalat bakal tenggelam ke masalah yang kesulitannya semakin besar. Masalah ini pun sampai disoroti oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
 
"Saya mendorong supaya Bank Muamalat segera diselesaikan. Saya pernah bilang bahwa Bank Muamalat itu boleh sakit, tapi tidak boleh mati," kata Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Maret silam.
 
Ketua DK OJK Wimboh Santoso mengaku terus mengawal pengelolaan Bank Muamalat. Ia pun menaruh harapan tinggi terhadap pemulihan kondisi permodalan Bank Muamalat Indonesia yang ditandai dengan penandatanganan Master Restructuring Agreement (MRA) oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) bersama Bank Muamalat dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
 
"Kami ikut mengawal babak baru pengelolaan Bank Muamalat dengan kondisi neraca serta keuangan yang semakin sehat. Ini kesempatan untuk berkembang lebih luas, termasuk melayani masyarakat memanfaatkan layanan dan produk keuangan syariah," ucap Wimboh.
 
 

Persoalan besar lain yang bahkan kasusnya sampai sekarang masih berlarut-larut yakni kasus gagal bayar Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera. Babak barunya yakni ratusan pemegang polis AJB Bumiputera memutuskan memulai upaya hukum dengan somasi massal kepada Manajemen AJB Bumiputera dengan tembusan kepada OJK.  
 
Saat ini, pihak manajemen AJB Bumiputera telah menyiapkan panitia pemilihan untuk anggota Badan Perwakilan Anggota (BPA) baru dan saat ini sedang meminta persetujuan pemegang polis. Pada konteks ini, OJK tidak ikut campur dalam pembentukan panitia pemilihan BPA tetapi terus memantau penyelesaian konflik di perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia itu.
 
Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Moch Ichsanudin menjelaskan jalan yang dipilih oleh para pemegang polis itu dilakukan dalam rangka mencari jalan keluar untuk memilih BPA melalui mekanisme yang disepakati mengingat sekarang ini ada kekosongan BPA.
 
Adapun tidak ikut campurnya OJK dalam memilih panitia BPA karena OJK tidak mau dituduh campur tangan urusan internal perusahaan.
 
Perusahaan bermasalah di sektor investasi dan asuransi
 
Persoalan lainnya yang dirangkum Medcom.id yakni di sektor investasi dan pengelolaan aset yaitu ada Minna Padi Asset Management, Victoria Manajemen Investasi, Mahkota Investama, Emco Asset Management, Narada Asset Management, hingga Indosterling Optima Investama.
 
Kemudian di sektor asuransi terdapat beberapa perusahaan yang bermasalah seperti PT Asuransi Bumiputera (AJB), PT Asuransi Jiwasraya, Wanaartha Life, Kresna Life, hingga PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI Persero).
 
Tidak hanya menyangkut kinerja perusahaan jasa keuangan. OJK juga punya Pekerjaan Rumah (PR) besar untuk segera menyelesaikan beberapa regulasi termasuk menyegerakan pembentukan Lembaga Penjamin Polis (BPP). Tujuannya adalah memperkuat fundamental industri jasa keuangan di Indonesia. Banyak sekali bukan PR dan tantangan untuk OJK? Mesakke.
 
<i>Mesakke</i> OJK
 
Pembentukan BPP menjadi penting sekarang ini. Pasalnya, Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara mengungkapkan sampai 20 Juni 2021 terdapat lebih dari 2.600 pengaduan tentang perasuransian yang disampaikan ke OJK dengan 40 persen di antaranya terkait pencairan klaim.
 
Sedangkan di lapangan, OJK menemukan masih banyak oknum industri asuransi yang belum memenuhi transparansi perlakuan yang adil, keandalan produk, kerahasiaan dan keamanan data, serta penanganan pengaduan. Tirta menyayangkan hal tersebut masih terjadi. Padahal, jasa keuangan disepakati sebagai industri kepercayaan yang ditopang pilar perlindungan konsumen.
 
Selain itu, OJK juga dinilai perlu mendorong pembentukan Lembaga Pengawas Industri Microfinance lantaran sekarang ini marak bermunculan pinjaman daring dan bank digital. Lembaga ini bisa melengkapi lembaga yang sudah ada sebelumnya yakni Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
 
Dari sisi regulasi, OJK diminta segera merampungkan revisi Undang-Undang (UU) Pasar Modal yang belum pernah di utak-atik sejak 1995. Revisi tersebut diperlukan karena banyak perkembangan yang terjadi di pasar modal yang seharusnya masuk ke dalam UU.
 
 

Selama 26 tahun terakhir, segala aturan di pasar modal hanya tertuang lewat aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau dalam aturan yang dibuat Self-Regulatory Organizations (SRO). Tentu hal ini patut menjadi perhatian dan fokus dalam rangka memacu pertumbuhan industri pasar modal di Indonesia.
 
Segudang PR tersebut harus mampu diselesaikan dengan metode zero mistake mengingat fundamental utama di jasa keuangan adalah kepercayaan. Kesemuanya wajib dikerjakan oleh regulator jasa keuangan itu, juga dengan menimbang perlindungan konsumen terutama di era digitalisasi seperti sekarang.
 
UU OJK
 
Menilik ke belakang, lembaga yang sempat disebut lembaga superbody ini dibentuk di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Muliaman D Hadad sebagai Ketua DK OJK pertama. Pembentukan lembaga 'wasit' jasa keuangan itu berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Saat pembentukannya pun sempat menuai pro dan kontra.
 
Pasalnya saat itu pengawasan dan pengaturan industri perbankan ada di komando Bank Indonesia (BI) dan pengawasan lembaga jasa keuangan dan pasar modal ada di naungan Bapepam-LK. Sedangkan pemerintah memiliki keinginan agar pengawasan dan pengaturan industri jasa keuangan tidak terpecah dalam artian berada di bawah satu komando lembaga negara.
 
Dalam UU OJK Pasal 1 disebutkan OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UU ini.
 
Kemudian di Pasal 4 disebutkan OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat.
 
Sedangkan di Pasal 5 disebutkan OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
 
Lalu di Pasal 6 disebutkan OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan; kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
 
Berangkat dari UU itu, Muliaman D Hadad berupaya menjaga agar proses transisi dari Bank Indonesia dan Bapepam-LK ke OJK berjalan dengan lembut. Muliaman pun sering menggunakan kata 'soft' ketika menjawab pertanyaan dari para awak media terkait seperti apa proses transisi fungsi dan tugas dari Bank Indonesia dan Bapepam-LK ke OJK.
 
<i>Mesakke</i> OJK
Muliaman D Hadad (kiri) beserta Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dilantik di Gedung Mahkamah Agung pada 20 Juli 2012. DK OJK dipilih berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 67/P Tahun 2012 tanggal 18 Juli 2012. FOTO: Dok OJK.
 
Dalam perjalanan yang tak mulus, OJK gerbong Muliaman berhasil membawa industri jasa keuangan ke tatanan yang lebih baik lagi. Salah satunya bisa dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan industri jasa keuangan serta penguatan perlindungan konsumen yang sebelum di bawah komando OJK belum terlalu jadi fokus.
 
Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan OJK pada 2019, tingkat literasi keuangan dan inklusi keuangan 2019 masing-masing mencapai 38,03 persen dan 76,19 persen. Angka ini cukup menggembirakan karena Indonesia telah berhasil melampaui target yang ditetapkan oleh pemerintah.
 
Target yang dimaksudkan itu dalam Peraturan Presiden No 82 tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) sebesar 75 persen untuk tingkat inklusi keuangan. Sementara target tingkat literasi keuangan yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden No 50 tahun 2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen sebesar 35 persen juga telah terlampaui.
 
Angka ini menunjukkan peningkatan cukup signifikan dari survei sebelumnya di 2016 di mana terdapat peningkatan pemahaman keuangan (awareness) masyarakat sebesar 8,33 persen serta peningkatan akses terhadap produk dan layanan jasa keuangan sebesar 8,39 persen.
 
 

Dekade
 
Sudah 10 tahun berlalu atau satu dekade dilalui. Kini OJK kian progresif mengawasi dan mengatur industri jasa keuangan di Indonesia. Berbagai macam pengaturan, pengawasan, pengetatan, fleksibilitas, hingga pelonggaran dilakukan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi sekarang ini, terutama di saat pandemi dan era digitalisasi.
 
Saat industri jasa keuangan terhantam keras pandemi covid-19, misalnya, OJK di bawah nakhoda Wimboh Santoso cukup gesit bersiasat stimulus terutama memberlakukan restrukturisasi di industri jasa keuangan. Ironinya, sebelumnya OJK mati-matian mendorong pertumbuhan jasa keuangan tapi industri keuangan justru dilumpuhkan virus korona. Mesakke OJK.
 
Mengutip laman resmi OJK, restrukturisasi adalah keringanan pembayaran cicilan pinjaman di bank/leasing. Restrukturisasi bukan penghapusan utang, tapi memberikan keringanan untuk membayar cicilan utang. Jadi utang seseorang masih ada di industri jasa keuangan.
 
Cicilan pinjaman tetap harus dibayar namun diberikan keringanan berdasarkan penilaian dan kesepakatan bersama antara seseorang dengan bank/leasing.
 
Bentuk-bentuk keringanan kredit/pembiayaan yang bisa diberikan bank/leasing, yaitu penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit/pembiayaan, dan konversi kredit/pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara.
 
<i>Mesakke</i> OJK
 
Restrukturisasi merupakan langkah OJK bersama pemerintah, Bank Indonesia, dan LPS  untuk terus melakukan sinergi guna mendukung pemulihan ekonomi nasional. Kebijakan yang dilahirkan dalam naungan KSSK bersifat pre-emptive, extraordinary, dan forward looking, agar ekonomi Indonesia dapat menahan pelemahan akibat pandemi covid-19.
 
Pada 2020, OJK telah memberikan ruang gerak melalui program restrukturisasi kredit dan pelonggaran penilaian kualitas kredit satu pilar. Hal itu tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
 
Sedianya aturan itu berlaku hingga Maret 2021. Namun karena pandemi masih merebak dan kelonggaran tersebut dirasa masih diperlukan, OJK memperpanjang kebijakan tersebut hingga Maret 2022.
 
Kebijakan itu kemudian dituangkan dalam POJK 48/POJK.03/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
 
Tercatat, hingga 4 Januari 2021 sebanyak 7,57 juta debitur perbankan telah direstrukturisasi kreditnya dengan outstanding mencapai Rp971,08 triliun. Itu terdiri dari 5,81 juta debitur UMKM dengan outstanding Rp386,63 triliun dan 1,76 juta debitur non-UMKM dengan outstanding Rp584,45 triliun.
 
 

Sedangkan restrukturisasi di Industri Keuangan Non-Bank (IKNB), hingga 18 Januari 2021, OJK mencatat sebanyak lima juta kontrak dengan outstanding Rp191,14 triliun direstrukturisasi oleh perusahaan pembiayaan. Lalu debitur yang direstrukturisasi dari 66 Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dengan outstanding Rp31,06 miliar hingga September 2020.
 
Menjaga stabilitas sektor keuangan
 
Jika melihat secara khusus pandemi covid-19, OJK dalam rekam jejaknya telah menelurkan berbagai macam kebijakan menjaga stabilitas sektor keuangan untuk terus mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional. Kebijakan tersebut yakni:

Kebijakan menjaga fundamental usaha sektor riil

  1. Melalui POJK 11/POJK.03/2020, pada Maret 2020 OJK mengeluarkan kebijakan kolektibilitas satu pilar melalui restrukturisasi kredit yang melakukan penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga untuk kredit/pembiayaan sampai dengan Rp10 miliar dan diprioritaskan untuk sektor terdampak dan UMKM termasuk di antaranya adalah pengemudi ojek daring.
  2. Masa berlaku kebijakan ini dari yang sebelumnya berlaku hingga 31 Maret 2021 diperpanjang menjadi 31 Maret 2022 melalui POJK Nomor 48/POJK.03/2020 yang dikeluarkan Desember ini.
  3. Untuk sektor industri keuangan non bank, OJK mengeluarkan kebijakan restrukturisasi untuk sektor perusahaan pembiayaan melalui 14/POJK.05/2020. POJK ini merupakan kebijakan stimulus yang diberikan OJK bagi IKNB yang diharapkan bisa menjaga stabilitas industri keuangan non bank dan memberikan keringanan bagi para debitur khususnya perusahaan pembiayaan dengan nilai di bawah Rp10 miliar.
  4. Masa berlaku restrukturisasi pembiayaan ini kemudian diperpanjang dari 31 Desember 2020 menjadi 17 April 2022 berdasarkan POJK 58/POJK.05/2020 yang dikeluarkan Desember ini.

Kemudian, sejak awal dampak pandemi memengaruhi perekonomian Indonesia maka terkait menjaga stabilitas pasar keuangan OJK mengambil berbagai kebijakan yaitu:
  1. Melarang short selling untuk sementara waktu.
  2. Pemberlakuan asymmetric auto rejection dan trading halt 30 menit untuk penurunan lima persen perdagangan.
  3. Peniadaan perdagangan di sesi pre-opening.
  4. Pemberlakuan buy back saham tanpa melalui RUPS.

Selain itu dikeluarkan juga berbagai kebijakan lain khususnya di pasar saham seperti relaksasi batas waktu penyampaian laporan keuangan, pemendekan jam perdagangan di bursa efek, dan pelaksanaan fit and proper test virtual. Untuk terus mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional, OJK juga mengeluarkan berbagai kebijakan stimulus lanjutan seperti:
  1. Penundaan pemberlakuan standar Basel III untuk memberikan ruang permodalan dan likuiditas bagi perbankan.
  2. Peniadaan kewajiban pemenuhan capital conservation buffer sebesar 2,5 persen ATMR sampai dengan 31 Maret 2021, yang juga diperpanjang hingga 31 Maret 2022 untuk memberikan ruang permodalan bagi industri perbankan.
  3. Penurunan batas minimum rasio Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) menjadi paling rendah 85 persen sampai dengan 31 Maret 2022 yang bertujuan untuk memberikan kelonggaran likuiditas perbankan.
  4. Penundaan penilaian kualitas Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) menjadi berdasarkan kualitas terakhir sampai dengan 31 Maret 2022 untuk meningkatkan kapasitas permodalan.
  5. Penurunan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) umum bagi BPR dan relaksasi penempatan dana antarbank bagi BPR untuk meningkatkan kapasitas permodalan dan memberikan kelonggaran likuiditas.
  6. Pemasaran Produk Asuransi Yang Dikaitkan Investasi (PAYDI) dengan sarana digital untuk menjaga penjualan produk asuransi.
  7. Kebijakan restrukturisasi pinjaman atau pembiayaan bagi LKM dan BWM untuk meringankan beban masyarakat pelaku usaha mikro.

Tak hanya melulu pandemi covid-19, OJK juga melihat munculnya potensi digitalisasi di industri perbankan yang artinya pengaturan dan pengawasan harus diperluas. Karenanya, OJK mengeluarkan aturan baru terkait bank digital yang kini marak bermunculan seiring pandemi mendorong perubahan masyarakat dalam bertransaksi dan mengakses industri perbankan.
 
Beleid terkait bank digital diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum. Aturan ini diharapkan dapat mengakselerasi transformasi digital yang dapat menjadi insentif bagi bank dalam mendorong inovasi produk perbankan sehingga dapat mencapai level skala ekonomi yang lebih tinggi.
 
<i>Mesakke</i> OJK
 
Substansi pengaturan dalam POJK tersebut lebih dititikberatkan kepada penguatan aturan kelembagaan, mulai dari persyaratan pendirian bank baru dan aspek operasional yang mencakup penyederhanaan dan percepatan perizinan pendirian bank, jaringan kantor, pengaturan proses bisnis termasuk layanan digital ataupun pendirian bank digital, hingga pengakhiran usaha.
 
"POJK ini akan mendorong percepatan transformasi digital sektor perbankan," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana.
 
Delapan kebijakan strategis di 2022
 
Lebih lanjut, OJK menyiapkan delapan kebijakan strategis di 2022 untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi Indonesia dengan terus mengoptimalkan manfaat sektor jasa keuangan bagi masyarakat. OJK berpandangan tantangan di 2022 harus dijawab dengan tetap berpedoman pada pelaksanaan tugas OJK sebagaimana tercantum dalam destination statement 2017-2022.
 
 

"Kita terus bersinergi dengan berbagai pihak agar dapat memberikan manfaat dan kontribusi yang lebih luas kepada masyarakat dan pertumbuhan ekonomi," kata Wimboh.
 
Delapan arah strategis kebijakan OJK 2022 tersebut yaitu:
  1. Mengantisipasi dampak risiko cliff effect dari normalisasi kebijakan dan potensi risiko perkembangan covid-19.
  2. Mendorong percepatan transformasi ekonomi hijau dan mitigasi risiko perubahan iklim.
  3. Mendorong percepatan transformasi ekonomi digital.
  4. Meningkatkan efektivitas program inklusi keuangan dan perlindungan konsumen.
  5. Mendukung pertumbuhan ekonomi nasional melalui penguatan sektor jasa keuangan syariah.
  6. Melanjutkan inisiatif perubahan proses bisnis pengawasan dari traditional approach ke arah pengawasan sektor jasa keuangan terintegrasi berbasis teknologi informasi.
  7. Melakukan Percepatan Reformasi Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB).
  8. Mengembangkan organisasi yang akuntabel, efektif dan efisien.

Catatan terakhir dari satu dekade OJK sekarang ini adalah wasit industri jasa keuangan itu tetap konsisten mendorong program pemerintah terkait vaksinasi guna sesegera mungkin menyudahi pandemi covid-19. Upaya ini penting karena OJK memayungi seluruh industri jasa keuangan tanpa terkecuali sejalan dengan fungsi dan tugasnya sesuai UU OJK.
 
Paling baru, pada 8 September silam, BI dan OJK bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) menyelenggarakan pemberian vaksinasi covid-19 dosis kedua bagi pegawai di Industri Jasa Keuangan (IJK) dan Sistem Pembayaran (SP), serta masyarakat umum di kawasan Tennis Indoor Senayan.
 
Gubernur BI Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, bersama Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu, melakukan peninjauan pelaksanaan kegiatan vaksinasi covid-19 dosis kedua tersebut. Kegiatan yang berlangsung pada 8 September 2021 itu kelanjutan dari kegiatan vaksinasi dosis pertama yang telah dilaksanakan pada tanggal 16 dan 17 Juni 2021 lalu. Vaksinasi dosis kedua ini diberikan kepada 7.500 peserta vaksinasi.
 
<i>Mesakke</i> OJK
 
Kegiatan ini bentuk sinergi otoritas untuk mempercepat program vaksinasi covid-19 sehingga mendorong terciptanya kekebalan komunitas di seluruh lapisan masyarakat sesuai target pemerintah di tahun ini.
 
Perry Warjiyo menegaskan vaksinasi adalah game changer bagi pemulihan ekonomi nasional. Oleh karena itu, BI terus berupaya mendukung percepatan distribusi vaksin ke daerah melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia di seluruh Indonesia dengan senantiasa berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat dan lembaga terkait.
 
Wimboh mengatakan OJK akan bekerja sama dengan BI, Kemenkes, IJK, SP, serta berbagai pihak lainnya, untuk mempercepat vaksinasi covid-19 dengan harapan target pemberian vaksinasi kepada 10 juta pegawai IJK dan SP serta masyarakat umum tercapai, sehingga kedepannya bisnis industri jasa keuangan menjadi lebih kuat.
 
"Pada akhirnya akan mendorong pemulihan ekonomi nasional," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan