Gedung OJK. FOTO: OJK
Gedung OJK. FOTO: OJK

Mesakke OJK

Angga Bratadharma • 01 November 2021 12:19

Sedangkan restrukturisasi di Industri Keuangan Non-Bank (IKNB), hingga 18 Januari 2021, OJK mencatat sebanyak lima juta kontrak dengan outstanding Rp191,14 triliun direstrukturisasi oleh perusahaan pembiayaan. Lalu debitur yang direstrukturisasi dari 66 Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dengan outstanding Rp31,06 miliar hingga September 2020.
 
Menjaga stabilitas sektor keuangan
 
Jika melihat secara khusus pandemi covid-19, OJK dalam rekam jejaknya telah menelurkan berbagai macam kebijakan menjaga stabilitas sektor keuangan untuk terus mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional. Kebijakan tersebut yakni:

Kebijakan menjaga fundamental usaha sektor riil

  1. Melalui POJK 11/POJK.03/2020, pada Maret 2020 OJK mengeluarkan kebijakan kolektibilitas satu pilar melalui restrukturisasi kredit yang melakukan penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga untuk kredit/pembiayaan sampai dengan Rp10 miliar dan diprioritaskan untuk sektor terdampak dan UMKM termasuk di antaranya adalah pengemudi ojek daring.
  2. Masa berlaku kebijakan ini dari yang sebelumnya berlaku hingga 31 Maret 2021 diperpanjang menjadi 31 Maret 2022 melalui POJK Nomor 48/POJK.03/2020 yang dikeluarkan Desember ini.
  3. Untuk sektor industri keuangan non bank, OJK mengeluarkan kebijakan restrukturisasi untuk sektor perusahaan pembiayaan melalui 14/POJK.05/2020. POJK ini merupakan kebijakan stimulus yang diberikan OJK bagi IKNB yang diharapkan bisa menjaga stabilitas industri keuangan non bank dan memberikan keringanan bagi para debitur khususnya perusahaan pembiayaan dengan nilai di bawah Rp10 miliar.
  4. Masa berlaku restrukturisasi pembiayaan ini kemudian diperpanjang dari 31 Desember 2020 menjadi 17 April 2022 berdasarkan POJK 58/POJK.05/2020 yang dikeluarkan Desember ini.

Kemudian, sejak awal dampak pandemi memengaruhi perekonomian Indonesia maka terkait menjaga stabilitas pasar keuangan OJK mengambil berbagai kebijakan yaitu:
  1. Melarang short selling untuk sementara waktu.
  2. Pemberlakuan asymmetric auto rejection dan trading halt 30 menit untuk penurunan lima persen perdagangan.
  3. Peniadaan perdagangan di sesi pre-opening.
  4. Pemberlakuan buy back saham tanpa melalui RUPS.

Selain itu dikeluarkan juga berbagai kebijakan lain khususnya di pasar saham seperti relaksasi batas waktu penyampaian laporan keuangan, pemendekan jam perdagangan di bursa efek, dan pelaksanaan fit and proper test virtual. Untuk terus mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional, OJK juga mengeluarkan berbagai kebijakan stimulus lanjutan seperti:
  1. Penundaan pemberlakuan standar Basel III untuk memberikan ruang permodalan dan likuiditas bagi perbankan.
  2. Peniadaan kewajiban pemenuhan capital conservation buffer sebesar 2,5 persen ATMR sampai dengan 31 Maret 2021, yang juga diperpanjang hingga 31 Maret 2022 untuk memberikan ruang permodalan bagi industri perbankan.
  3. Penurunan batas minimum rasio Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) menjadi paling rendah 85 persen sampai dengan 31 Maret 2022 yang bertujuan untuk memberikan kelonggaran likuiditas perbankan.
  4. Penundaan penilaian kualitas Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) menjadi berdasarkan kualitas terakhir sampai dengan 31 Maret 2022 untuk meningkatkan kapasitas permodalan.
  5. Penurunan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) umum bagi BPR dan relaksasi penempatan dana antarbank bagi BPR untuk meningkatkan kapasitas permodalan dan memberikan kelonggaran likuiditas.
  6. Pemasaran Produk Asuransi Yang Dikaitkan Investasi (PAYDI) dengan sarana digital untuk menjaga penjualan produk asuransi.
  7. Kebijakan restrukturisasi pinjaman atau pembiayaan bagi LKM dan BWM untuk meringankan beban masyarakat pelaku usaha mikro.

Tak hanya melulu pandemi covid-19, OJK juga melihat munculnya potensi digitalisasi di industri perbankan yang artinya pengaturan dan pengawasan harus diperluas. Karenanya, OJK mengeluarkan aturan baru terkait bank digital yang kini marak bermunculan seiring pandemi mendorong perubahan masyarakat dalam bertransaksi dan mengakses industri perbankan.

Beleid terkait bank digital diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum. Aturan ini diharapkan dapat mengakselerasi transformasi digital yang dapat menjadi insentif bagi bank dalam mendorong inovasi produk perbankan sehingga dapat mencapai level skala ekonomi yang lebih tinggi.
 
<i>Mesakke</i> OJK
 
Substansi pengaturan dalam POJK tersebut lebih dititikberatkan kepada penguatan aturan kelembagaan, mulai dari persyaratan pendirian bank baru dan aspek operasional yang mencakup penyederhanaan dan percepatan perizinan pendirian bank, jaringan kantor, pengaturan proses bisnis termasuk layanan digital ataupun pendirian bank digital, hingga pengakhiran usaha.
 
"POJK ini akan mendorong percepatan transformasi digital sektor perbankan," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana.
 
Delapan kebijakan strategis di 2022
 
Lebih lanjut, OJK menyiapkan delapan kebijakan strategis di 2022 untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi Indonesia dengan terus mengoptimalkan manfaat sektor jasa keuangan bagi masyarakat. OJK berpandangan tantangan di 2022 harus dijawab dengan tetap berpedoman pada pelaksanaan tugas OJK sebagaimana tercantum dalam destination statement 2017-2022.
 
 


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan