Otoritas moneter dikebiri
Perburuan utang di saat pandemi covid-19 mengalami kendala tidak terserapnya surat utang yang dilempar ke pasaran. Padahal Pemerintah sudah mengiming-imingi dengan tingkat kupon yang tinggi, yakni dua persen di atas bunga deposito.Kegagalan menjual surat utang di pasaran menjadikan Pemerintah mengambil jalan pintas, yakni "memaksa" Bank Indonesia untuk membeli surat utang pemerintah di Pasar Perdana. Tidak hanya sampai di situ, Pemerintah pun memaksa Bank Indonesia untuk melakukan burden sharing. Artinya, Bank Indonesia tidak akan mendapatkan kupon atas surat utang yang dibelinya. Skema ini tidak lebih sebagai praktik cetak uang yang disamarkan. Pemerintah telah mengebiri otoritas moneter.
Bahkan Pemerintah juga berencana merivisi UU Bank Indonesia dimana beberapa poinnya adalah menghidupkan kembali "dewan moneter" sebagaimana yang pernah berlaku pada 1953, BI akan diizinkan membeli SBN di pasar primer secara permanen, dan BI juga diperbolehkan memberi fasilitas pinjaman darurat kepada bank bermasalah.
Bila rencana revisi UU Bank Indonesia menjadi kenyataaan maka independensi Bank Indonesia akan hilang sama sekali. BI akan kembali di bawah koordinasi pemerintah untuk mengamankan kebijakan pemerintah.Ironisnya, independensi Bank Indonesia merupakan salah satu hasil perjuangan reformasi.
Pengalaman pahit krisis 1998, saat BI bisa dipaksa mengucurkan bantuan BLBI kepada bank-bank bermasalah,bukan tidak mungkin akan terulang kembali. Bila itu terjadi maka malapetaka sebagaimana krisis 1998 sudah di depan mata. Bank-bank bermasalah akan menguras isi kas BI.