medcom.id, Jakarta: Belum lama, publik Tanah Air diramaikan masalah Sepak Bola Gajah yang menggemparkan insan sepak bola, bukan hanya di Indonesia, tapi juga terdengar sampai ke mancanegara. Akibat aksi lima gol bunuh diri di laga PSIS Semarang kontra PSS Sleman di Divisi Utama, menimbulkan tanda tanya besar, Ada apa dengan sepak bola Indonesia?
Munculnya kasus Sepak Bola Gajah lebih menonjol ketimbang prestasi sepak bola Indonesia di kancah internasional. Badai belum berlalu saat tim nasional Indonesia yang berlaga di Piala AFF 2014 Vietnam harus menerima kenyataan gagal lolos dari fase grup, jangankan maju ke semifinal.
Kegagalan timnas juga ditandai dengan kekalahan telak dari negara yang dulu sering menjadi bulan-bulanan tim Garuda, yakni Filipina. Di fase grup Indonesia kalah cukup mencolok dengan skor memalukan 0-4.
Dalam sejarahnya selama 80 tahun, tim Merah Putih sebelumnya tidak pernah kalah dari Filipina dengan skor sebesar itu. Mungkin muncul pembelaan kalau timnas Filipina yang sekarang, tidaklah sama dengan timnas Filipina sebelumnya. Saat ini, The Azkals, julukan timnas Filipina, banyak menggunakan pemain naturalisasi.
Di awal turnamen, Timnas sempat menjanjikan usai menahan tuan rumah Vietnam dengan skor 2-2. Usai dibekuk Filipina 0-4 di laga kedua, Timnas kembali bangkit saat menundukkan Laos 5-1 di pertandingan terakhir. Raihan empat poin yang didapat skuat Alfred Riedl belum mampu mengantarkan timnas ke babak semifinal. Pasalnya tuan rumah Vietnam dan Filipina lah yang berhak lolos ke semifinal sebagai juara dan runner up grup.
Capaian itu menandai kegagalan timnas Garuda melaju ke semifinal Piala AFF untuk kedua kali secara berturut-turut.
Pertanyaan kemudian muncul. Kegagalan timnas ini menjadi tanggung jawab siapa? PSSI? atau Badan Tim Nasional (BTN)? Ya, kegagalan timnas di ajang Piala AFF seperti fenomena gunung es yang terjadi di kompetisi Liga Indonesia.
Sekarang, di media sosial ramai petisi #BekukanPSSI. Mungki saja masyarakat sepak bola di Indonesia gerah dengan apa yang dilakukan PSSI, yang tampaknya tidak membuahkan hasil sama sekali.
Tidak jelasnya kompetisi, 'sepak bola Gajah', kegagalan timnas di Piala AFF 2014 seakan-akan cita-cita #BekukanPSSI menjadi trending topic yang ramai dibicarakan pecinta sepak bola nasional saat ini.
Bekukan PSSI kali ini, bukan upaya pertama dari orang-orang yang mengatasnamakan sebagai pecinta sepak bola Indonesia. Empat tahun lalu, PSSI juga sempat mau dibekukan akibat dualisme yang terjadi.
Pada saat itu, liga sepak bola ada dua, federasi pun terpecah dua. Ada PSSI dan KPSI (Komite Penyelamat Sepak bola Indonesia). Saat itu hampir saja sanksi FIFA diterima Indonesia, tetapi urung dilakukan karena dua kubu yang berseteru kembali bersatu di PSSI, dengan Djohar Arifin tetap sebagai ketua.
Kembali ke masalah Bekukan PSSI. Apakah ini menjadi jalan terbaik untuk memajukan sepak bola Indonesia? Menurut sang inisiator, Sahar Pitor Pakan, gerakan membekukan PSSI dilakukan supaya PSSI bisa dibenahi pemerintah, dengan kata lain ingin adanya perubahan.
"Berawal dari kasus sepak bola gajah dan melihat prestasi tiga timnas yang hancur, tidak ada yang berhasil, dari timnas U-19, U-23, dan senior. Menurut kami, Itu adalah akumulasi persoalan yang ditutupi PSSI," ungkap Pitor saat menghadiri acara 811 Show di Metro TV, Jumat (12/12/2014).
"Petisi sudah dimulai sebelum Piala AFF. Sejauh ini sudah enam ribu penandatanganan di petisi itu. Kami ingin pemerintah mengintervensi PSSI secara menyeluruh karena persoalannya sistemik dan struktural," sambung Pitor.
"Kami ingin sistemnya diubah, kalaupun ada orang-orang baru datang, kalau sistemnya masih sama tidak akan ada perubahan. Kami ingin pemerintah serius membenahi segala permasalahan di PSSI," urainya.
Pitor berharap campur tangan pemerintah dan PSSI dibekukan oleh FIFA. Karena menurut aturan statuta FIFA, jika pemerintah mengintervensi PSSI, federasi bisa dibekukan.
Menanggapi petisi Bekukan PSSI, Hinca Panjaitan selaku Ketua Komisi Disiplin PSSI mengharapkan pemerintah jangan sampai tergoda. Dia berharap pemerintah jangan sampai mengintervensi PSSI.
"Bahwa kita marah kepada PSSI, kita benci kepada PSSI, petisi itu kita hormati sebagai bagian kita mencintai sepak bola. Tapi melakukan intervensi, pemerintah jangan sampai tergoda. Karena itu berakibat tidak baik. Oleh karena itu Pak Menteri jangan tergoda," ungkap Hinca.
Terkait wacana bekukan PSSI, pemerintah melalui Kemenpora bertindak cepat. Menpora Imam Nahrawi berencana membentuk Tim 9 untuk menginvestigasi PSSI. Hal itu terpaksa dilakukan meyusul tidak transparannya PSSI yang berimbas terhadap melorotnya prestasi sepak bola Indonesia belakangan ini.
"Ini bukan intervensi. Karena kami dari internal Kemenpora dan sudah mengatakan kepada Pak Menteri," ujar Deputi V Bidang Keharmonisan dan Kemitraan Kemenpora Gatot S Dewabroto, seusai Diskusi Kamisan (Kumis) Kemenpora, Kamis (11/12), di Gedung Kemenpora, Jakarta.
Pada kesempatan diskusi tersebut, wartawan senior sekaligus pengamat sepak bola Indonesia, Bramono, berharap publik lebih dulu mencermati tindak tanduk PSSI saat ini. Menurutnya, kegagalan timnas belakangan tidak bisa dijadikan indikator gagal kerjanya PSSI.
"Kalau saya berbicara dengan petinggi-petinggi PSSI, banyak program sangat serius dijalankan. Cuma mereka pasti butuh waktu dan butuh dukungan dari berbagai instrumen," tambah Bram, begitu ia biasa disapa.
Menurutnya yang dibutuhkan induk sepak bola Tanah Air saat ini adalah melakukan transparansi terhadap publik, tak terkecuali semua kelompok masyarakat, baik media, atau badan organisasi lain, bahkan suporter.
Sejujurnya, apakah suatu saat nanti PSSI akan bisa mengantarkan sepak bola Indonesia menjadi lebih baik ke depannya. Mungkin saja...
Lalu, haruskah PSSI dibekukan? Kita tunggu saja...
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RIZ)