“Hagia” pertama kali diperkenalkan lewat album debut Barasuara, Taifun (2015), sebuah rilisan yang menandai kemunculan band ini sebagai kekuatan baru dalam musik independen Indonesia. Album tersebut dikenal luas karena keberaniannya meramu rock alternatif dengan nuansa puitik, referensi sastra, hingga simbol-simbol spiritual.
Dalam album itu, “Hagia” hadir bagai mantra. Dikumandangkan sebagai pernyataan dari Barasuara yang berkomitmen penuh menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Penggalan Doa Bapa Kami yang diadaptasi adalah bagian "Seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami."
“(Barasuara melihat Doa Bapa Kami) itu sebetulnya bukan simbol agama, tapi simbol kemanusiaan. Itu adalah humanis,” ujar Iga Massardi dalam wawancara eksklusif di program pengarsipan musik Shindu's Scoop.
Ia menyoroti makna universal dari doa tersebut, terutama pada bagian tentang memaafkan kesalahan orang lain.
“'Seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami’. Kalau itu sudah bisa dipahami secara universal, itu akan jadi pesan yang bagus banget,” lanjutnya.
Menurut Iga, nilai memaafkan, menerima, dan mendoakan sesama adalah esensi yang melampaui batas agama. Karena itulah “Hagia” dapat dinyanyikan oleh siapa saja, di mana saja, tanpa harus terikat pada identitas iman tertentu.
Seiring waktu, “Hagia” hidup di luar konteks album. Lagu ini dinyanyikan ulang dalam berbagai format dan ruang, termasuk aransemen koor gereja hingga panggung festival. Iga mengenang momen ketika “Hagia” dibawakan dalam format paduan suara yang membuatnya merinding.
Ia juga menceritakan pengalaman saat seorang penggemar berhijab naik ke atas panggung dan menyanyikan “Hagia” bersama Barasuara.
“Terus kemudian terakhir kemarin kami main di Palembang ada salah seorang fans yang naik, karena dia (menunjukan) handphone tulisannya kayak pakai bahasa Inggris intinya adalah aku pengen nyanyi Hagia gitu sama kalian.”
“Kita ajak bawa ke panggung dan kebetulan dia memakai hijab dan dia menyanyikan lagu Hagia dengan bagus sekali gitu," kata Iga.
Peristiwa-peristiwa ini semakin menguatkan Iga bahwa "Hagia" telah melaju lebih dari sekadar adaptasi sebuah doa, tetapi menjadi untaian pesan kebajikan yang tak berhenti di panggung dan album mereka saja.
Baca Juga :
MK Kabulkan Sebagian Gugatan Ariel Cs Terkait UU Hak Cipta, Beban Pembayaran Royalti Kian Jelas!
“Akhirnya gue sadar, yang disentuh itu bukan definisi agamanya, tapi esensi kemanusiaannya,” kata Iga.
Barasuara kini telah merilis tiga album penuh, Taifun (2015), Pikiran dan Perjalanan (2019), dan Jalaran Sadrah (2014). Simak wawancara eksklusif Iga Massardi dalam program Shindu's Scoop di bawah ini:
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News