Putusan tersebut dibacakan dalam sidang yang digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, pada Rabu, 17 Desember 2025. Ketua MK, Hakim Suhartoyo, membacakan langsung amar putusan di hadapan para pemohon.
“Mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Hakim Suhartoyo di ruang sidang.
Dalam amar putusannya, MK menyatakan frasa “setiap orang” dalam Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai “termasuk penyelenggara pertunjukan secara komersial”.
"Menyatakan frasa 'setiap orang' dalam norma Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'termasuk penyelenggara pertunjukan secara komersial'," lanjutnya.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih juga menegaskan bahwa frasa “imbalan yang wajar” dalam Pasal 87 ayat (1) UU Hak Cipta dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
Frasa tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat jika tidak dimaknai sebagai imbalan yang wajar sesuai dengan mekanisme dan tarif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Enny pun turut menegaskan bahwa kewajiban pembayaran royalti kepada pencipta atau pemegang hak cipta berada di tangan penyelenggara pertunjukan.
"Menurut Mahkamah, pihak yang seharusnya membayar royalti kepada pencipta atau pemegang hak cipta melalui LMK ketika dilakukan penggunaan ciptaan dalam suatu pertunjukan secara komersial adalah pihak penyelenggara pertunjukan," tutur Enny.
Baca Juga :
Viral City Pop Jawa, Dari Onigiri ke Wonogiri
Empat Poin Permohonan VISI
Dalam permohonan uji materiil yang diajukan ke MK, VISI menyoroti empat persoalan utama terkait sistem royalti dan hak cipta di Indonesia. Keempat poin tersebut meliputi:1. Apakah untuk performing rights, penyanyi harus izin langsung dari pencipta lagu?
2. Siapakah yang dimaksud dengan pengguna yang secara hukum memiliki kewajiban untuk membayar royalti performing rights?
3. Bisakah orang/badan hukum memungut dan menentukan tarif royalti performing rights tersendiri, di luar mekanisme LMKN dan tarif yang ditentukan oleh Peraturan Menteri?
4. Masalah wanprestasi pembayaran royalti performing, masuk kategori pidana atau perdata?
Amar Putusan MK
Berdasarkan hasil sidang yang digelar pada Rabu, 17 Desember 2025, Mahkamah Konstitusi menetapkan enam poin amar putusan sebagai berikut:
1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian
2. Menyatakan frasa setiap orang dalam norma pasal 23 ayat 5 UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'termasuk penyelenggara pertunjukan secara komersial'
3. Menyatakan frasa 'imbalan yang wajar' dalam norma Pasal 87 ayat (1) UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'imbalan yang wajar, sesuai dengan mekanisme dan tarif berdasarkan peraturan perundang-undangan'
4. Menyatakan frasa huruf f dalam norma Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'dalam penerapan sanksi pidana dilakukan dengan terlebih dahulu menerapkan prinsip restorative justice'.
5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya
6. Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News