Tangkapan layar video musik
Tangkapan layar video musik "Wis Suwe" (Foto: @SYALALA PRODUCTION)

Viral City Pop Jawa, Dari Onigiri ke Wonogiri

Basuki Rachmat • 17 Desember 2025 16:02
Jakarta: Musik City Pop asal Jepang mengalami kebangkitan global (Revival City Pop) sejak awal 2010-an. Genre yang sempat meredup ini kembali menemukan pendengar baru lintas generasi, mulai dari milenial hingga Gen Z yang tak mengalami langsung era keemasan dari musik ini.
 
Revival City Pop tak lepas dari peran algoritma platform streaming musik digital dan YouTube. Beragam kompilasi mix playlist lagu-lagu City Pop lawas di YouTube bahkan kerap hadir dengan latar visual futuristik dari cuplikan anime legendaris seperti Akira, Cowboy Bebop, Megazone, hingga Neon Genesis Evangelion. Perpaduan visual retro-futuristik dan nuansa musik urban itu pun berhasil  memikat generasi baru untuk mengulik lebih jauh musik City Pop.
 
Viralnya musik City Pop juga meluas berkat para musisi dan konten kreator masa kini yang menjadikan genre ini sebagai referensi musik maupun sampler dari karya musik mereka. Kanal YouTube seperti Lofi Girl, misalnya. Mereka dikenal kerap menghadirkan konten live streaming looping musik di YouTube yang kerap menyisipkan lagu-lagu bernuansa City Pop dalam siaran bertajuk "lofi hip-hop radio, beats to relax or study" yang kini menjadi playlist wajib Milenial dan Gen-Z untuk menemani mereka belajar atau menyelesaikan tugas.

Kini, lagu-lagu City Pop lawas seperti "Plastic Love" milik Mariya Takeuchi, "Mayonaka no Door" dari Miki Matsubara, hingga "Remember Summer Days" karya Anri kembali akrab di telinga. Tak jarang, lagu-lagu tersebut mengalun dari speaker aktif di sudut kafe dan coffee shop di Jakarta, menemani para pekerja Work From Cafe (WFC) hingga mahasiswa yang tengah berjibaku menyelesaikan tugas menjelang deadline mereka.
 

Lahirnya Fenomena Baru, Musik City Pop Berbahasa Jawa


 
Di tengah revival tersebut, muncul fenomena menarik dari skena musik Tanah Air. Duo proyek musik bernama Jepang Jowo yang digawangi oleh musisi Sela Good dan Henda Kumbara, berkolaborasi dengan musisi Kirom lewat lagu bertajuk "Wis Suwe". 
 
Lewat lagu tersebut, mereka berhasil mengawinkan aransemen musik City Pop dengan aksen lirik berbahasa Jawa. Jika tidak terlalu dicermati diksi liriknya, mungkin bagi sebagian para pendengar pun bakal tidak sadar atau mungkin terkecoh dan menganggap lagu tersebut merupakan rilisan musik dari Jepang.
 
Lagu "Wis Suwe" sendiri kini mendapatkan sambutan positif dari pendengar musik Tanah Air. Musik video dari lagu ini bahkan telah disaksikan sebanyak 44 ribu penonton dalam waktu 9 hari, sejak dirilis secara perdana pada 7 Desember 2025 lalu.
 
Sebelum viral berkat lagu "Wis Suwe", rupanya musisi Sela Good sempat merilis sebuah single solo bertajuk "Kawanen Saur" pada tahun 2023. Lagu berbahasa Jawa ini sendiri terdengar banyak terinfluence dari musik J-Pop terutama dari band legendaris L'Arc-en-ciel. Cengkok vokal dari Sela Good di lagu ini, bahkan terdengar sangat mirip dengan karakter vokal dari HYDE (Hideto Takarai) yang merupakan vokalis dari L'Arc-en-ciel.
 
Sela Good pun akhirnya berhasil bertemu dengan Hendra Kumbara, partner bermusiknya saat ini yang awalnya memiliki ketertarikan yang sama dengan musik-musik dari J-Pop, J-Rock, dan City Pop dari Jepang. Bersama Hendra ia membuat akhirnya membuat proyek musik bernama Jepang Jowo pada tahun 2024 dan melahirkan 8 lagu, seperti single "No Genji no Party", "Sumuke Ra Karuan", "Gaji Ra Sepiro", dan "Titenono" yang awalnya dirilis di platform musik digital dalam format akustik. 
 

 
Mendapat sambutan positif, duo ini akhirnya memutuskan untuk menggarap ulang lagu "Titenono" dan "Gaji Ra Sepiro" dalam format aransemen dan produksi musik yang lebih matang dan serius pada tahun 2025, sebelum akhirnya berhasil viral berkat lagu "Wis Suwe" ft. Kirom yang unik karena mengusung estetika musik City Pop.
 

Jepang Jowo Mendapatkan Respon Positif dari Warganet Tanah Air

Viral City Pop Jawa, Dari Onigiri ke Wonogiri
 
Tak disangka, eksperimen atau gebrakan musik dari Jepang Jowo rupanya mendapat sambutan hangat dari warganet, terutama bagi para penikmat manga, anime, dan musik Jepang di Indonesia.
 
Banyak warganet Tanah Air yang awalnya mengira lagu "Wis Suwe" adalah karya musik dari Jepang, sebelum mereka akhirnya menyadari bahwa lagu tersebut liriknya menggunakan diksi berbahasa Jawa dan merupakan karya dari musisi lokal.
 
Akun media sosial Instagram Jepang Jowo @jepang_jowo pun kini tak luput menjadi perhatian dari para warganet. Banyak dari mereka yang kini sekadar memutuskan mampir untuk memberikan reaksi terhadap karya musik Jepang Jowo di kolom komentar dengan humor jenaka yang menggelitik perut, di antaranya:
 
Viral City Pop Jawa, Dari Onigiri ke Wonogiri
 
"Vibes-nya kaya lagi night drive ke Kyoto cari kopi klotok, lalu ke Wonogiri cari Onigiri," tulis akun @_ali_hanafiah_
 
"Asli Mas, numpak (naik mobil) Mitsubishu L300 di Simpang 5 seperti naik Mitsubishi Lancer di alun-alun Tokyo," tulis akun @maxbanning.
 
"Naik MRT di Jakarta dengerin lagu ini serasa di Tokyo," tulis akun @emir.adenaury.
 
"Makan indomie sambil dengerin lagu ini, rasanya kayak makan ramen di restoran kaki lima di Kyoto," tulis akun @l_aji_n.
 

Sejarah Lahirnya City Pop

Untuk mengetahui sejarah dan akar lahirnya genre musik City Pop, Medcom.id pun telah merangkum dari berbagai sumber seperti artikel dari Billboard, The Japan Times, hingga artikel dari media musik lokal Pophariini.
 
Genre musik City Pop sendiri awalnya lahir dan tumbuh pada era akhir 1970-an hingga pertengahan 1980-an, beriringan dengan periode Japanese Economic Boom (periode ledakan ekonomi di Jepang).
 
Pasca porak poranda akibat efek dari Perang Dunia ke-II, Jepang akhirnya berhasil menikmati pertumbuhan ekonomi pesat yang ditandai meningkatnya pendapatan masyarakat, urbanisasi, serta berkembangnya gaya hidup kelas menengah. Masyarakat di sanapun akhirnya mulai akrab dengan hiburan malam, liburan, otomotif, hingga romantisme kehidupan kota besar. Lanskap sosial inilah yang melahirkan City Pop sebagai representasi musikal kehidupan urban modern Jepang pada kala itu.
 
Musik kayōkyoku (pop tradisional Jepang) yang sebelumnya populer pun perlahan bergeser menjadi gaya yang lebih kosmopolitan. Banyak musisi Jepang yang mulai terpengaruh dengan musik soft rock, jazz fusion, funk, R&B, hingga AOR (Adult Oriented Rock) dari Amerika Serikat dan Eropa.
 
Dari fase inilah lahir sejumlah musisi legendaris City Pop, seperti pasangan musisi Tatsuro Yamashita dan Mariya yang dijuluki sebagai King dan Queen City Pop, serta nama musisi lain seperti Anri, Miki Matsubara, Junko ogami, Kingo Hamada, dan Taeko Ohnuki. Karya musik mereka dikenal dengan aransemen musik funk dan jazz fusion yang kaya, penggunaan synthesizer analog, electric piano, gitar clean, serta kualitas produksi tinggi setara standar musik Barat.
 

City Pop atau Pop Urban?

Di Indonesia sendiri, musik pop era 1970–1990-an dari musisi seperti Fariz RM, Chrisye, Yockie Suryoprayogo, Candra Darusman, hingga Utha Likumahuwa kerap dilabeli sebagai “City Pop Indonesia” oleh para pendengar musik masa kini.
 
Namun, musisi sekaligus jurnalis musik senior Anto Arief pernah mengkritisi istilah tersebut lewat tulisan artikelnya di media musik Pophariini bertajuk "Stop Melabeli Musik Lawas Indonesia dengan ‘City Pop Indonesia’. Ia menilai musik pop Indonesia era 1980-an dengan sentuhan funk, jazz, disko, dan boogie lebih tepat disebut sebagai musik Pop Urban atau Pop Kreatif, sebagaimana istilah yang digunakan media musik pada masanya.
 
Menurutnya, City Pop secara harafiah bisa disamakan artinya dengan pop urban, yaitu (musik) pop perkotaan dengan pengaruh gaya hidup kosmopolitan manusia sekarang.
 
Terlepas dari perdebatan istilah, pengaruh City Pop kini kembali terasa di skena musik Indonesia. Kini, musik City Pop atau Pop Urban pun menjangkit dan menginfluence musisi dari skena musik Tanah Air. 
 
Sejumlah musisi dan band generasi baru bahkan terang-terangan menjadikan City Pop Jepang sebagai referensi musik mereka, seperti band asal Jakarta VINTONIC dan lightcraft, hingga ikkubaru dari Bandung. Mereka mengakui bahwa karya musik yang lahir terinspirasi dari karya musik milik Tatsuro Yamashita, Mariya Takeuchi, tofubeats, hingga Kenichiro Nishihara.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ASA)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan