Kebijakan Pembatasan Impor yang Dinilai Tidak Tepat

Medcom Files daging sapi
Hardiat Dani Satria • 14 Agustus 2015 21:39
medcom.id, Jakarta: Kebijakan pemerintah yang memperkecil keran impor sapi demi mencapai swasembada daging sapi dinilai sebagai akar persoalan melonjaknya harga daging di pasaran. Pasalnya, penurunan kuota impor menjadi 50.000 ekor sapi (kuartal III-2015) dari 250 ekor (kuartal II-2015) tidak dibarengi dengan peningkatan produktivitas peternak sapi lokal. Hal ini mengakibatkan kelangkaan yang berimbas pada lonjakan harga.
 
Pejabat Sementara Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Karyanto Suprih, memberikan tanggapan terhadap tudingan tersebut. Berikut petikan wawancara Karyanto Suprih dengan Hardiat Dani Satria dari medcom.id saat ditemui di Jakarta, Jumat (14/8/2015).
 
Harga daging melonjak. Apakah ini ulah importir?

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


 
Saya tidak bisa komentar sampai ke sana. Kalau soal harga, tanya ke Dirjen Dalam Negeri. Tapi, ini hukum supply dan demand. Tidak ada komentar buat hal itu Tapi kenapa lonjakan harga daging kali ini signifikan?
 
Mestinya enggak usah naik, kan?
 
Kebijakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait pembatasan impor daging sapi dituding sebagai biang kerok melonjaknya harga saat ini. Apa tanggapan Anda?
 
Bukan Mendag yang bikin pembatasan impor. Kami di internal kementerian dan lembaga tanya ke sektor produksi, berapa yang dibutuhkan. Kan kami hanya dapat rekomendasi dari Kementerian Pertanian, berapa yang mesti diimpor. Kemendag tidak memiliki kehendak untuk kebijakan itu semua. Tapi kami memang mengutamakan impor, itu (50.000 ekor sapi) kecil kan. Cuma dua persen dari keseluruhan sapi, yang penting lokal diharapkan. Jadi bukan Kemendag yang membuat pembatasan impor daging sapi itu, salah itu. Kemendag hanya membuat persetujuan impor atas dari Kementerian Pertanian, dan lain lain.
 
Lalu apa strategi Anda mengatasi permainan harga mafia daging? Apakah hanya dengan menggelar operasi pasar murah?
 
Kami mau menggarisbawahi “permainan” itu, biar aparat penegak hukumlah yang menyelidiki. Tapi yang jelas kami berkoordinasi dengan semua kementerian dan lembaga, kami cek. Itu kan bisa ukur, ada barang sekian, kami cek, kami tanya kenapa tidak dikeluarkan. Di samping kami juga meminta Bulog bekerjasama untuk operasi pasar. Yang penting kami gelontorkan saja ke pasar, pasti. Masa orang menahan-nahan sapi? Ngapain.
 
Apa itu efektif?
 
Ya efektif lah, kan selama ini efektif. Lihat ajas pas lebaran (Idul Fitri) kemarin bagus itu ada operasi pasar, harga juga bisa stabil. Begini, semua kan harus bekerja. Rakyat percaya, kami tak mau menyalahkan pedagang, importir, pengusaha. Kan sekarang impor bukan sesuaitu yang baru, mestinya para investor melihat peluang dong bahwa kebutuhan dalam negeri itu belum dapat dicukupi oleh dalam negeri. Kenapa sih para investor tidak bagaimana caranya ini? Wah, ini peluang, investasi kek ke peternakan sapi supaya cukup, seharusnya menjadi peluang.
 
Ini harus merubah mental semua, bukan hanya pemerintah. Jadi, kalau kita mengharamkan impor, kan sama juga barang kita tidak boleh ekspor. Memang kita harus mengutamakan membina, orang-orang dalam negeri enggak mau investasi, kan orang orang yang punya uang seharusnya sudah tahu dengan lihat industrinya, bikin saja pabrik. Ini harus merubah mental semuanya, jangan cuma pemerintah. Sehingga, jangan cuma cari untung saja.
 
Lalu, apa tanggapan Anda terhadap tuntutan para pedagang di pasar Jabodetabek agar pemerintah segera melakukan impor daging? Perlukah Indonesia membuka keran impor daging lebih lebar ga sih pak? Apa cukup impor 50 ribu ekor sapi untuk mengatasi masalah ini?
 
Kan hitung-hitungannya begini, ini kan tidak banyak kalau soal daging khususnya. Kan cuma Jawa Barat, Banten, sama Sumatra sedikit. Kalimantan, Sulawesi, pakai sapi lokal kok. Ini kan tidak banyak, cuma 20-an persen lah kebutuhan dalam negeri. Jadi artinya, bisa, asal kita sama-sama, jangan cuma pemerintah saja. Tapi semua sektor produksi juga bergerak, kita bergerak, pengusaha bergerak. Kan sedikit-sedikit bergerak meskipun untungnya tal banyak, bisa itu.
 
Banyak pengusaha importir yang ketika impor itu dibatasi, mereka menjadi rugi?
 
Saya sih enggak tahu hitung-hitungannya, tapi saya pikir kita di perdagangan itu seperti dua sisi mata uang. Dia juga melindungi produsen dan juga melindungi konsumen. Produsen tidak boleh rugi, konsumen juga tidak boleh rugi. Kita sudah untung sama-sama kok, harga sekian, normal sajalah begitu. Jadi jangan enggak mau rugi mereka, jadi bukan soal impornya sebenarnya. Kita sering bicara kok, selama ini kita sudah sering koordinasi kok, temen temen kita undang dari feedloter dan importir.
 
Apakah ada kemungkinan kenaikan harga daging sapi ini merupakan ulah para importir, pengusaha RPH, dan feedloter yang tidak puas dengan kebijakan pemerintah yang akan memberikan jatah impor sapi hanya kepada Bulog?
 
Kan impor pada Bulog baru ini aja kan, baru kuartal tiga ini aja kok. Jadi enggak bisa dong asumsi begitu.
 
Apa alasan pemerintah memberi izin impor daging dan sapi serta menugasi Bulog melakukan stabilisasi? Ada tudingan, pemerintah hanya setengah-setengah menugasi Bulog sehingga intervensi pasar tidak bisa dilakukan maksimal. Bagaimana Kemendag memastikan penugasan kepada Bulog tidak gagal dan digagalkan oleh kolaborasi importir dan pedagang seperti kejadian tahun 2012-2013?
 
Ya terserah orang mau bilang, kan begini, kan negara ini mau hadir, itu kata bapak presiden. Bulog kan perum, itu kan negara. Kan negara bisa mengendalikan, akan hadir negara kalau ada sesuatu dinamika di lapangan negara bisa memerintahkan. Misalnya kalau Bulognya enggak beres, kan enggak boleh dong dia negara. Tapi misalnya, kita udah coba pihak non Bulog, tapi kok enggak berhasil artinya situasinya begini. Kita sekarang coba Bulog, dengan keyakinan bahwa ini negara gitu.
 
Apakah ke depan swasta tidak akan lagi diberi izin impor daging dan sapi? Akankah semua diserahkan kepada Bulog? Jika ini dilakukan, swasta akan mati. Bagaimana agar mereka juga tetap hidup?
 
Ini bukan persoalan swasta diberi impor apa enggak. Ini soal kebutuhan. Kedepan, kalau kita sudah produksi ngapain impor sih? Kan begitu. Kan si swasta boleh saja berhubungan dengan Bulog.
 
Jadi ke depan impor tidak bakal diserahkan semuanya ke Bolog?
 
Tidak begitu, jadi sebenernya kami pengen impor itu salah satu saja cara untuk memenuhi kebutuhan. Maunya kita dari lokal, impor dikasih Bulog karena Bulog punya negara. Nanti kan si Bulog juga bisa jual ke swasta mas. Yang penting sapinya sudah di Indonesia kan, kalau mau beli ya beli. Jadi enggak terkait dengan swasta gimana, tapi ini soal negara ingin hadir di tengah tengah rakyat.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(ADM)
LEAVE A COMMENT
LOADING
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan