Rusa. Foto; Unplash/Eirik Olsen
Rusa. Foto; Unplash/Eirik Olsen

Daging Rusa Liar, Alternatif Ramah Lingkungan Pengganti Daging Sapi

Annisa ayu artanti • 09 September 2025 15:16
Jakarta: Selama ini, daging sapi dikenal sebagai sumber protein utama. Namun, jejak karbon yang dihasilkan dari industri peternakan sapi membuat banyak orang mencari alternatif yang lebih ramah lingkungan. 
 
Salah satu kandidat yang mulai dilirik adalah daging rusa liar atau venison.
 
Melansir BBC, Selasa, 9 September 2025, di negara-negara seperti Skotlandia, populasi rusa yang berlebih bahkan dianggap masalah ekologi. 

Itulah mengapa mengonsumsi daging rusa liar tidak hanya bisa jadi pilihan menu baru, tetapi juga solusi untuk menjaga keseimbangan lingkungan.

Populasi rusa yang tak terkendali

Pemerintah Skotlandia memperkirakan populasi rusa mencapai hampir satu juta ekor, melonjak dari setengah juta pada 1990. Ledakan populasi ini terjadi karena predator alami, seperti serigala dan lynx, sudah lama punah.
 
Untuk itu, setiap tahun populasi rusa dikendalikan melalui perburuan. Nah, daging hasil perburuan inilah yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber protein rendah karbon.
 
Baca juga: Penting! Ini Tips Menyimpan Daging di Freezer Ala Guru Besar IPB

Lebih rendah emisi dibanding daging sapi

Menurut Matthew Moran, profesor biologi di Hendrix College, Arkansas, AS, konsumsi daging rusa liar bisa berkontribusi signifikan pada pengurangan emisi karbon.
 
“Alasan utamanya adalah jika Anda memburu rusa liar sebagai sumber makanan, hampir tidak ada kerusakan habitat, berbeda dengan yang terjadi dalam budidaya daging di peternakan,” jelas Moran.
 
Dalam studi tahun 2020, Moran menemukan bahwa jika hasil buruan rusa menggantikan daging sapi atau ayam, emisi yang dihemat setara dengan menghilangkan 400.000 mobil dari jalan setiap tahun.

Jejak karbon daging sapi vs rusa

Daging sapi termasuk makanan dengan jejak karbon tertinggi. Untuk memproduksi 100 gram protein sapi, dibutuhkan emisi sekitar 25 kg CO2e. Bandingkan dengan sumber protein lain:
 
Kacang polong: 0,4 kg CO2e
Tahu: 1,6 kg CO2e
Ayam: 4,3 kg CO2e
Babi: 6,5 kg CO2e
 
Lalu bagaimana dengan daging rusa? Jika benar-benar berasal dari rusa liar, jejak karbonnya jauh lebih kecil karena tidak ada tambahan pakan, kandang, atau energi dari proses pemeliharaan seperti di peternakan sapi.

Tantangan skala konsumsi

Meski ramah lingkungan, daging rusa liar belum tentu bisa menjadi solusi global. Hannah Ritchie, peneliti dari University of Oxford dan Our World in Data, menegaskan:
 
“Ya, mungkin ini pilihan yang wajar dan rendah karbon  bagi sebagian kecil populasi Inggris untuk makan daging rusa liar, tetapi angka-angkanya tidak akan cukup untuk jumlah orang yang signifikan," jelasnya.
 
Artinya, venison lebih cocok jadi solusi lokal dibanding global.
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ANN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan