medcom.id, Jakarta: Gratis! Tak perlu kartu ini dan itu. Kaya atau miskin, semua mempunyai hak layanan kesehatan yang sama. Yang menakjubkan, layanan itu yang terbaik di dunia. Selamat datang di Kuba, negara berkembang dengan penduduk paling sehat di dunia.
Bank Dunia mencatat, angka harapan hidup bagi rakyat Kuba yang lahir pada 2011 mencapai 79 tahun, lebih panjang ketimbang bayi baru lahir di Amerika Serikat. Padahal, ekonomi Amerika Serikat delapan kali lebih besar dari Kuba.
Selain itu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengakui, Kuba memiliki sistem jaminan kesehatan terbaik di dunia. "Sistem kesehatannya terkait dengan penelitian dan pembangunan. Ini sungguh maju, kesehatan manusia bisa ditingkatkan lewat inovasi," ujar Direktur Umum WHO Margaret Chan saat melawat ke Havana, Kuba, seperti dilansir situs Huffington Post pada Agustus 2014.
Pemerintah Kuba menjadikan kesehatan sebagai salah satu pilar penting pembangunan. Alhasil, pelayanan kesehatannya mampu mengungguli AS. Para ahli menyebut kondisi ini sebagai paradoks kesehatan Kuba. Negara itu miskin, tapi rakyatnya termasuk yang paling sehat di dunia.
Apa rahasia Kuba sehingga sistem pelayanan kesehatannya sangat dihormati dunia?
Penulis Steve Brouwer dalam bukunya Revolutionary Doctor (2011) mengungkapkan, pasca revolusi pada 1959, di bawah dipimpin Presiden Fidel Castro, Kuba memulai sebuah program kesehatan bernama Integral Community Medicine. Para dokter wajib terjun ke pedesaan untuk memberikan pelayanan, sekaligus memberikan pendidikan kesehatan bagi para petani dan rakyat miskin.
Program tersebut sampai hari ini masih berjalan. Para dokter tinggal di komunitas yang dilayaninya. Jadi, bukan rakyat yang mendatangi dokter, tapi dokter ada di tengah-tengah rakyat. Model dokter keluarga ala Kuba ini yang kemudian menjadi kiblat sistem kesehatan di sejumlah negara dunia ketiga.
Satu orang dokter melayani 100-150 keluarga, atau sekitar satu RT. Setiap 10 dokter keluarga ditempatkan di sebuah kantor satuan tugas (satgas) dokter keluarga. Boleh dikata, kantor itu ada di setiap RW. Satgas itu sendiri terdiri dari dokter spesialis penyakit dalam, kebidanan dan kandungan serta seorang pekerja sosial.
Komposisi serupa ada di poliklinik. Fungsinya seperti puskesmas di Indonesia. Di sinilah para dokter spesialis berkantor. Balai kesehatan ini bertugas mempromosi kesehatan, pencegahan penyakit, rehabilitasi, termasuk pertolongan darurat. Inilah layanan primer ala Kuba.
Peralatannya pun sangat memadai. Bayangkan, sekelas puskesmas mampu melakukan pemeriksaan endoskopi, tes alergi, operasi sederhana dan serangkaian tindakan medis darurat. Alat-alat semacam penunjang fungsi gerak, pernafasan maupun fungsi bicara juga ada di sana.
Diakui pakar layanan kesehatan Hasbullah Thabrany, teknologi kesehatan di Kuba, meski lokal tapi memadai. "Bukan yang canggih-canggih mahal. Semua diproduksi sendiri oleh Kuba," ujarnya saat saat berbincang dengan medcom.id, Kamis (26/1/2017).
Soal pendidikan kesehatan, puskesmas di Kuba patut diacungi jempol. Sebagai contohnya, tim pemantau jentik. Setiap 12 hari sekali tim ini menyambangi rumah warga. Mereka datang bersama dokter keluarga, pelajar dan perhimpunan wanita. Hasilnya, sejak tahun 2002 di Havana, ibukota negara tropis itu, tak pernah lagi ditemukan kasus DBD.
Untuk rujukan rawat inap, ada Rumah Sakit rujukan pertama. Pembagian tanggungjawabnya cukup tegas. Puskesmas berada di bawah kabupaten/kota, sedangkan rumah sakit di bawah tanggung jawab propinsi.
Pada 2008 saja, Steve Brouwer mencatat, ada 14.671 kantor satgas dokter keluarga, 444 Puskesmas, 162 klinik gigi, 267 rumah sakit, 272 balai kesehatan ibu, 144 balai kesehatan lansia, 32 balai kesehatan orang cacat, 25 bank darah dan 12 pusat penelitian kesehatan.
'Ekspor' dokter
Jumlah dokter di Kuba sangat banyak. Bahkan, saat Brazil kekurangan tenaga medis, pada 2013, Kuba mengirimkan 4.000 dokternya ke negeri samba itu, dan terus bertambah. Ya. Kuba 'mengekspor' dokter.
Pada 2015, Forbes pernah mengulasnya. Dalam artikel berjudul Cuba's Most Valuable Export: Its Healthcare Expertise, disebutkan, Kuba telah mengirim dokter ke lebih dari 100 negara berkembang.
Bukan tanpa sebab Kuba berlimpah dokter. Hal ini bisa terjadi lantaran sekolah kedokterannya bebas biaya. Di sana, ilmu kedokteran dan profesi dokter bukan sesuatu yang eksklusif. Tercatat ada 24 sekolah kedokteran di 13 Provinsi di Kuba, juga lebih dari 43 profesor kedokteran.
Tak hanya banyak, para dokternya pun siap dan terbiasa ditempatkan di daerah-daerah terpencil. Menurut salah seorang pahlawan Kuba yang juga mantan menteri perindustrian, mendiang Ernesto 'Che' Guevara, rahasianya adalah sekolah kedokteran gratis tadi.
Guevara sendiri adalah seorang dokter umum. Dalam pidatonya yang berjudul 'Revolutianary Medicine' pada 1960, dia mengatakan, “Beberapa bulan lalu, di sini, sekelompok dokter yang baru saja menyelesaikan pendidikan kedokteran enggan turun ke wilayah pedesaan dan mempertanyakan gajinya sebelum mereka setuju… Namun apa yang akan terjadi jika anak-anak ini adalah anak-anak yang kurang beruntung, para petani? Sederhana, mereka akan segera berlari dengan begitu antusias dan membantu saudaranya tanpa syarat.”
Kini, rasio dokter dengan jumlah penduduk Kuba tertinggi di dunia. Satu dokter melayani 148 orang. Bandingkan dengan AS, satu dokter melayani 480 orang.
Ya. Itulah Kuba. Anggaran kesehatannya saja tidak pernah di bawah 10% dari anggaran nasional. Bahkan, pada 2010, direkomendasikan 14,5%. Inilah yang membuat derajat kesehatan Kuba terbaik di dunia.
Pertanyaannya, mungkinkah layanan primer kesehatan di Indonesia bisa seperti Kuba? Hasbullah mengatakan mungkin, bila Indonesia tidak menganaktirikan kesehatan. Anggarannya ditingkatkan. "Kita diminta 5% saja ribut."
Baca: BPJS dan Diskriminasi Pasien
"Kuba terbaik (layanan kesehatannya). Ada political will yang sangat kuat dari pemerintahnya," ujar Hasbullah. Sementara di Indonesia, kata dia, masih sibuk berdebat. "Banyak kepentingan-kepentingan kelompok. Ego sektoral. Contohnya DLP itu (Dokter Layanan Primer)."
Bila layanan kesehatan Indonesia bisa seperti Kuba, boleh jadi Visi Indonesia Sehat 2015 bisa terwujud. Ya. Tidak perlu lagi diperbaharui seperti sebelumnya. Mulai Visi Indonesia Sehat 2010, kemudian menjadi 2015, 2020 dan seterusnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News