medcom.id, Jakarta: Perdagangan bebas Asia Tenggara yang bernama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai diberlakukan pada akhir Desember 2015 ini. Bersama MEA yang semakin memerpemudah arus barang dan jasa memunculkan peluang sekaligus ancaman bagi perekenomian Indonesia.
Salah satu yang paling akan merasakan dampaknya adalah industri dalam negeri. Menteri Perindustrian Saleh Husin mengakui, mau tak mau Indonesia harus siap bersaing dengan negara ASEAN lain yang memiliki basis industri kuat seperti Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand.
“Secara umum siap tidak siap industri harus sudah siap dengan diberlakukannya MEA,” kata Saleh kepada medcom.id , Senin (30/12/2015).
Secara pertumbuhan industri per tahun, Indonesia memang lebih baik ketimbang Singapura dan Thailand. Pertumbuhan industri Indonesia pada tahun 2014 misalnya, berada di angka 4,2 persen. Sedangka Singapura hanya berada di angka 2,7 persen dan Thailand di angka -0,6 persen.
Namun pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak lebih besar ketimbang Malaysia yang berada di angka 6% dan Filipina yang bertumbuh 7%. Persaingan Indonesia dengan keempat negara tersebut juga akan semakin kuat karena arus barang dan jasa di Indonesia akan semakin terbuka dengan adanya MEA.
Saleh mengatakan, Kementerian Perindustrian telah melakukan langkah-langkah peningkatan daya saing industri dan mendorong investasi di sektor industri. Peningkatan daya saing industri dilakukan melalui penguatan struktur industri, baik dengan melengkapi struktur industri yang masih kosong serta menyiapkan strategi ofensif dan defensif dalam akses pasar.
“Sehingga untuk industri, secara garis besar Kementerian Industri telah mempersiapkannya dalam bersaing dengan serbuan produk maupun jasa dari luar,” yakin Saleh.
Peluang dan ancaman MEA bagi industri Indonesia
Indonesia sebagai negara yang 42,9%pendapatan domestiknya berasal dari industri, memiliki peluang yang besar dalam MEA. Indonesia sebagai negara yang cukup berkembang di sektor migas, tekstil, otomotif dan beragam sektor lain seharusnya dapat menangguk keuntungan yang tidak sedikit dalam MEA.
Kementerian Perindustrian menyatakan, Indonesia setidaknya telah memiliki sembilan sektor yang siap bersaing dalam menghadapi MEA. Pertama, industri berbasis agro.
Industri seperti minyak sawit mentah (CPO), coklat dan karet merupakan produk industri agro yang menjadi andalan Indonesia. Industri minyak sawit contohnya, dapat memberikan kontribusi lebih dari USD15 miliar tiap tahunnya. Pada tahun 2013, Indonesia dapat mengekspor 22,2 juta ton sawit bernilai USD17,1 miliar. Angka itu terus bertambah tiap tahun.
Sektor industri tekstil dan produk tekstil Indonesia juga menjadi unggulan. Selain itu produk furnitur juga menjadi industri yang paling siap menghadapi MEA.
“Industri tekstil dan produk tekstil, industri furniture dan industri berbasis agro merupakan beberapa industri unggulan Indonesia,” kata Saleh.
Selain ketiga industri tersebut, industri produk sepatu dan kulit juga menjadi salah satu yang siap menghadapi MEA. Selain itu industri makanan dan minuman, industri pupuk dan petrokimia, industri mesin, serta industri logam dasar besi dan baja adalah industri lain yang masuk ke dalam kategori paling siap menghadapi MEA.
Seiring dengan membawa peluang, MEA juga dapat memberikan ancaman bagi Industri Indonesia. Pasar bebas diyakini juga dapat memberi efek negatif ke perkembangan industri Indonesia.
Saleh mengakui, ada beberapa industri Indonesia yang belum siap dalam menghadapi MEA. Beberapa industri tersebut diantaranya industri komponen elektronik, industri IT dan peralatan elektronik rumah tangga, serta industri bahan baku (basic manufacture).
Karena ketidaksiapan industri tersebut, beberapa negara tetangga berpotensi menyasar pasar yang ada. Terutama negara yang lebih mapan dan berkembang di industri-industri tersebut seperti Thailand, Malaysia dan Singapura.
“Negara yang kemungkinan besar akan menyerang pasar indonesia antara lain yaitu Malaysia, Thailand dan Singapore dengan jenis industri komponen elektronik, industri IT dan peralatan elektronik rumah tangga, industri bahan baku (basic manufacture) dan industri lainnya,” terang Saleh.
Saleh tidak memungkiri bahwa industri sektor industri ini yang paling terancam. Namun bukan berarti pemerintah tidak berusaha melindungi industri lokal dari serangan industri asing. Beberapa regulasi juga telah disiapkan.
Salah satu yang paling disiapkan adalah Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI menjadi salah satu strategi pemerintah untuk melindungi industri Indonesia. “Jadi untuk produk manufaktur, kita susun Standar Nasional Indonesia,” ujar Saleh.
Pemerintah juga sudah menyiapkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan Kualifikasi Kerja Nasional Indonesia (KKNI) untuk sektor industri. Hal ini dapat menjada perlindungan tenaga kerja sekaligus pendorong peningkatan kualitas sektor industri. Kementerian Tenaga Kerja bahkan juga mengakui, sektor industri adalah salah satu sektor yang paling siap dalam menghadapi MEA dari sisi kompetensi tenaga kerja.
“Memang dari sekian banyak Kementerian, Industri salah satu yang paling bagus dalam menyiapkan SKKNI dan KKNI,” Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kemenaker Khairul Anwar kepada medcom.id, Selasa (08/12/2015).
Saleh menjelaskan, peningkatan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu hal penting dalam menghadapi MEA. Karena walaupun disebut pasar bebas, MEA juga memiliki standar-standar yang harus dipenuhi agar industri dapat bersaing. Karena itu Kemenperin bergegas menyiapkan SKKNI dan KKNI untuk menghadapi MEA.
Kemeperin saat ini sudah menyusun SKKNI untuk 50 sektor industri. Kemenperin juga telah menyiapkan 25 Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan Tempat Uji Kompetensi (TUK). Secara bertahap Kemeperin juga menargetkan penambahan 15 SKKNI dan 10 LSP sektor industri setiap tahunnya. Terutama bidang industri prioritas dan memiliki potensi besar. Dengan begitu, SDM sektor industri Indonesia diyakini dapat memenuhi standar pasar kawasan.
Dengan SDM yang baik dan strategi pasar yang tersusun rapi dapat memperbesar peluang industri Indonesia dalam bersaing dengan negara lain. Bahkan bukan hal yang mustahil Indonesia memenangkan persaingan dalam menghadapi pasar terbuka MEA
“Apabila semua strategi dapat berjalan dengan baik maka bukan tidak mungkin kita akan dapat mendominasi pasar MEA, akan tetapi itu semua dikembalikan kembali ke pasar ASEAN karena pada akhirnya pasar yang akan menentukan siapa yang mampu mendominasi persaingan di ASEAN,” tutup Saleh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News