Dharma Bhakti merupakan vihara tertua di Indonesia yang dibangun pada 1650. Saat terjadi pembantaian etnis Tionghoa pada 1740, vihara ini dibakar.
"Lalu terjadi kebakaran lagi pada Maret 2015. Bekas kebakaran yang bisa dipugar, ya kami pugar. Sisa lainnya kami bungkus pakai kain merah supaya tidak kotor," kata Ketua Yayasan Vihara Dharma Bhakti Tan Adipranantha, sambil menunjukkan area bekas kebakaran yang terjadi dua tahun silam.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Nuansa Imlek sangat kental ketika menapaki kawasan tersebut. Momen ini juga dimanfaatkan para pedagang untuk menggelar lapak dagangan yang menjual aneka pernak-pernik Imlek dengan harga terjangkau.
Imlek begitu identik dengan beberapa hal, seperti warna merah, hujan, lilin, dupa, dan lainnya. Tahukah Anda makna di balik benda-benda tersebut?
Bila telah memasuki Imlek, hal pertama yang paling identik adalah warna merah. Apa filosofi di balik warna tersebut? Dalam kepercayaan Tionghoa, warna merah ini melambangkan kebahagiaan dan keberuntungan.
Kemudian, soal membakar dupa dan lilin dijelaskan oleh Ketua Komunitas Historia Indonesa Asep Kambali bahwa maksud di balik lilin dan dupa adalah lilin merupakan sumber cahaya penerangan untuk kehidupan berikutnya.
"Ketika orang Tionghoa sembahyang dengan hio, semakin besar hio, maka semakin mudah jalan cahaya sampai ke surga," ungkap Asep.
Berikutnya, makna dari uang-uangan kertas berwarna kuning yang dibakar adalah orang Tionghoa percaya ada kehidupan berikutnya yang kekal. "Mereka membakar uang-uangan, rumah-rumahan, dan mobil-mobilan, karena di sana (di kehidupan berikutnya) mereka butuh uang, mobil, rumah. Sehingga kehidupan berikutnya itu adalah kehidupan yang sama," imbuh laki-laki berkacamata ini.
Hal yang tak kalah pentingnya adalah tentang hujan. Banyak orang bertanya-tanya, mengapa setiap Imlek tiba, akan turun hujan. Bagi etnis Tionghoa, hujan saat Imlek merupakan pertanda berkah dan hoki. Mereka akan menyesal bila hujan tidak turun pada hari tersebut.
"Karena hujan itu supaya pertanian subur. Awalnya kan mereka (Tionghoa) petani sebelum menjadi penjelajah, makanya mereka mengharapkan hujan agar tanamannya subur. Dua minggu setelah Imlek, ada Cap Go Meh, mereka akan menggotong dewa-dewa keluar dan merayakan suka cita. Ini momen sakral untuk menolak bala," jelas Ade panjang lebar.
Mau tahu kelanjutan ceritanya? Simak penelusuran Renitasari Adrian pada perayaan Imlek di Vihara Dharma Bhakti dalam program IDEnesia Metro TV, Kamis (2/2/2017), pukul 22.30 WIB. Jangan lupa, ikuti kuis IDEnesia dan Galeri Indonesia Kaya dengan mem-follow twitter @IDEnesiaTwit atau @IndonesiaKaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(ROS)