“Kalau di Jawa, GMT bermakna sedang terjadi pertempuran hebat antara Bethara Kala melawan Bethara Guru. Kepala raksasa Bethara Kala berhasil dipenggal, tetapi dia sudah terlanjur menelan matahari. Karena itu, warga diminta membunyikan lesung dengan alu (penumbuk gabah) agar sang surya dimuntahkan kembali,” cerita Menteri Pariwisata Arief Yahya saat wawancara dengan salah satu televisi swasta di Gedung Sapta Pesona, Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (26/2/2016).
Sepenggal cerita mitos tersebut, lanjut Menpar, membuat fenomena alam yang terjadi dalam 350 tahun itu menjadi lebih seru. “Di pariwisata, kekayaan cerita-cerita seperti itu menjadi salah satu atraksi tersendiri,” jelasnya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Cerita serupa sebenarnya ada di hampir semua daerah. Di Provinsi Bangka Belitung misalnya, ada istilah Rau, yaitu seorang raksasa yang menaruh dendam kepada dewa dan melampiaskannya dalam bentuk memakan matahari dan bulan. Alurnya mirip dengan cerita di Jawa.
Sementara zaman Tiongkok kuno, peristiwa di mana bulan berada persis di tengah-tengah antara matahari dan bumi itu juga dihubungkan dengan mitos. Seekor naga raksasa dipercaya sedang melahap matahari.
Kisah tersebut diyakini orang Tiongkok sejak ribuan tahun lalu. Sama dengan di Jawa, warga di sana menakuti-nakuti sang naga dengan membunyikan berbagai suara keras, seperti petasan.
Konon, dalam mitologi Mesir kuno juga ada kisah sama. Kepercayaan mereka, ada dewa yang dianggap sebagai penjaga matahari yang dinamakan Ra.
Dewa Ra digambarkan dengan sosok manusia berkepala elang. Ra setiap saat memimpin sebuah perahu yang banyak berisi dewa untuk melintasi langit.
Sedangkan di India, GMT pernah dirasakan pada 28 Juli 2009. Para cenayang India memprediksi, akan ada kekerasan dan kekacauan melanda seluruh dunia. Tahayul itu pun masih banyak dipercaya di India hingga kini.
Dalam kepercayaan Hindu, ada dua setan yakni Rahu dan Ketu yang diyakini menelan matahari sehingga terjadi gerhana. Wanita-wanita hamil disarankan tetap berada dalam rumah selama gerhana berlangsung, agar bayi mereka tidak terlahir cacat.
Doa-doa, puasa, dan mandi ritual dianjurkan untuk dilakukan di sungai-sungai suci. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari efek negatif dari gerhana matahari.
"Cerita apa pun tentang GMT di setiap daerah, akan memperkaya kazanah budaya dan tradisi tutur di negeri ini. Tetapi yang lebih penting dari itu semua, silakan menyaksikan GMT di 12 provinsi yang sudah menyiapkan 100 events bersama Kementerian Pariwisat Pariwisata, ujar Menpar Arief.
Bagi yang ingin menjadi saksi terjadinya GMT, silahkan ke Mentawai Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, atau Maluku Utara. “Jika hotel sudah habis, silakan menyewa homestay atau ikut di kapalnya Pelni yang akan menonton GMT dari laut,” jelas Arief Yahya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(NIN)