Sayangnya, tarif masuk kawasan yang merupakan instrumen retribusi jasa lingkungan terbesar tak membuat masyarakat di sekitarnya merasa hidup di surga. Ironi di balik surga wisata yang mendatangkan banyak devisa, masyarakatnya justru berkubang dalam kemiskinan.
Manager The Nature Conservancy Papua Lukas Rumetna menyebu turis yang mayoritas datang dari mancanegata hanya beraktivitas di atas kapal. Kebutuhan logistik dan sebagainya tentu sudah dipersiapkan tanpa harus turun dari kapal.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Mereka tidak banyak berinteraksi dengan masyarakat. Tidak membelanjakan uangnya di masyarakat," ungkap Lukas, dalam 1000 Meter, Selasa 4 April 2017.
Kebiasaan inilah yang disebut Lukas berdampak pada kesejahteraan masyarakat sekitar Raja Ampat. Pundi-pundi uang yang mengalir dari sektor pariwisata nyatanya tidak memberikan kontribusi langsung terhadap kesejahteraan masyarakat.
Lukas mengatakan pemerintah seharusnya ikut berkontribusi meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Tidak terus menerus mengeksploitasi pariwisata tanpa memberikan dampak positif terhadap warga lokal yang setiap hari hidup di dalamnya.
"Pemerintah punya kemampuan untuk membuat regulasi artinya turis harus mnengikuti regulasi di mana pemerintah mengarah untuk terus berinteraksi dengan masyarakat dan harus membelanjakan uangnya di masyarakat. Itu yang belum tersentuh banyak di situ," jelas Lukas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(MEL)
