Ilustrasi.
Ilustrasi.

Selamat Pagi Indonesia

Mengenal Eutanasia dan Perbedaannya dengan Bunuh Diri

Rona kesehatan
08 Mei 2017 11:24
medcom.id, Jakarta: Eutanasia, umumnya masyarakat mengenal istilah tersebut dengan bahasa yang lebih sederhana, yakni suntik mati. Eutanasia bisa disebut sebagai pencabutan hak kehidupan terhadap seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit.
 
Lalu, apa bedanya dengan bunuh diri?
 
Psikolog Klinis Ratih Ibrahim mengatakan, bunuh diri merupakan proses mengakhiri kehidupan yang dilakukan seseorang terhadap dirinya sendiri dan sifatnya privat. Sedangkan eutanasia dilakukan atas permintaan yang sifatnya lebih kuat, biasanya karena sakit berkepanjangan yang merujuk pada kematian.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


"Apakah bunuh diri dilegalkan? Secara hukum yang saya tahu memang tidak direstui. Begitu juga dengan eutanasia," ujar Ratih, dalam Selamat Pagi Indonesia, Senin 8 Mei 2017.
 
Ratih mengatakan eutanasia kerap terjadi pada kasus pasien yang menderita penyakit berat atau mematikan. Praktik suntik mati ini dianggap sebagai pilihan terakhir ketika seseorang merasa tak lagi melihat ada masa depan setelah divonis menderita penyakit tertentu.
 
Di beberapa negara, eutanasia dianggap legal. Sementara di sebagian besar lainnya melarang praktik suntik mati. Hanya saja, setiap pasien yang menghendaki eutanasia umumnnya mengalami penderitaan secara fisik, psikologis, emosi, dan penderitaan secara eksistensial yang membuat dirinya tidak mampu melakukan hal lain selain berada di tempat tidur.
 
"Dan ini yang menyebabkan yang bersangkutan meminta untuk mengakhiri hidup. Mumpung masih punya harga diri, dia meminta keluarga dan tim medis melakukannya, makanya disebut killing mercy," kata Ratih.
 
Tetapi, kata Ratih, dalam kondisi tertentu yang bersangkutan tidak kuasa meminta untuk eutanasia. Hal ini yang kemudian diterjemahkan oleh keluarga sebagai empati untuk memahami keinginan terakhir seseorang.
 
Selain empati, baik keluarga maupun pasien juga menyadari bahwa dengan perkembangan teknologi kedokteran kehidupan seseorang bisa diperpanjang. Hanya saja, apakah boleh memaksakan kehidupan kepada seseorang yang dianggap tak mampu lagi menerima bantuan alat medis untuk menopang hidup.
 
"Jadi kita di sini tidak bisa menyebut mana yang lebih baik. Itu hanya daya empati yang dipahami seandainya saya yang sakit, kira-kira apa keinginan terakhirnya dan itu diterjemahkan oleh keluarga sebagai pilihan terakhir," jelas Ratih.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(MEL)


social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif