Jakarta: Masih banyak yang 'takut' terdapat penyakit epilepsi. Juga masih dipercaya bahwa busa di mulut penderita epilepsi bisa menular.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Menurut dr. Vivien Puspitasari, dokter spesialis syaraf Rumah Sakit Siloam Lippo Village, Karawaci Tangerang mengtakan bahwa pemahaman epilepsi menular adalah mitos.
Faktanya epilepsi tidaklah menular melalui busa dari mulut penyandang dan sebagainya.
Belakangan terdapat juga kasus yang melibatkan sebuah keluarga yang melaporkan anak yang harus meregang nyawa karena epilepsi.
Untuk mengetahui lebih jauh soal epilepsi, berikut adalah tiga jenis epilepsi.
(Baca juga: Orang dengan Epilepsi Bisa Hidup Normal, Asalkan...)
Berdasarkan jenisnya, serangan epilepsi umum dibagi tiga, antara lain:
1. Pelit Mal (absence)
Yaitu suatu gangguan kesadaran secara mendadak. Penderita diam tanpa reaksi (bengong) lalu melanjutkan kegiatan semula.2. Grand mal (tonik klonik)
Diawali dengan kehilangan kesadaran yang disusul dengan kejang-kejang, air liur berbusa dan napas seperti orang mendengkur..jpg)
(Menurut dr. Vivien Puspitasari, dokter spesialis syaraf Rumah Sakit Siloam Lippo Village, Karawaci Tangerang, epilepsi merupakan suatu penyakit neurologi menahun akibat aktivitas listrik otak yang abnormal (korsleting). Foto: Ilustrasi. Dok. Pexels.com)
3. Mioklonik
Terjadinya kontraksi singkat dari satu atau sekelompok otot. Bervariasi dari yang tidak terlihat sampai sentakan hebat. Sehingga mengakibatkan jatuh atau tiba-tiba melontarkan benda yang sedang dipegang.Pertolongan pada epilepsi
Dokter spesialis saraf dr. Irawati Hawari, mengatakan Anda bisa menolong orang yang terkena epilepsi. Di antaranya dengan:1. Tenang
Penolong sebaiknya tenang terlebih dahulu. Kemudian miringkan posisi badan penderita ke arah kanan atau kiri dan cegah kepala terkena benda berbahaya.2. Tidak memasukkan benda
Ia juga mengatakan penolong tidak boleh memasukan benda apapun ke dalam mulut penderita. Biarkan kejang tersebut terjadi dan jangan diberikan minuman atau makanan."Jangan lupa dihitung berapa lama kejangnya berlangsung. Biasanya kejang ini hanya berlangsung satu sampai dua menit saja. Tetapi kalau lebih dari tiga menit, segera berikan obat," katanya.
3. Jangan menahan kejang
Dr. Ira juga menekankan agar penolong tidak menahan kejang yang tengah berlangsung. Sebab hal itu justru bisa membahayakan penderita.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(TIN)