Hampir berusia 50 tahun, ia siap untuk menerima apa pun terhadap kondisimya. Pada usia 49 tahun, Lori Morris menyelesaikan pendakian yang biasanya menantang seseorang setengah usianya, yakni mendaki puncak tertinggi di California, Gunung Whitney setinggi 14.505 kaki.
Maklum, Morris merasa hebat. Tetapi dua minggu kemudian, dia mulai mengi dan merasa seperti tidak bisa bernapas. Apakah itu asma? Infeksi paru-paru? Baik Morris atau dokternya meyakini wanita sehat dan kuat ini benar-benar memerangi kanker paru-paru.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Ini pada bulan September 2013. Saya pikir mungkin saya telah menunda penyakit ketinggian. Tiba-tiba, saya tidak bisa menaiki tangga tanpa bernapas berat. Saya tahu ada sesuatu yang salah," kenang Morris dikutip dari The Healthy.
Morris selalu aktif melakukan aktivitas fisik, seperti kelas spin, yoga, dan hiking, adalah bagian rutin dari jadwalnya. Dokter perawatan utamanya memberi tahu dia bahwa itu infeksi paru-paru serta memberi resep antibiotik dan inhaler tetapi tidak ada yang membantu.
Morris kembali ke dokternya beberapa bulan kemudian, masih sakit, dan mendapat diagnosis asma. Ini sedikit lebih dekat dengan kebenaran, karena asma adalah salah satu dari enam gejala kanker paru yang tidak boleh Anda abaikan. Tetap saja, Morris tahu ada sesuatu yang salah.
"Saya pergi ke UCLA, tempat para dokter melakukan rontgen dan pemeriksaan fisik lengkap. Tetapi mereka tidak mendekati masalah sebenarnya," tutur Morris.
"Mereka mengatakan saya baik-baik saja, dan bertanya bagaimana keadaan asma saya. Saya terus menggunakan inhalernya meskipun mereka tidak membantu," terangnya.
Mungkinkah stroke?
Morris terus berjuang dengan kondisinya. Hingga Januari 2018, ketika tiba-tiba gejalanya mulai menyerupai stroke saat ia bepergian di Florida."Seluruh sisi kiri tubuh saya mati. Mereka membawa saya ke rumah sakit terdekat, dan sambil mencari tanda-tanda stroke dengan pemindaian, mereka menemukan massa di otak saya. Mereka mengatakan tidak yakin apakah itu virus atau massa sekunder," ucap Morris.
Morris dipindahkan ke rumah sakit pendidikan yang memiliki dokter bedah saraf. Setelah pemindaian lebih lanjut, dokter menemukan adanya tumor enam sentimeter di paru-parunya, itu adalah asal mula tumor di otaknya. Terungkap juga kondisi tumor di tulang belakang, pankreas, ginjal, hati, dan kelenjar getah bening.

Ilustrasi Freepik
"Saya menderita kanker paru-paru primer stadium 4 dengan metastasis ke otak. Ahli bedah saraf mengatakan saya seharusnya menerima CT scan untuk kedua kalinya saya mengeluhkan gejala karena tumor paru-paru bersembunyi di x-ray, tidak terlihat," katanya.
Diagnosis yang menakutkan
Kanker paru-paru adalah penyebab utama kematian akibat kanker pada pria dan wanita, dan sekitar 228.150 kasus baru akan didiagnosis tahun ini. Gejala kanker paru-paru tidak bisa diabaikan dan harus diperhatikan dengan teliti ketika mengidap asma.Gejala tersebut termasuk batuk terus-menerus, nyeri dada, suara serak, kehilangan nafsu makan dan berat badan. Selain itu, sesak napas, batuk darah, kelemahan, dan bronkitis atau infeksi paru berulang.
Walaupun dokternya ingin mengangkat tumor otak dengan cara operasi dan memulai kemoterapi, Morris mengambil alih perawatannya hampir seketika setelah menerima berita. Dia terbang pulang ke Los Angeles dan mencari perawatan di Cedars Sinai Medical Center.
"Saya tahu dengan kanker stadium 4 yang juga ada di otak, saya tidak punya banyak waktu. Saya tahu saya harus pergi ke Dr. Robert Nagourney, MD, dari Nagourney Cancer Institute," ungkapnya.
Dikenang kembali, sekitar empat sampai lima tahun ia hanya mengetahui mengidap penyakit asma. Padahal, kanker paru-paru telah menggerogoti kondisi tubuhnya. Setelah bertemu dengan Dr. Nagourney, ia berdiskuti tentang tumor dan pengobatannya.
Menemukan perawatan yang tepat
Morris mengizinkan ahli bedah di Cedars-Sinai untuk mengangkat tumor dengan satu syarat, bahwa mereka mengirim sebagiannya ke Dr. Nagourney untuk pengujian profil fungsional di labnya. Sebab, Dr. Nagourney menguji jaringan dengan berbagai perawatan untuk melihat apakah perawatan medis tersebut efektif sebelum Anda mendapatkannya."Dia dapat memberi tahu Anda apakah kanker Anda akan merespons pengobatan atau tidak. Tubuh saya tidak responsif terhadap kemo, jadi apa yang ingin mereka lakukan di rumah sakit akan membunuh saya. Saya memiliki mutasi ALK yang hanya akan merespons terapi yang ditargetkan," ucap Morris.
Dibantu dengan pengetahuan khusus tentang kanker yang dialami Morris, Dr. Nagourney menyarankan kombinasi terapi bertarget Alectinib dan Metformin, obat yang biasanya digunakan untuk penderita diabetes. Beberapa penelitian menunjukkan dapat menargetkan jenis kanker tertentu.
"Saya sudah menjalani pengobatan hampir setahun dan tumor saya telah menyusut 87 persen. Saya akan mengalahkan ini," tekad Morris.
Morris mengatakan bahwa ia ingin orang lain tahu selalu ada harapan. Selain itu, memilih dokter dengan bijak adalah hal yang sangat penting ketika Anda memiliki kesempatan itu.
"Jangan membuat keputusan berdasarkan rasa takut, dan jangan biarkan siapa pun mencuri kesenangan Anda, kanker tidak harus menjadi hukuman mati," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(FIR)