Seminar Inovasi Alat Pacu Jantung Tingkatkan Kualitas Hidup Pasien Gagal Jantung, di Rumah Sakit Columbia Asia, Jakarta, Selasa 2 April 2019. (Foto: Abas/Medcom.id)
Seminar Inovasi Alat Pacu Jantung Tingkatkan Kualitas Hidup Pasien Gagal Jantung, di Rumah Sakit Columbia Asia, Jakarta, Selasa 2 April 2019. (Foto: Abas/Medcom.id)

Mari Deteksi Dini Penyakit Gagal Jantung

Rona penyakit jantung iskemik
Dhaifurrakhman Abas • 02 April 2019 17:58
Penyakit gagal jantung terbilang sulit dideteksi secara pasti. Kalaupun diterka, beberapa gejala serupa dengan penyakit yang menyerang secara umum.
 

Jakarta: Penyakit gagal jantung masih menjadi salah satu momok buat siapa saja. Pasalnya penyakit ini disebut-sebut sebagai silent killer, membunuh penderitanya secara diam-diam dan mendadak.
 
Apalagi gejala penyakit ini terbilang sulit dideteksi secara pasti. Kalaupun diterka, beberapa gejala serupa dengan penyakit yang menyerang secara umum. Seperti cepat lelah, sesak napas, dan pembengkakan tungkai kaki.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Buktinya angka prevalensi penderita penyakit gagal jantung cukup tinggi. Menurut Riset Kesehatan Dasar (2018) gagal jantung menyerang sekitar 229.696 orang Indonesia.
 
“Jumlah penderita pun pasti lebih tinggi ketimbang angka yang tercatat secara statistik, lantaran sulitnya mendeteksi gagal jantung,” kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP(K), dalam seminar Inovasi Alat Pacu Jantung Tingkatkan Kualitas Hidup Pasien Gagal Jantung, di Rumah Sakit Columbia Asia, Jakarta, Selasa 2 April 2019.
 
Meski demikian, gagal jantung dapat dideteksi sesuai dengan riwayat penyakit yang diderita. Secara garis besar, orang yang memiliki penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit katup, kardiomiopati dan aritmia memiliki risiko terserang gagal jantung.
 
“Sekitar 87 persen orang yang meninggal jantung, biasanya menderita aritmia,” ujar Yoga.

Baca juga: Kondisi Kesehatan di Balik Warna Kotoran Hidung

Yoga bilang, aritmia merupakan penyakit yang dikenal dengan gangguan irama jantung. Seringkali terjadi akibat adanya gangguan impuls atau abnormalitas penjalaran listrik ke otot jantung. Adapun aritmia yang bersinggungan dengan gagal jantung adalah yang berirama lebih dari keadaan normal, 100 kali per menit.
 
“Jika tak ditangani secara cepat, bisa berdampak buruk bagi penderitanya,” sambungya.
 
Sementara dr. Dicky Armein Hanafy, SpJP(K), FIHA menjelaskan bahwa gagal jantung tidak hanya terjadi di negara berkembang saja. Penyakit ini sudah menjadi pandemi global yang menyerang lebih dari 26 juta penduduk dunia.
 
“Dan musababnya juga paling banyak karena hipertensi yang tidak terkontrol serta gaya hidup tak sehat,” katanya.
 
Untuk itu, Dicky menyarankan agar memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan bila merasa memiliki gejala penyakit jantung. Apalagi jika memiliki riwayat penyakit berisiko.
 
“Deteksi dini akan adanya gejala harus dideteksi secara dini,” ujar dia.
 
Adapun deteksi yang biasa dilakukan melalui serangkaian pemeriksaan sederhana seperti echocardiografi (USG Jantung) untuk melihat fungsi pompa jantung bagi orang yang berisiko tinggi terserang gagal jantung. Sementara untuk pengobatannya, biasanya dilakukan dengan mengonsumsi obat-obatan hingga penggunaan alat atau device.
 
“Teranyar menggunakan teknologi sinkron irama jantung dengan alat multipoint pacing carduac resynchronization therapy,” tandas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(FIR)


social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif