Jakarta: Sebagaimana semua tindakan medis lainnya, tindakan transplantasi ginjal juga memiliki risiko. Risiko atau komplikasi tersebut dapat terjadi segera setelah tindakan, namun juga dapat terjadi beberapa lama kemudian setelah tindakan.
“Pasca prosedur transplantasi ginjal, diperlukan pemantauan yang ketat untuk menilai adanya risiko penolakan organ. Pasien resipien transplan diberikan obat-obat penurun sistem imun dan ditempatkan pada ruangan khusus untuk mengurangi kemungkinan infeksi,” jelas Dr. dr. Maruhum Bonar H. Marbun, Sp.PD-KGH, Pokja Transplantasi Ginjal RSCM, Departemen Penyakit Dalam FKUI-RSCM, dalam Virtual Media Briefing mengenai Penyakit Ginjal Kronik.
“Dokter akan melakukan penilaian waktu dan jumlah urine awal untuk menilai fungsi ginjal baru ini. Selanjutnya, diperlukan pemantauan lain pasca operasi dari indikator jantung dan pembuluh darah serta keseimbangan cairan. Bila terdapat penyakit penyerta, hal tersebut akan turut pada periode ini,” tambah dr. Bonar.
Dr. dr. Dita Aditianingsih, Sp.An-KIC, Pokja Transplantasi Ginjal RSCM, Departemen Intensive Care FKUI-RSCM juga menambahkan, dalam menjalankan perawatan pasca prosedur untuk individu penerima (resipien), terdapat 3 aspek yang krusial untuk dipantau. Yaitu keluhan pasien, volume cairan yang keluar dan masuk tubuh pasien serta fungsi jantung dan pembuluh darah, dan tanda-tanda penolakan akut.
“Pemantauan lanjutan dapat dilakukan melalui pemeriksaan penunjang, seperti radiologi dan lab. Serangkaian prosedur di bidang anestesiologi, mulai dari proses sebelum operasi, saat operasi, maupun sesudah operasi, dapat menjamin kesintasan organ donor dan pasien dalam jangka panjang,” ujar dr. Dita.