“Kita harus paham dulu, ini penelitian metodologi nya absah atau tidak. Jadi, termasuk: karakteristik subjeknya. Pada saat studi dimulai, apakah subjek penelitian adalah orang-orang yang bebas risiko diabetes atau tidak, misalnya. Jadi agar tidak bias. Jangan-jangan mereka yang dijadikan subjek memang sudah punya kecenderungan untuk jadi diabetes sebelumnya,” jelas ahli gizi Dr. dr. Tan Shot Yen.
Ia juga menjelaskan bahwa dalam membaca sebuah penelitian, harus dipahami juga jenis penelitiannya. Dan juga subjek yang direkrut sudah sesuai dengan ketentuan metodologi atau tidak. “Apakah orang-orang yang jadi subjek benar-benar dipaparkan pada minyak jagung saja atau individu yang bebas mengonsumsi apa pun,” tambah dr. Tan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Minum manis, makan kue, makan nasi banyak, gaya hidup tidak sehat, tidak olahraga, dan sebagainya itu semua bisa menjadi penyebab kenapa mereka terkena diabetes. Bukan minyak jagungnya. Minyak jagung dipakai untuk menumis dan menggoreng,” kata dr. Tan.
Ia menambahkan, bisa jadi minyak apapun juga bisa menyebabkan risiko diabetes karena terbentuk radikal bebas dan polisiklik aromatik hidrokarbon serta akrimlamida. "Semua ini merusak dinding bagian dalam pembuluh darah, mencetuskan risiko kanker juga,” tambahnya.
“Minyak jagung adalah Omega-6. Pada orang-orang dengan pola makan tidak sehat, Omega-6 justru mencetuskan peradangan pada dinding pembuluh darah, akibat kandungan asam arakidonat dalam Omega-6 tersebut,” kata dr. Tan.
Dan menurutnya, peradangan tersembunyi itu dapat mengakibatkan resistensi insulin. Dan hal itu tentunya mengakibatkan gula dalam darah tidak terkontrol.
“Jadi, bukan cuma minyak jagung saja. Semua dampak asupan pangan yang sifatnya pro-peradangan akan mencetuskan resistensi insulin,” tutup dr. Tan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(YDH)