Salah satu gangguan mental yang kerap mengalami misdiagnosis adalah gangguan bipolar (GB). Ini adalah penyakit dimana penderita mengalami periode perpindahan suasana hati, pikiran, energi, dan perilaku secara drastis.
GB sering mengalami misdiagnosis sebagai depresi, ansietas, skizofrenia, penyalahgunaan zat atau gangguan kepribadian. Bahkan, 37 persen kasus GB mengalami misdiagnosis sebagai depresi unipolar dan 30 persen sebagai skizofrenia.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?

"Ada salah satu pasien saya yang misdiagnosis mengalami skizofrenia selama empat tahun. Setelah dilakukan diagnosis ulang, dia ternyata bipolar. Kemudian kami memberikan pengobatan dan terapi, kini dia bisa menjalani hidup normal," ujar psikiater Dr. A. A. A. Agung Kusumawardhani, Sp.KJ(K) dalam seminar media Hari Bipolar Sedunia, Kamis (30/3/2017).
(Baca juga: Prevalensi Penderita Gangguan Bipolar di Indonesia)
Oleh karena itu, Kepala Departemen Psikiatri RSCM tersebut mengungkapkan bahwa salah satu cara menegakan diagnosis dengan tepat adalah dengan melakukan skrining melalui survei Mood Disorder Questionnaire (MDQ). Wawancara adalah tindakan lanjutan untuk semkain memantapkan diagnosis.
Jika sudah terdiagnosis GB, kepatuhan dalam pengobatan menjadi kunci utama pengendalian diri agar GB tidak kambuh lagi. Tentu saja pendampingan dan dukungan dari orang sekitar dibutuhkan untuk membantu proses tersebut.
"Penderita GB yang ditangani dengan baik memiliki faktor kesembuhan (tidak kambuh) dan dapat beraktivitas normal kembali hingga 80 persen," tutup Dr. Agung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(TIN)