Hingga kini, Indonesia telah mencapai bermacam perkembangan. Gedung tinggi tertata rapi serta beragam aktivitas masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Kejadian demi kejadian pun terus bergulir. Baik persoalan ekonomi, politik, sosial, hingga pandemi covid-19 saat ini.
HUT RI memang selalu mengingatkan bahwa perkembangan terus berjalan dan tahun depan tentu tidak akan sama dengan kondisi tahun ini. Maka, mari melirik apa yang terjadi sebelum proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Dikutip dari laman resmi Munasprok, perjuangan diawali oleh upaya Sekutu menjatuhkan bom atom di Kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945 serta Kota Nagasaki 3 hari kemudian, akhirnya Kaisar Hirohito menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945.
Dengan cepat, golongan muda yang mengetahui kabar tersebut dari siaran Radio BBC milik Inggris mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera memanfaatkan situasi dengan menyatakan proklamasi. Namun, dwitunggal Soekarno-Hatta menolak karena belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Jepang.
Pada 15 Agustus 1945, pemuda bernama Sukarni, Chairul Saleh, A. M. Hanafi, dan Adam Malik, bersepakat untuk menculik (mengamankan) dwitunggal bersama Fatmawati dan Guntur ke Rengasdengklok. Harapannya, mereka bisa menuruti keinginan empat pemuda itu.
Namun, sepanjang hari 16 Agustus 1945 itu, tidak tercapai kesepakatan apa pun hingga sorenya, Ahmad Soebardjo datang dan berusaha membujuk para pemuda untuk melepaskan dwitunggal. Akhirnya, mereka bersedia dengan jaminan oleh Soebardjo bahwa proklamasi akan terjadi esok hari.
Diorama yang menggambarkan momen Soekarno menandatangani teks proklamasi disaksikan oleh Bung Hatta dan para tokoh yang hadir di rumah Laksamana Tadashi Maeda. (Foto: A. Firdaus/Medcom.id)
Malam itu juga, rombongan berangkat ke Jakarta, menuju rumah Laksamana Tadashi Maeda untuk membahas masalah tersebut. Maeda pun menjelaskan permasalahan dan informasi yang sebenarnya terjadi dan mempersilakan ketiga tokoh menemui Gunseikan (Kepala Pemerintah Militer) Jenderal Moichiro Yamamoto untuk membahas upaya tindaklanjut yang akan dilakukan.
Namun, setibanya di Markas Gunseikan di kawasan Gambir, mereka bertiga mendapat jawaban yang mengecewakan karena Jenderal Nishimura yang mewakili Gunseikan melarang segala bentuk upaya perubahan situasi yang dilakukan. Mereka diharuskan menunggu Sekutu datang terlebih dahulu.
Ketiga tokoh bersepakat bahwa Jepang tidak dapat diharapkan lagi dan kemerdekaan harus segera dirancang secepatnya. Anggota PPKI yang menginap di hotel Des Indes segera dikawal oleh Sukarni dan kawan-kawan menuju rumah Maeda.
Pada 17 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB, naskah proklamasi disusun oleh Soekarno, Hatta, dan Soebardjo, di ruang makan rumah Maeda. Naskah sebanyak dua alinea yang penuh dengan pemikiran tersebut lalu selesai dibuat dalam dua jam. Naskah itu kemudian diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik.
Tanpa waktu lama, Sayuti Melik didampingi Burhanuddin Mohammad Diah mengetik naskah proklamasi. Setelah itu, naskah diserahkan kembali kepada Soekarno untuk ditandatangani.
Tepat pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB, di halaman rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, naskah proklamasi dibacakan dalam suasana khidmat. Prosesi yang sebenarnya tanpa protokol nyatanya tidak menghalangi gelora euforia rakyat dalam merayakan dan menyebarluaskan berita luar biasa tersebut.
Semua berita memuat inti berita yang sama, yaitu, "MERDEKA! INDONESIA TELAH MERDEKA!"
Kini, 75 tahun Bangsa Indonesia terbebas dari penjajahan. Tentunya, bukan perjuangan yang singkat, karena banyak perdebatan hingga pertumpahan darah dalam meraih kemerdekaan.
Makna di baliknya pun harus selalu kita lanjuti. Mendalami apa itu Pancasila sebagai Dasar Negara dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Maka, dalam suasana pandemi covid-19 ini, kita tetap harus semangat bangkit untuk Indonesia Maju.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(FIR)