"Kelompok usia ini kemungkinan yang paling berisiko terkena dampak dari Instagram dimana ingin meningkatkan popularitas sehingga menyebabkan gejala depresif juga semakin meningkat," ujar peneliti Eline Frison dari University of Leuven, Belgia.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
(Baca juga: Media Sosial Dorong Tingkat Konsumsi Generasi Milenial)
Studi jangka panjang tersebut dilakukan pada 2013-2014 dengan cara menginvestigasi hubungan antara situs jaringan sosial remaja dengan kesejahteraan mereka.
Para remaja diminta untuk mengisi survei setiap enam bulan sekali yang menanyakan penggunaan situs jaringan sosial seperti Facebook, Snapchat, dan Instagram; dengan beberapa hal terkait kesejahteraan seperti gejala depresif, kepuasan hidup, dan kesepian.
Data penelitian menemukan bahwa penggunaan Instagram pada satu poin berhubungan dengan peningkatan kedekatan (persepsi dimana mereka merasa dihargai dan dicintai) dengan teman selama enam bulan kemudian, yang membuat tingkat depresi menurun.

Meski memberi manfaat, adiksi pada media sosial jangka panjang dapat berakibat buruk. Tak bisa dipungkiri bahwa media sosial menjadi bagian yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan saat ini karena membantu kita berhubungan dengan teman jauh, meningkatkan jaringan, mengekspresikan opini, dan melampiaskan emosi.
Namun, bagi mereka yang depresi, media sosial bisa memberi dampak yang berbeda. "Orang depresi cenderung menolak berinteraksi dengan orang sekitar mereka, namun bisa berkutat dengan media sosial berjam-jam. Saatnya waspada jika mereka juga mulai tak aktif secara virtual," ujar Frison.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(TIN)