Berita tentang informasi Ramadan 2024 terkini dan terlengkap

Aksi mahasiswa menuju GEDUNG DPR/MPR dengan berbagai spanduk berisi penolakan terhadap Sidang Istimewa. (MI/Agus Mulyawan)
Aksi mahasiswa menuju GEDUNG DPR/MPR dengan berbagai spanduk berisi penolakan terhadap Sidang Istimewa. (MI/Agus Mulyawan)

Puasa Adalah Reformasi

Sobih AW Adnan • 21 Mei 2018 16:03
Jakarta: Kamis pagi pada 21 Mei 1998, siaran televisi dipenuhi dengan pernyataan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan Presiden RI. Maklumat itu diberikan sebagai jawaban atas tuntutan mahasiswa yang terus menggelombang sejak beberapa tahun sebelumnya.
 
Mahasiswa mendesak adanya reformasi, perubahan menyeluruh baik dari sisi politik, demokrasi, dan ekonomi.
 
Dua dekade lalu gerakan itu bergulir. Namun, semangat pembaruan tersebut mesti tetap terawat dengan baik. Termasuk dalam kehidupan pribadi, reformasi bisa menjadi acuan manusia menuju kehidupan yang lebih paripurna.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Reformasi dalam Islam
 
Istilah reformasi, dalam bahasa Arab lebih disetarakan dengan lafaz islah. Ia diambil dari aslaha-yuslihu- islah yang berarti lawan dari pada kata rusak (fasad). Reformasi, lebih pas dimaknai dengan sebuah semangat menuju kebaikan.
 
Cendekiawan muslim Azyumardi Azra dalam Malam Seribu Bulan: Renungan-renungan 30 Hari Ramadan (2005) menjelaskan, Islam mengajarkan semangat perubahan itu di antaranya melalui kewajiban berpuasa di bulan Ramadan.
 
"Puasa adalah latihan mengendalikan dan menguasai diri untuk membangun kesabaran," tulsi Azyumardi.
 
Lebih lanjut dia menerangkan, kesabaran diperlukan tidak hanya dalam amar ma'ruf dan nahi munkar, tapi juga dalam mewujudkan kebenaran. Kebenaran, kebaikan, dan reformasi yang akan ditegakkan tidak dengan sendirinya membolehkan ketidaksabaran. Maka, otomatis ketidaksabaran adalah hal yang bertentangan dengan kebenaran dan kebaikan.
 
"Puasa, pada akhirnya, bertujuan melahirkan manusia-manusia yang secara ruhani telah tercerahkan. Mereka yang telah tercerahkan akan mampu melihat dunia dengan perasaan yang optimistis, lebih tawakkul, percaya kepada kasih Tuhan, yang tidak akan membiarkan manusia dalam kenestapaan yang seolah-olah tanpa ujung," tulis dia.

"Dengan manusia yang tercerahkan akan lebih memiliki kesabaran dalam melakukan perubahan dan reformasi," tambahnya.

Landasan kewajiban puasa termaktub dalam QS. Al Baqarah: 183, Allah berfirman;
 
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
 
Menurut mufasir Muhammad Quraish Shihab dalam Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (2007) menjelaskan, ayat tersebut berperan sebagai undangan bagi manusia yang beriman. Dengan memenuhi panggilan puasa, orang yang beriman menggapai ketakwaan. Sementara, kata 'diwajibkan' dalam ayat ini tidak menunjuk siapa pelaku yang mewajibkan.
 
Hal ini, masih menurut Quraish Shihab, mengisyaratkan bahwa apa yang akan diwajibkan tersebut sedemikian penting dan bermanfaat bagi orang yang menjalankannya.
 
"Sehingga seandainya bukan Allah yang mewajibkannya, niscaya manusia sendiri yang akan mewajibkan atas dirinya," tulis Quraish.
 
Lafaz minqablikum dalam ayat ini, kata Quraish, menunjukkan bahwa ada banyak kelompok umat manusia yang melakukan puasa dengan berbagai cara. Dalam diri manusia itu tersimpan semangat perubahan menjadi pribadi yang lebih baik. Dalam Islam, puasa Ramadan akan mengantarkan umat kembali pada kesucian dan kemenangan menggelorakan perubahan.
 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(SBH)
LEAVE A COMMENT
LOADING
social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif